Divonis Bersalah dalam Kasus Kebakaran Hutan di Kalimantan Tengah, Presiden Diminta Batalkan Kasasi

Ilustrasi: Presiden Joko Widodo/setkab.go.id

Koran Sulindo – Lembaga-lembaga swadaya masyarakat meminta pemerintah menjalankan putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya yang menyatakan pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah pada 2015. Presiden Joko Widodo juga diharapkan membatalkan upaya kasasi terhadap putusan tersebut.

“Seharusnya pemerintah tidak mengajukan kasasi dan menerima putusan ini sebagai fakta bahwa pada 2015 penanganan kebakaran hutan dan lahan belum maksimal. Upaya kasasi bertolak belakang dengan keinginan warga yang menginginkan segera adanya perlindungan hutan dan masyarakat secara total dari bencana kebakaran hutan,” kata salah satu penggugat prinsipal dan Team Leader Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, di Jakarta, Minggu (26/8/2018), melalui rilis media.

Kebakaran hutan dan kabut asap yang terjadi setiap tahun dalam kurun 18 tahun di Kalteng mendorong Gerakan Anti Asap mengajukan upaya hukum yang diwakili 7 warga Palangkaraya menyampaikan gugatan warga negara (class action).

Gugatan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Palangkaraya dan kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Palangkaraya pada November 2017.

Namun Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung sehingga kepastian hukum atas hak warga untuk bebas dari kebakaran hutan dan asap masih terancam.

Baca juga: Divonis Bersalah dalam Kasus Kebakaran Hutan Kalimantan Tengah, Presiden Kasasi

Sementara Anggota pengacara warga, Riesqi Rahmadiansyah, mengatakan gugatan warga negara ini bukan upaya politis, namun murni untuk menuntut pemenuhan hak warga negara sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 2009, dan Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009.

“Pemerintah seharusnya tidak menunggu adanya gugatan warga negara ini, putusan pengadilan yang sudah ada menunjukan bahwa kewajiban konstitusional pemerintah sejak rezim yang lalu telah diabaikan,” kata Riesqi.

Raynaldo Sembiring dari Indonesia Center of Environment Law (ICEL) menilai putusan pengadilan menunjukkan bahwa masih banyak aspek tata kelola yang harus dibenahi oleh penyelenggara negara.

Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi, Khalisah Khalid, mengatakan hingga saat ini kebakaran hutan dan lahan masih terjadi di wilayah Kalimantan dan Sumatera, dan kabut asap yang menyelimuti Pontianak dalam beberapa minggu terakhir telah memaksa pemerintah daerah meliburkan sekolah di semua tingkatan.

Menurut Walhi, tindakan pemerintah tidak boleh lagi hanya sebatas sanksi administratif terhadap korporasi seperti selama ini. Sanksi tersebut tidak memberikan efek jera dan menyebabkan kejahatan lingkungan terus terulang.

“Supaya permasalahan ini terang benderang, sesuai perintah pengadilan, pemerintah harus membuka nama-nama perusahaan yang secara sengaja melakukan pembakaran serta mereka yang tidak menjaga lahannya dari kebakaran” kata Khalisah. [DAS]