Ilustrasi: Ratna Sarumpaet dan Fadli Zon/Akun Twitter Fadli Zon (@fadlizon)

Koran Sulindo – Sebanyak dua pimpinan dan dua anggota DPR dilaporkan sejumlah advokat yang tergabung dalam Koalisi Advokat Pengawal Konstitusi ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), menyusul terbongkarnya kebohongan Ratna Sarumpaet. Mereka adalah Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, dan Anggota Komisi I Fraksi Partai Gerindra Rachel Maryam Sayidina.

Saor Siagian, Juru Bicara Koalisi Advokat Pengawal Konstitusi mengatakan substansi pelaporannya adalah dugaan pelanggaran kode etik terkait penyebaran kabar bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet. Aktivis perempuan itu sudah mengakui bahwa dia telah berbohong soal penganiayaan dirinya. Padahal, nyatanya Ratna hanya melakukan operasi plastik.

Di sisi lain, para anggota dewan itu telah gegabah karena ikut menyebarkan pengakuan Ratna tanpa adanya konfirmasi dari sumber lain.

‎”Yang kami sesalkan adalah sebagai wakil ketua DPR, Fadli Zon dan Fahri Hamzah ini tidak bisa cermat menjaga perilakunya sebagai anggota Dewan,” kata Saor, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/10/2018).‎

Juru bicara lainnya, Sugeng Teguh Santosa, mengatakan, keempat anggota DPR tersebut diduga melanggar Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) serta Pasal 9 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik DPR RI. Kedua pasal tersebut intinya menyatakan anggota DPR harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR.

Selain itu, anggota DPR tidak diperkenankan berprasangka buruk atau bias terhadap seseorang atau suatu kelompok atas dasar alasan yang tidak relevan, baik dengan perkataan maupun tindakannya.

Sugeng menjelaskan, seharusnya dalam situasi saat Ratna menyampaikan kebohongan dan belum ada kejelasan, para anggota dewan ini merepons secara patut dan tak memperkeruh suasana. Mereka bertindak sebaliknya.

“Mereka justru tidak mengedukasi masyarakat. Apalagi mengaduk pikiran masyarakat dengan prasangka,” kata Sugeng. [CHA]