Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan harga bahan bakar minyak atau BBM jenis pertalite dan pertamax masih jauh dari harga keekonomian.
Menurut Arifin, ketika harga minyak dunia melonjak di atas US$100-US$120 per barel, semestinya harga BBM RON 90 seperti Pertalite dan RON 92 seperti Pertamax rata-rata sudah di atas Rp30 ribu per liter.
Sebagai informasi, satuan barel yang digunakan untuk perdagangan minyak dunia hampir setara dengan 158 liter.
Mentri ESDM menyebut hingga saat ini pemerintah belum menaikkan harga dua jenis bahan bakar tersebut. Untuk pertalite, harga masih dipatok di Rp7.650 per liter.
Ia mengatakan harga tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan negara lain.
“Pertalite (RON 90) saja dijual Rp7.650, Pertamax (RON 92) kita jual Rp12.500. Makanya, kita perlu mengingatkan ke masyarakat agar menggunakan BBM seefisien mungkin,” katanya dalam keterangan yang dikeluarkan di Jakarta, Senin (27/6).
Arifin menjelaskan bahwa diperlukan efisiensi, karena semakin boros masyarakat menggunakan BBM akan berdampak pada pembengkakan alokasi subsidi.
Selain itu, ia menyebut perlu kehati-hatian dalam menggunakan bahan bakar sebagai antisipasi atas ancaman krisis energi yang belakangan melanda dunia.
“Kita harus antisipasi ini karena situasi krisis energi tidak bisa diramalkan selesai tahun ini atau lebih lama lagi,” ungkap Arifin.
Pembatasan konsumsi BBM
Terkait efisiensi yang disampaikan Menteri Arifin Tasrif, Kementerian ESDM memberlakukan pembatasan pembelian dua jenis BBM yaitu pertalite dan solar. Dengan kebijakan itu pemerintah menargetkan konsumsi akan turun 10 persen.
Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan pembatasan pembelian BBM jenis pertalite dan solar tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
“Kita bisalah mengejar efisiensi turun 10 persen, kurang lebih begitu supaya tepat sasaran,” ungkap Tutuka kepada media, Senin (20/6).
Ia mengatakan inti dari revisi perpres itu adalah meminta masyarakat mampu untuk tak membeli pertalite sebagai BBM penugasan. Begitu juga bagi pelaku industri yang dilarang untuk membeli solar bersubsidi.
“Intinya bagi yang beruntung itu membantu yang tidak beruntung, jangan justru memanfaatkan juga kondisi sekarang ini, satu itu untuk pertalite dan untuk solar juga jangan dipakai oleh yang tidak berhak,” jelas Tutuka.
Di dalam perpres tersebut tidak hanya BBM jenis Pertalite yang akan disempurnakan, satu lagi yang lebih krusial BBM jenis solar karena solar masih disubsidi meskipun subsidi per liter, tetapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan solar non subsidi.
Saat ini, harga solar bersubsidi hanya sebesar Rp5.100 per liter, sedangkan harga solar non subsidi mencapai Rp13 ribu per liter. [DES]