Koran Sulindo – Privasi adalah hak asasi manusia dan nilai utama dari rakyat Amerika Serikat (AS). Demikian dikatakan Chief Executive Officer (CEO) Apple Inc., Tim Cook, menanggapi kasus kebocoran dan penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica, seperti dikatakan kepada Recode dan MSNBC, Rabu (28/3). Pada hari seblumnya, Selasa, Apple baru saja merilis iPad model baru dengan harga terjangkau dan memiliki fasilitas Apple Pencil.
Apple, katanya, sudah sejak lama berpikir bahwa orang-orang tidak perlu membuat data online yang sangat terperinci. “Kami bisa menghasilkan sangat banyak uang jika menganggap konsumen sebagai poduk kami. Kami sudah berjanji tidak akan melakukan,” kata Tim Cook.
Menurut dia, penting sekali mengetahui data online bisa dengan mudah disalahgunakan. Itu sebabnya, sari semua pengawasan yang ada, pengawasan dari diri sendirilah yang paling utama. Sebaiknya, saran Cook, pengguna media sosial menjaga sendiri keamanan data dengan hanya mengunjungi situs atau laman dengan mode pribadi dan memblokir kebijakan cookies.
Sebelumnya, pada Senin (26/3), Co-founder Myspace Tom Anderson atau biasa dipanggil Myspace Tom juga mengejek Facebook. Lewat akun Twitter-nya, ia me-retweet sebuah kartun yang diunggah penerbit digital online Futurism. Kartun itu menggambarkan Tom Anderson bak Master Jedi Obi-Wan Kenobi dalama film Star Wars dan tagae gerakan #DeleteFacebook.
“Tolong kami, @myspacetom. Anda satu-satunya harapan kami. #DeleteFacebook,” demikan terjemahan dari teks yang ditulis pengelola akun Futurism di Twitter.
Mungkin, dengan adanya kartun dan teks itu, banyak pengguna Facebook yang kecewa malah jadi mengingat apa yang terjadi ke data pengguna Myspace setelah Tom Anderson keluar dari media sosial game itu pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 itu, Rupert Murdoch dari News Corp. membeli Myspace dan perusahaan induknya, Intermix, seharga US$ 580 juta. Murdoch menjual kembali beberapa tahun kemudian, ke perusahaan media Viant seharga US$ 35 juta. Tahun 2011, Time membeli aset Viant dengan harga yang tidak diumumkan.
Ketika akuisisi itu, pihak Viant sesumbar dapat menyediakan akses untuk para pelaku pasar ke data 1,2 miliar pengguna, yang jika dikombinasikan dengan database pelanggan Time “menciptakan dataset pihak pertama yang menyaingi unggulan industri, yaitu Facebook dan Google.”
Diungkapkan Kepala dan CEO Time, Joe Ripp, tanpa malu-malu, akuisisi itu merupakan cara “potensial untuk berubah” agar “memberikan pesan dari para pengiklan yang ditargetkan untuk penonton di semua tipe perangkat.” “Para pelaku pasar memilih mitra media yang memiliki kemampuan berdasarkan data atau konten premium,” ungkap Ripp dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip CNBC Internasional. “Kami akan mampu menyampaikan dengan kanal tunggal dan terpisah dari mereka yang menawarkan hanya satu atau lainnya.”
Memang, Myspace mungkin telah usang. Namun, Time masih menggunakan data yang dikumpulkan dari penggunanya sebelum yang lain mengetahui data tersebut.MARK ELLIOT ZUCKERBERG yang merupakan co-founder dan CEO Facebook dikecam banyak pihak akibat penyalahgunaan data 50 juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analityca, lembaga konsultasi politik yang disewa Trump untuk kampanye pada Pemilihan Presiden 2016. Pada Senin lalu itu (26/3), Facebook diinvestigasi oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat. Seiring dengan itu, Pemerintah Kerajaan Inggris juga sedang melakukan penelitian terhadap Facebook terkait masalah tersebut.
Diakui Facebook, pihaknya telah menyadari dan mempelajari masalah penyalahgunaan data sejak tahun 2015, tapi belum sempat memberitahukan masalah ini ke publik sampai muncul laporan berita dari The Observer dan The New York Times, awal Maret lalu. Kendati demikian, pihak Facebook sampai sekarang belum juga mengakui kesalahan mereka dan belum meminta maaf pula. Zuckerberg cuma mengatakan, “Kami punya tanggung jawab melindungi data kalian. Jika kami gagal, kami tidak layak memberikan pelayanan.”
Sementara itu, Apple telah mengambil pendekatan untuk memperketat privasi, urusan yang pernah membuat frustrasi beberapa otoritas di AS. Misalnya pada tahun 2015, ketika terjadi penembakan massal di San Bernardino, California, Apple menolak permintaan FBI untuk membuka kunci iPhone dari salah satu pelaku. Penolakan ini menimbulkan perdebatan hukum tingkat tinggi.
Menurut Apple, membuka kunci iPhone pelaku membutuhkan perangkat lunak penulisan yang dapat merusak fitur keamanan produk untuk semua penggunanya. Akhirnya, Departemen Kehakiman AS menemukan cara untuk membuka kunci perangkat tanpa bantuan Apple.
Waktu ditanya apa yang akan dia lakukan jika sedang menghadapi masalah yang dihadapi Mark Zuckerberg, Tim Cook mengatakan: “Saya tidak akan berada dalam situasi ini.” [RAF]