KETIKA puasa tiba, maka kita tahu bahwa kurang dari tiga puluh hari kemudian akan sampai Hari Raya Idul Fitri atau lebaran. Dalam tradisi berlebaran di Indonesia kita mengenal salah satu santapan lebaran yang hampir pasti ada dalam setiap rumah tangga, yaitu ketupat.

Masyarakat Jawa terbiasa melaksanakan Lebaran Ketupat, yang kerap dianggap sebagai pelengkap di hari kemenangan. Secara umum dikenal dua kali pelaksanaan Lebaran, yaitu Idul Fitri dan Lebaran ketupat. Idul Fitri dilaksanakan tepat pada tanggal 1 Syawal, sedangkan Lebaran ketupat adalah satu minggu setelahnya yaitu pada 8 Syawal. Tradisi Lebaran ketupat diselenggarakan pada hari ke delapan bulan Syawal setelah menyelesaikan puasa Syawal selama 6 hari. 

Dalam sejarahnya, Lebaran ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, saat itu, beliau memperkenalkan dua istilah Bakda kepada masyarakat Jawa, Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Lebaran dipahami dengan prosesi pelaksanaan shalat Ied satu Syawal hingga tradisi saling kunjung dan memaafkan sesama muslim, sedangkan Bakda Kupat dimulai seminggu sesudah Lebaran. 

Pada hari itu, masyarakat muslim Jawa umumnya membuat ketupat, yaitu jenis makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa (janur) yang dibuat berbentuk kantong, kemudian dimasak. Setelah masak, ketupat tersebut diantarkan ke kerabat terdekat dan kepada mereka yang lebih tua, sebagai simbol kebersamaan dan lambang kasih sayang. Dalam tradisi masyarakat Jawa, terdapat aneka macam bentuk ketupat yang dimiliki tiap-tiap daerah yang juga memiliki arti dan maksud tersendiri. 

Dalam tradisi Lebaran Ketupat, masyarakat yang merayakannya juga akan berbagi ketupat dengan satu sama lain, baik dengan tetangga maupun saudara. Biasanya ketupat disantap dengan berbagai hidangan lain seperti lodeh, kare, sambal goreng ati, opor ayam atau sapi.

Filosofi Ketupat 

Penggunaan istilah ketupat dalam Lebaran ketupat tentu bukan tanpa filosofi yang mendasarinya, Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari istilah bahasa Jawa yaitu ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan). 

Prosesi ngaku lepat umumnya diterapkan dengan tradisi sungkeman, yaitu seorang anak bersimpuh dan memohon maaf di hadapan orangtuanya. Dengan begitu, kita diajak untuk memahami arti pentingnya menghormati orang tua, tidak angkuh dan tidak sombong kepada mereka serta senantiasa mengharap ridho dan bimbinganya. Ini merupakan sebuah bukti cinta dan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya begitupun orang tua kepada anaknya. 

Prosesi ngaku lepat pun tidak hanya berkutat pada tradisi sungkeman seorang anak kepada orang tua, lebih jauh lagi adalah memohon maaf kepada tetangga, kerabat dekat maupun jauh hingga masyarakat muslim lainya, dengan begitu umat Islam dituntun untuk  mau mengakui kesalahan dan saling memaafkan dengan penuh keikhlasan yang disimbolkan dengan ketupat tersebut. 

Ketupat juga menjadi simbol “maaf” bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya nantinya mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya, apabila ketupat tersebut dimakan secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah dan khilaf antar keduanya terhapus.

Untuk istilah laku papat (empat tindakan), masyarakat Jawa mengartikanya dengan empat istilah, yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran berarti akhir dan usai, yaitu menandakan telah berakhirnya waktu puasa Ramadhan dan siap menyongsong hari kemenangan. 

Sedangkan Luberan bermakna meluber atau melimpah, layaknya air yang tumpah dan meluber dari bak air. Pesan moral yang hendak disampaikan dari luberan adalah budaya mau berbagi dan mengeluarkan sebagian harta yang lebih (luber) kepada fakir miskin, dengan begitu akan membahagiakan para fakir miskin. 

Adapun Leburan berarti habis dan melebur. Yaitu momen untuk saling melebur dosa dengan saling memaafkan satu sama lain, dengan kata lain dosa kita dengan sesama dimulai dari Nol kembali. Yang terakhir adalah Laburan yang berasal dari kata labur atau kapur. Kapur merupakan zat padat berwarna putih yang juga bisa menjernihkan zat cair, dari ini Laburan dipahami bahwa hati seorang muslim haruslah kembali jernih nan putih layaknya sebuah kapur. Karena itu merupakan simbol kejernihan dan kesucian hati yang sebenarnya. 

Tradisi Ketupat Lebaran dari Berbagai Daerah

Berbagai macam sajian ketupat disajikan dalam menyambut makna tradisi lebaran ketupat. Cara merayakannya pun macam-macam tergantung kearifan lokal daerah tersebut.

Sebut aja Ketupat Bawang khas Madura, ketupat ini berbentuk persegi empat dan dianggap sebagai ketupat penyedap, sebagaimana bumbu masak berupa bawang. Juga ada Ketupat Glabed yang dipopulerkan oleh masyarakat Tegal, Kupat glabed adalah ketupat yang dimakan dengan kuah berwarna kuning kental. Sedangkan penamaan ketupat ini pun berasal dari ucapan orang Tegal yang mengekspresikan kekentalan kuah ketupat tersebut dengan istilah Glabed-glabed-glabed!. Juga ada  Ketupat Bebanci khas Betawi, Sesuai dengan namanya, ketupat bebanci adalah masakan dengan unsur utamanya adalah ketupat. Ketupat ini disantap dengan kuah santan berisi daging sapi dan diberi aneka bumbu seperti kemiri, bawang merah, bawang putih, cabai, dan rempah-rempah.

Magelang. Rangkaian perayaan Hari Raya Idul Fitri di Dusun Kauman, Desa Payaman, Magelang diisi dengan Festival Balon Syawalan. Tradisi yang sudah berlangsung sejak tahun 1980-an tersebut diadakan untuk memperingati Syawalan atau Lebaran Ketupat. Sedikitnya ada 150 balon udara tradisional yang diterbangkan sebagai tanda Syawalan. Pelepasan balon udara dilakukan di dua tempat, yaitu di halaman depan Masjid Agung Kauman dan di lapangan dusun setempat.

Kudus. Lebaran ketupat di daerah Kudus, Jawa Tengah lebih dikenal sebagai ‘Syawalan’, dan dirayakan dengan prosesi ‘Kirab gunungan Seribu Ketupat’. Gunungan tersebut terdiri dari susunan seribu ketupat dan ratusan lepet yang diarak dari rumah kepala desa setempat menuju Masjid Sunan Muria. Selain gunungan, masyarakat juga menggelar tradisi ziarah ke Makam Sunan Muria. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan minum air dan mencuci tangan dan kaki dengan air dari gentong peninggalan Sunan Muria. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur warga setelah menjalani puasa di bulan Ramadhan.             

Pasuruan. Jika di daerah lain Lebaran Ketupat diisi dengan festival atau acara keagaman, lain halnya di Pasuruan. Warga Desa Tambak Lekok, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan punya cara unik untuk memperingati perayaan ini, yakni dengan menggelar lomba skilot. Skilot merupakan perayaan tahunan di mana para peserta beradu cepat dengan berselancar di atas lumpur. Caranya dengan menekuk satu kaki di atas papan selancar, sedangkan kaki yang lainnya digunakan untuk mengayuh papan. Skilot sendiri berasal dari dua kata, yakni sky yang dalam bahasa Inggris berarti selancar dan cellot, bahasa Madura yang berarti lumpur. Tak hanya jadi ajang adu ketangguhan, acara ini juga menjadi tontonan dan hiburan warga sekitar.

Lombok. Masyarakat Lombok, menyebut tradisi ini dengan nama Lebaran Topat, yang dimeriahkan dengan tradisi nyangkar. Nyangkar merupakan tradisi nenek moyang orang Sasak saat merayakan Lebaran Topat. Masyarakat Lombok akan melakukan arak-arakan cidomo hias (angkutan tradisional yang ditarik oleh kuda, semacam delman atau andong) yang mengangkut dulang berisi ketupat menuju pusat perayaan di makam Loang Baloq. Arak-arakan tersebut berangkat dengan diiringi lantunan sholawat nabi. Sesampainya di makam, masyarakat akan melakukan zikir dan doa bersama. Lalu, perayaan ini diakhiri dengan potong ketupat dan makan bersama di Taman Loang Baloq.

 Gorontalo. Awalnya, tradisi Lebaran Ketupat di Gorontalo hanya dirayakan oleh ‘orang Jaton’ atau sebutan akrab untuk keturunan Jawa-Tondano. Namun, kini hampir semua warga Gorontalo turut merayakan tradisi Lebaran Ketupat. Sebelum merayakan lebaran ketupat, warga akan menjalankan ibadah puasa sunah di bulan Syawal selama enam hari. Berbeda dengan perayaan di daerah lainnya, Lebaran Ketupat di Gorontalo dirayakan dengan menyelenggarakan open house, khususnya di daerah ‘orang Jaton’ seperti Desa Yosonegoro, Kecamatan Limboto Barat, Gorontalo. Menu utama yang disajikan adalah ketupat dan opor ayam. Karena sifatnya open house, jadi siapa saja boleh lho menikmati hidangan tersebut. [KY]