Ilustrasi: Beras Bulog/setkab.go.id

Kritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi terhadap Perum Bulog yang dianggap tak bisa menjual beras yang diserap dari petani ternyata terbentur soal aturan atau regulasi pemerintah.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) menjelaskan ada berbagai kendala yang dihadapi Bulog untuk menjual beras serapan tersebut.

“Sampai sekarang belum ada keputusan berapa pastinya (beras) yang harus dipasok Bulog, walau Pak Presiden sampaikan Bulog bisa serap tapi jual tidak bisa,” ungkap Buwas, sapaan akrabnya dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI, Senin (27/6).

Buwas menyebut beras yang diserap dari petani disebut sebagai cadangan beras pemerintah (CBP). Seluruh proses penyerapan dan penjualan CBP sendiri memiliki aturan cukup ketat.

Ia mencontohkan, Bulog sempat menandatangani kontrak ekspor beras ke Arab Saudi sebanyak 100 ribu ton selama satu tahun pada 2019 lalu. Namun, ujung-ujungnya CBP tak bisa dijual ke Arab Saudi karena terbentur regulasi.

“Kendalanya aturan lagi, regulasi. Bulog tidak bisa ekspor beras, itu ketentuan ada di Kementerian Perdagangan. Prinsip yang kami serap ini perintah dari negara menjadi CBP. Aturan digariskan ada ketentuan dan lain-lain,” jelas Buwas.

Kendala lain adalah kualitas CBP cepat turun akibat dari Bulog tak memiliki gudang khusus untuk menyimpan beras. Sejauh ini, beras disimpan di gudang Bulog bersama dengan bahan pangan lain, seperti kedelai.

“Gudang yang ada di Bulog secara umum gudang biasa. Kalau simpan model seperti ini kecenderungan cepat rusak iya,” kata Buwas.

Ia pun menjelaskan Bulog sulit menjual stok CBP karena pemerintah sudah menghapus program rastra. Saat program itu masih ada, beras Bulog terserap 2,6 juta ton setiap tahun.

“Sekarang program sudah tidak ada. Bulog simpan beras, tidak ada jaminan digunakan. Tapi ini beras penugasan dari negara,” ujar Buwas.

Oleh karena itu, ia mengusulkan ada perubahan regulasi terkait beras CBP. Hal itu agar beras tak cepat turun mutu dan akhirnya terbuang.

“Persoalan stok CBP ini tidak bisa digerakkan setiap saat kalau tidak ada perintah dari negara,” katanya.

Selain regulasi, Buwas juga mengeluhkan adnya utang negara sebesar Rp5,5 triliun kepada Bulog terkait pengadaan beras pemerintah.

Saat bersamaan Bulog juga memiliki utang ke perbankan untuk membeli beras dari petani. Masing-masing bank memberikan bunga komersial atau sesuai kondisi pasar kepada Bulog.

“Ini juga masalah, karena ini kan bunga. Ini terus berjalan sebelum pokok,” ucap Buwas.

Sebelumnya, Jokowi menyindir Bulog karena tak bisa menjual beras yang diserap dari petani.

“Jangan kayak Bulog, ambil dari petani banyak, tidak bisa jual,” ungkap Jokowi.

Hal itu membuat produk yang diserap dari petani menjadi busuk. Dengan demikian, kualitasnya menjadi turun. “Ini jangan seperti ini. Artinya harus ada rencana,” imbuh Jokowi.

Ia meminta kementerian/lembaga membuat mekanisme yang komprehensif di sektor pangan, mulai dari produksi hingga penjualan ke masyarakat. “Pastikan off taker siapa, yang beli siapa. Jadi petani bisa produksi terus dan yang beli ada,” pungkas Jokowi. [PAR]