Koran Sulindo – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Serang melakukan aksi unjuk rasa di Kejaksaan Tinggu Banten.

Kedatangan mereka dengan tujuan mengingatkan dan mendorong Kejati Banten melakukan pengusutan secara tuntas terhadap sejumlah kasus dugaan korupsi yang di Provinsi Banten. Salah satunya, korupsi dana hibah pondok pesantren yang diduga melibatkan Wahidin Halim selaku Gubernur Banten.

Aspirasi dukungan penegakan hukum dan penuntasan korupsi tersebut, koordinator aksi Muhammad Galis Munajat mengatakan, pihaknya sangat mendukung apa yang sudah dilakukan oleh Kejati Banten dalam upaya membongkar dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Provinsi Banten.

“Kami meminta agar Kejati mengusut secara tuntas berbagai dugaan Tipikor yang sedang ditanganinya,” kata Galis kepada wartawan, Rabu (9/6).

Sementara, Galis juga meminta agar para koruptor yang menjadi tersangka segera diproses dan jika terbukti bersalah karena melakukan korupsi agar dihukum seberat-beratnya sesuai dengan tindakan yang dilakukannya.

“Dan hal itu tentu harus diungkap secara transparan oleh Kejati Banten agar masyarakat juga ikut terlibat dalam mengawal persoalan ini,” kata Galis.

Seperti dugaan korupsi bantuan dana hibah Ponpes yang juga sedang ditangani oleh Kejati, Galis meminta agar persoalan ini dilakukan penelusuran sampai ketemu dalang dan otak intelektualnya, sehingga tidak hanya para ulama dan kyai yang selalu diperiksa.

“Jangan sampai para kiayi dan ulama ini mendapatkan perlakuan kriminalisasi,” kata Galis.

Galis mengaku sangat kecewa dengan tindakan oknum tertentu atau para koruptor yang mengambil bantuan dana hibah Ponpes itu.

“Ini jelas perbuatan yang sangat tidak perpuji sekali,” kata Galis dalam orasinya.

Selain mahasiswa, sejumlah ulama terkemuka di Banten juga mendatangai kejaksaan Tinggi Banten untuk memberikan dukungan moril dalam penuntasan kasus dugaan korupsi dana hibah pondok pesantren di Banten.

Nama Wahidin Disebut!

Mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten Irfan Santoso juga menyeret nama Gubernur Banten Wahidin Halim ke pusaran kasus dana hibah pesantren itu saat diperiksa oleh jaksa.

Berdasarkan penggalan berkas acara pemeriksaan terhadap Irfan Santoso, disebutkan bahwa Wahidin pernah memanggil Irfan ke rumah Gubernur di Jalan Brigjen Syam’un, Serang pada Agustus 2019.

Dalam pertemuan dengan Wahidin itu dihadiri pula oleh Kepala Bappeda Muhtarom, Kepala Inspektorat Provinsi Banten Kusmayadi, serta Kepala Biro Pembangunan dan Administrasi Pembangunan Setda Banten Ahmad Syaukani.

Masih dalam pertemuan itu, Wahidin sempat menanyakan perkembangan pencairan dana hibah pesantren kepada Ahmad. Ahmad lantas menjawab bahwa dana hibah pesantren belum bisa dicairkan karena belum ada rekomendasi dari Irfan. Sebelum Irfan sempat menjelaskan terkait rekomendasi tersebut, Wahidin langsung menegurnya.

“Kamu dulu mau diperintah Bu Atut (mantan Gubernur Banten Atut Chosiyah) meskipun disuruh melakukan pemotongan dana dari penerima hibah. Kenapa tidak mau saya suruh untuk membantu para kiai melalui pondok pesantrennya dengan mempersulit, padahal itu ibadah,” kata Wahidin seperti diceritakan Irfan kepada para penyidik Kejati yang tertuang dalam BAP.

Setelah itu, Irfan menimpali bahwa dia belum bisa memproses pencairan dana hibah karena belum ada proposal yang masuk ke Biro Kesra hingga Agustus 2019. Sedangkan berdasarkan Pergub Nomor 10 Tahun 2019, batas akhir pengajuan proposal bantuan hibah pesantren untuk tahun 2020 mesti diajukan selambat-lambatnya pada Mei 2019.

“Selama sebelum saya berangkat haji (Agustus 2019), tidak ada proposal masuk,” kata Irfan seperti ditirukan pengacaranya, Alloy Ferdinand.

Atas permintaan Wahidin itulah, Irfan mengakali pencairan dana hibah dengan menggunakan data FSPP dan Kementerian Agama. Alhasil, tanpa ada proposal dari pondok pesantren sekalipun, dana hibah tetap dicairkan pada Mei-Juni 2020.

Sebelum ditransfer ke ribuan ponpes di seantero Banten, penyerahan dana hibah tersebut dilakukan secara simbolis oleh Wahidin kepada pemimpin Pondok Pesantren Al Mizan Anang Azhari pada 18 Februari 2020.

Hingga artikel ini ditayangkan, baik Ahmad Syaukani dan Muhtarom belum menjawab pesan maupun merespons panggilan telepon wartawan mengenai kesaksian Irfan. Sementara itu, Kusmayadi mengaku lupa apakah pernah ada pertemuan itu atau tidak.

“Waduh, sepertinya Bapak sudah lupa, ya,” tulis Kusmayadi melalui pesan singkatnya.

Perlu diketahui juga, Wahidin sebelumnya tidak membantah adanya pertemuan dengan Irfan. Wahidin mengatakan pertemuan bersama pejabat Pemprov itu merupakan sebuah hal lazim dalam pemerintahan.

Lagi pula, kata Wahidin, ihwal yang dibahas dalam pertemuan itu tidak hanya soal hibah pesantren. Tetapi ketika ditegaskan kembali apakah betul ada pertemuan itu, politikus Partai Demokrat ini kemudian membantah tidak pernah ada pertemuan.

“Pertanyaannya ke arah mana? JAWABANNYA TIDAK BETUL,” tegas Wahidin melalui pesan singkat pekan lalu kepada wartawan.

Hingga kini Kejati belum memanggil Wahidin untuk dimintai keterangan.

Sedangkan Irfan telah ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Sampai sekarang belum diketahui berapa nilai kerugian negara atas korupsi dana hibah pesantren ini. Sebab, belakangan kasus ini terus berkembang dengan dugaan adanya korupsi dana hibah pesantren yang dilakukan pada 2018. [Wis]