Koran Sulindo – Wacana mengembalikan kewenangan pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) dinilai tidak tepat. Wacana demikian disebut hanya fatamorgana atau khayalan yang berharap bahwa pengawasan perbankan akan menjadi lebih baik.
“Masyarakat kita cepat lupa bahwa pengawasan perbankan dicabut dari BI dan diberikan kepada OJK karena kapabilitas BI memble. Ingat krisis tebesar kita pada 1997/98 sumbernya atau hulunya dari BI, kok sekarang (pengawasan) perbankan mau dipindah lagi?” tanya mantan Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis di Jakarta, Minggu (5/7).
Emir Moeis yang merupakan politikus senior PDI Perjuangan itu wajar mempertanyakan wacana tersebut. Pasalnya, pada era Emir Moeis undang undang OJK rampung dibahas. Bahkan pada zaman itu pula Dewan Komisioner (DK) OJK pertama kali terbentuk.
Bahkan pemilihan ketua DK OJK dilakukan secara musyawarah mufakat. Hasilnya kemudian terpilih Muliaman Hadad sebagai Ketua DK OJK periode pertama. Sementara 6 anggota DK OJK dipilih secara voting. Selanjutnya, DK OJK diberikan kewenangan membentuk struktur organisasi lembaga tersebut.
Emir mengatakan, setelah terbentuknya OJK pengawasan lembaga keuangan baik perbankan dan non-perbankan menjadi kewenangan lembaga tersebut. Sebagian orang BI kemudian ditarik ke OJK dan justru kini ikut mengawasi sektor perbankan tersebut.
“Kok sekarang mau dipindah lagi? Ini maksudnya apa? Yang penting adalah memperbaiki sistemnya secara terus-menerus,” tambah Emir Moeis.
Terlepas dari wacana tersebut, kata Emir, krisis keuangan yang terjadi ketika OJK sudah eksis tidak separah di zaman BI dulu. Bank sentral disebut punya satu kelemahan di samping memiliki pegawai yang berintegritas tinggi, pendidikan yang cukup baik dan nalar tinggi.
Akan tetapi, esprit de corps – kalau bukan arogansi – lembaga ini, kata Emir, terlalu tinggi. Arogansi sektoralnya tinggi. Ini penyakit dan masyarakat tidak boleh lupa itu.
Sebelumnya, muncul wacana untuk mengembalikan peran pengawasan perbankan ke BI. Wacana itu muncul karena adanya ketidakpuasan kinerja OJK selama pandemi Covid-19. Karena wacana itu memunculkan kekhawatiran dan ketegangan di sektor keuangan. [KRG]