Terpilihnya Robert Francis Prevost sebagai Paus pertama dari Amerika Serikat, dan yang kedua dari Benua Amerika, mengejutkan orang-orang di seluruh dunia. Berusia 69 tahun, mottonya adalah “In illo uno unum”, yang berarti “Dalam satu Kristus kita adalah satu”.
Orang-orang kepercayaan Prevost menggambarkannya sebagai orang yang pendiam, hampir pemalu, namun ia adalah pendengar yang sangat baik. Kariernya di Gereja telah ditandai oleh peran dan prestasi yang signifikan. Prinsip kepemimpinannya adalah gereja “tidak seharusnya menjadi pangeran kecil yang duduk di kerajaannya”.
Ia memilih nama Leo XIV karena ia ingin melayani atas nama kelas pekerja dengan melanjutkan warisan Paus Leo XIII, yang memperjuangkan hak-hak pekerja selama Revolusi Industri serta hak-hak kaum miskin dan terpinggirkan.
Paus Leo XIV dipandang sebagai seorang yang beraliran tengah dan secara luas dianggap progresif dalam beberapa isu.
Banyak orang berharap ia akan melanjutkan warisan Paus Fransiskus, terutama dalam hal inklusivitas pastoral, perhatian terhadap kaum miskin dan marjinal, dan melanjutkan reformasi struktural Gereja Katolik.
Berikut ini adalah pandangan Paus XIV terhadap isu-isu utama, mengutip dari The College of Cardinals Report.
1. Tidak Menahbiskan Diakon Perempuan
Selama Sinode tentang Sinodalitas pada bulan Oktober 2023, Paus Leo XIV menyatakan bahwa “mengklerikalisasikan perempuan”—yaitu, menahbiskan mereka pada peran pastor—tidak akan menyelesaikan masalah Gereja dan malah dapat menciptakan masalah baru.
2. Memberkati Pasangan Sesama Jenis?
Meskipun Paus Leo XIV menyatakan keberatan tentang “simpati terhadap kepercayaan dan praktik yang bertentangan dengan Injil”, ia kurang menunjukkan kejelasan tentang Fiducia supplicans, yaitu deklarasi tahun 2023 tentang doktrin Katolik yang mengizinkan pastor memberkati pasangan yang tidak menikah sesuai ajaran gereja, termasuk pasangan sesama jenis.
Time melaporkan bahwa selama 12 tahun masa kepausannya, Paus Fransiskus menggerakkan kaum liberal—baik Kristen maupun sekuler—dengan mendobrak aturan-aturan lama gereja. Ia mengatakan umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi dapat menerima komuni, dan ia mengizinkan para pastor memberkati pernikahan sesama jenis.
Ketidakjelasan Paus Leo XIV terkait Fiducia supplicans menekankan perlunya konferensi uskup nasional agar dapat memiliki kewenangan doktrinal untuk menafsirkan dan menerapkan arahan tersebut dalam konteks lokal mereka, mengingat perbedaan budaya.
Jadi, Paus Leo XIV tidak sepenuhnya mendukung atau menolak dokumen tersebut.
3. Mempromosikan “Gereja Sinodal”
Paus Leo XIV adalah pendukung kuat sinodalitas.
Ia digambarkan sebagai “pendukung vokal” penekanan Paus Fransiskus untuk menjadikan struktur Gereja lebih inklusif dan partisipatif, dengan melihat sinodalitas sebagai cara untuk mengatasi polarisasi dalam Gereja.
Paus Leo XIV menghubungkan sinodalitas dengan kebutuhan konsultasi dan keterlibatan kaum awam.
4. Berfokus Pada Perubahan Iklim
Paus Leo XIV secara terbuka menyuarakan perlunya tindakan segera terhadap perubahan iklim.
Ia baru-baru ini menekankan bahwa Gereja harus beralih “dari kata-kata ke tindakan”, memperingatkan tentang konsekuensi “berbahaya” dari pengembangan teknologi yang tidak terkendali dan menganjurkan hubungan timbal balik dan non-tirani dengan lingkungan.
Ia sangat sejalan dengan prioritas lingkungan Paus Fransiskus.
Selain pandangan terhadap isu-isu di atas, Paus Leo XIV belum menunjukkan kejelasan terkait topik-topik lain, seperti membuat selibasi pastor menjadi opsional, membatasi Vetus Ordo (Misa Latin Lama), perjanjian rahasia Vatikan-China, menilai ulang Humanea Vitae, komuni bagi yang bercerai dan yang “menikah lagi”, dan “Jalan Sinodal” Jerman. [BP]




