Di Bawah Bendera Perjuangan

Ilustrasi: Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berpidato dalam pembukaan acara HUT ke-46 PDI Perjuangan sekaligus Rakornas, di PRJ Kemayoran Jakarta, 10 Januari 2019/Dokumen PDI Perjuangan

PDI Perjuangan di ambang berturut-turut memenangkan Pemilu setelah berjaya 2014 lalu. Harus memenangkan hati rakyat.

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo menyetir mobil golf warna putih itu di jalan antar gedung di Jakarta International Expo, Kemayoran Jakarta, pelan-pelan saja. Ribuan, lebih 10 ribu orang, berbaju merah mulai mengerumuni mobil yang disopiri Presiden ke-7 Republik Indonesia dengan penumpang Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri itu. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan calon wakil presiden Ma’ruf Amin yang duduk di baris kedua ikut serta dalam keramaian itu. Jarak tempuh sekitar 100 meter dari tempat berangkat mobil itu ke gerbang Hall B gedung yang akrab disebut pekan raya Jakarta (PRJ) itu jadi terasa lebih lama.

Pada 10 Januari 2019 itu PDI Perjuangan merayakan ulang tahun yang ke-46; sekaligus menyelenggarakan rapat koordinasi nasional. Rakornas itu dijadwalkan ikuti sebanyak 13.100 peserta dari seluruh tingkatan struktur partai, mulai DPP, DPD, DPC, hingga PAC, dari seluruh Indonesia, kepala daerah, anggota legislatif, dan calon anggota legislatif.

Akhirnya rombongan sampai di kursi-kursi kehormatan di depan panggung. Megawati yang pertama berpidato di atas panggung, dan langsung menyenggol presiden. Ketua Umum PDI Perjuangan itu mengatakan tak ada tempat di Jakarta yang bisa menampung pengurus partainya hingga level anak ranting. Anak ranting adalah bagian partai setingkat RW.

“Saya bilang, Pak, tak ada lapangan yang bisa cukup menampung semuanya. Kalau sampai tingkat anak ranting, kalau dikali dua saja yang datang sudah sekitar 3 juta,” kata Megawati.

Ia menyinggung keinginan Presiden Jokowi sebelumnya.

“Tadi ketika saya bonceng dengan Pak Jokowi, beliau bertanya berapa ya Bu jumlah pesertanya? Saya jawab, menurut laporan, pengurus anak cabang, itu ada 6.000 ribuan. Pak Jokowi bilang jadi tidak dengan ranting dan anak ranting? Saya ketawa,” katanya.

Jokowi menimpali dalam pidato setelah itu.

“Tadi saat bersama dengan Ibu ketua umum saya sampaikan, ‘Bu sekali-sekali, kita undang 2 orang sampai ranting dan anak ranting’. Tapi setelah dihitung jumlahnya ternyata lebih 3 juta. Tempatnya di mana, itu yang belum ketemu,” kata Jokowi.

Presiden melanjutkan, PDI Perjuangan beruntung memiliki Megawati, figur yang berkeyakinan ideologi sangat kuat dan sosok yang mempunyai keyakinan politik luar biasa.

“Figur yang keyakinannya akan Pancasila, sangat, sangat, sangat, sangat kuat. Telah dan terus menginspirasi kita dan menginspirasi kekuatan kolektif kita, bangsa Indonesia,” kata Jokowi.

“Pemikiran, ucapan, dan tindakan Megawati selalu membekas dalam sanubari kader serta masyarakat Indonesia.

Keberaniannya, ketulusannya, konsistensinya selalu menjadi teladan bagi kita semuanya bagi kita semua seluruh kader PDIP.”

Jokowi juga mengajak seluruh komponen bangsa agar melanjutkan perjuangan para pahlawan dan pendiri republik.

“Kita semua harus optimis. Optimistis melangkah agar negara ini menjadi negara maju,” kata Jokowi.

Hari kedua perayaan HUT ke-46 itu diawali dengan dengan senam bersama. Ribuan kader PDI Perjuangan mengenakan seragam warna merah melakukan senam bersama dengan lagu “Maumere” dilanjutkan menari “Jokowi Sekali Lagi”. Flash mob itu dihadiri Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ketua DPP PDIP (nonaktif) Puan Maharani, politisi PDIP Aria Bima, Eva Sundari hingga caleg artis PDIP Tina Toon dan Krisdayanti.

Menurut Hasto, kegiatan senam itu dilaksanakan agar seluruh kader PDIP menjalani hidup sehat secara jasmani.

“Kader PDIP harus berpolitik dengan kegembiraan. Karena hari ini kita ingin sehat, ingin berpolitik dengan wajah kegembiraan,” kata Hasto di antara puluhan ribu kader berbaju merah.

Pada acara pentupan Rakornas, Megawati berpesan supaya seluruh kader terus berjuang, berpegang teguh menjaga dan membumikan empat pilar bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh gerak hidup bangsa Indonesia.

“Kedua, terus laksanakan otokritik, perbaikan ke dalam dan sempurnakanlah tugas utama partai di dalam menjaga kokohnya persatuan Indonesia,” kata Megawati.

Megawati menginstruksikan kadernya berjuang dengan penuh keyakinan tanpa kenal lelah dalam memenangkan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan Kiai Haji Ma’ruf Amin.

Keempat, Megawati berpesan agar kadernya menampilkan wajah politik yang dipenuhi kegembiraan dan penuh etika. “Kobarkan harapan rakyat untuk bangkit dan berdikari. Hadirkan politik yang santun, penuh etika dan budi pekerti,” katanya.

Terakhir, Megawati meminta kadernya tetap setia pada jalan hukum dan terus memperkuat budaya tertib hukum dalam rangka mewujudkan Pemilihan Umum yang demokratis.

“Pertahankan ideologi Pancasila, kompak agar menjadi solid, disiplin bangkitkan percaya diri dan kerja keras dengan turun ke bawah terus menerus. Waktu kita singkat, hanya 97 hari menuju pemilu. Bergeraklah. Partai ini harus menang dan Pak Jokowi harus terpilih lagi sebagai presiden,” kata Megawati.

Di Ambang Kemenangan

Menurut catatan presensi di meja resepsionis, hingga sekitar pukul 1 siang hari pertama Rakornas, sebanyak 8.617 kader PDI Perjuangan dari seluruh Indonesia hadir di Kemayoran. Suasana begitu riuh, bersemangat, dan yang jelas serba merah. Merah total ada di mana-mana di tempat penyelenggaraan acara, bahkan di jalan-jalan menuju Kemayoran.

Bendera merah bergambar Banteng bermoncong putih berkibar di penjuru Jakarta, hingga Bekasi dan Depok.

Suasana kemenangan terasa di setiap jengkal gedung PRJ. Apalagi ketika Megawati berpidato dan menyerukan yel-yel yang langsung disambut gegap-gempita para kadernya.

Bukan sesuatu yang aneh, sebenarnya, hari-hari ini, ketika pelaksanaan Pilpres dan Pileg tinggal seumur jagung lagi, dan survei-survei—hampir dari semua lembaga survei kredibel selalu menemukan PDI Perjuangan akan menang telak dalam Pemilu 2019 ini.

Pekan lalu, hanya sekadar contoh, Charta Politika menyatakan elektabilitas (tingkat keterpilihan) PDI Perjuangan dalam Pemilu April nanti mencapai 25,2 persen, jauh di atas partai politik peserta pemilu lainnya.

Partai Gerindra berada di urutan kedua dengan selisih 10 persen, hanya di angka 15,2 persen. Sedangkan elektabilitas Golkar sebesar 9 persen, PKB 8,1 persen, NasDem 5,3 persen, dan Demokrat 4,5 persen. Sementara 3 partai lama, Demokrat, PPP, dan PKS, stagnan di angka 4 persen.

“Ini menggambarkan bahwa parpol lama cenderung punya pemilih loyal, seperti PDIP, Golkar, PPP, dan PAN, mereka punya massa yang cukup loyal. Faktor figur ketua umum pengaruh ke pilihan partai,” kata Direktur Riset Charta Politika, Muslimin, pekan lalu.

Sepekan sebelumnya, survei Lembaga Riset Publik (LRP) menemukan PDI Perjuangan unggul telak dalam Pemilihan Umum 2019 nanti.

“Berdasarkan elektabilitas partai, PDIP paling banyak dipilih seandainya Pemilihan umum legislatif (Pileg) dilaksanakan saat ini. Dukungan PDIP mencapai 31,2 persen,” kata Manajer LRP, Arfan Maulana.

PDI Perjuangan adalah partai yang mengalami tren kenaikan paling besar selama Oktober hingga Desember 2018, yaitu sebesar 2,7 persen. Partai ‘wong cilik’ ini unggul hampir di semua wilayah di Indonesia, antara lain di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Papua, Maluku, Bali, NTT, dan NTB.Survei juga menemukan sebanyak 23,8 responden memilih PDI Perjuangan karena dianggap mewakili rakyat kecil.

Aroma kemenangan sudah di depan mata. Di antara memperoleh suara 25,2 persen di survei pertama di atas atau 31,2 persen di survei kedua, yang jelas angka itu sudah mengungguli pencapaian Partai Nasional Indonesia (PNI) yang memenangkan Pemilu 1955 dengan  22,1 persen suara.

PDI Perjuangan juga di ambang sejarah baru jika memenangkan pemilu nanti; menjadi partai satu-satunya menjadi partai pemenang pemilu dua kali berturut-turut pascareformasi. Setelah reformasi 1998, tak ada parpol yang bisa menang berturut-turut dalam 2 pemilu.

Pencapaian itu juga jauh di atas Pemilu Legislatif 2014 tatkala PDI Perjuangan memenangkannya dengan angka 18,95 persen.

Namun angka itu masih di bawah pencapaian pada Pemilu 1999, yang pertama setelah Reformasi, yang meraup 33,74 persen suara.

Pemilu 1999 ini laksana hantu bagi partai yang menambahkan kata ‘Perjuangan’ di belakang PDI setelah kejatuhan despot Soeharto setahun sebelumnya. Eforia lebih 30 tahun dalam kungkungan kekuasaan yang menamakan dirinya Orde Baru itu seolah terluapkan dalam pemilu demokratis pertama setelah 1955 itu.

Jumlah pemilih terdaftar pada pemilu 1999 tercatat sebanyak 118.158.778 orang, dan sebanyak 92,74 persen pemilih menggunakan hak pilihnya. Inilah Pemilu yang tertinggi partisipasi pemilihnya di masa reformasi hingga Pemilu 2014 lalu.

Hingga saat ini perolehan suara PDI Perjuangan yang sebanyak 33 persen lebih itu juga pencapaian terbesar partai politik dalam sejarah pemilu di tanah air. Partai bentukan Megawati itu jauh melampaui pencapaian partai bentukan ayahandanya, PNI.

Bisakah masa itu terulang lagi tahun ini, 20 tahun setelahnya? Atau skenario memprihatinkan Pemilu 2004 bisa terulang lagi?

Memenangkan Hati Rakyat

Megawati tahu benar menang telak pada Pemilu 1999 lalu terkapar pada pemilu 2004 adalah sakit hati yang susah dienyahkan. Hampir dalam setiap kesempatan Ketua Umum partai politik terpanjang masa pengabdiannya itu selalu mengingatkan kadernya agar eling. Selalu tetap solid.

“Jangan bertengkar karena remeh temeh. Jangan saling sikut. Singkirkan metode konflik. Enyahkan devide et impera. Jangan tebarkan benih perpecahan, hoaks, dan  kebencian,” katanya, di depan ribuan kader yang semua berbaju merah itu yang mendadak hening.

Suara Megawati sedikit meninggi dan ada nada-nada seolah menahan tangis di sana.

Jika pecah berarti PDI Perjuangan sudah kalah sejak awal dalam perpolitikan.

“Jika solid, kita sudah menang setengah pertempuran politik, setengahnya lagi tugas kerja turun ke bawah, peluk rakyat, menangkan hati rakyat, berpolitik dengan gembira. Sampaikan kabar yang mampu memompa semangat untuk mengabdi pada kepentingan nasional,” katanya.

Seluruh kader bertepuk tangan dan bertempik sorak.

Megawati jelas juga menyinggung Pemilu 1999, saat PDI oleh pemerintah kala itu tak boleh ikut dalam Pemilu jika tak mengubah nama.

“Waktu itu ada yang mengatakan perjuangan, perjuangan. Waktu mendaftarkan nama itulah kenapa menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan disahkan 1 Februari 1999, waktu saat kongres kelima. Itulah salah satu perjalanan luar biasa dari PDI ke PDI Perjuangan. Sejarah tersebut selalu saya sampaikan. Agar partai ini memiliki ingatan kolektif, dan komitmen tuntaskan tugas sejarah,” katanya.

Megawati tahu benar apa-apa ingatan kolektif partai  yang berakar dari fusi beberpa partai atas tekanan Orde Soeharto itu. Pada 1986 ia mulai melangkahkan kaki ke dunia politik ketika kekuasaan itu sedang kuat-kuatnya. Salah satunya berkat rayuan Sabam Sirait dan Ketua Umum PDI saat itu Soeryadi.

Ia langsung menjadi Wakil Ketua PDI Cabang Jakarta Pusat dan melesat menjadi anggota DPR RI hanya dalam waktu setahun.

“Tahun 1986, saya kampanye di lapangan depan Masjid Agung Demak Jateng. Waktu itu saya berdiri di atas panggung setinggi 3 meter. Tapi massanya hanya 50 orang. Waktu itu masih Partai Demokrasi Indonesia. Belum perjuangan,” kata Megawati, dalam Apel Siaga ‘Tetep’ Setia Megawati-Setia NKRI, di Lapangan Manahan Solo, Mei 2018.

Ilustrasi: Suasana Apel Siaga ‘Tetap Setia Megawati-Setia NKRI, di Lapangan Manahan Solo, Mei 2018/Antarafoto

Sore itu lapangan di pusat kota tua itu luber oleh lebih 70 ribu orang kader banteng yang memerahkan stadion sepakbola itu. Mereka datang dari 34 kota/kabupaten se-Jateng.

Dari atas panggung Megawati terus berbicara melalui pengeras suara menyeru seluruh ‘Banteng’ keluar.

“Saya minta, yang di belakang jendela, di belakang pintu, untuk keluar. Saya tungguin muncullah perlahan seribu orang, dua ribu, tiga ribu, sampai sore itu akhirnya mencapai sepuluh ribu orang, semua merah,” katanya.

Perolehan suara PDI di Jateng pada Pemilu 1987 waktu itu kemudian meroket tajam.

“Saya menangis, ternyata masih banyak warga Jateng yang ingin perubahan bersama dengan PDI waktu itu,” kata Megawati, dalam acara yang disiarkan langsung oleh salah satu televisi swasta itu.

Kini setelah 33 tahun berlalu, ‘Peristiwa Demak’ itu bisa dijadikan dan diingat-ingatkan sebagai salah satu memori kolektif PDI Perjuangan.

Seperti selalu diulang-ulang Megawati dalam banyak acara partai, kata kuncinya adalah selalu dekati rakyat, bermanfaat bagi rakyat. Tanpa rakyat, PDI Perjuangan  bukan siapa-siapa, bukan apa-apa.

Seperti selalu diulang-ulang Megawati dalam pidato-pidatonya, kader PDI Perjuangan harus tetap memperjuangkan rakyat, terus memenangkan hati rakyat. Kemenangan partai harus menjadi kemenangan rakyat.

“Partai ini membutuhkan rakyat. Rakyat adalah cakrawati dan tujuan perjuangan PDIP,” kata Megawati.

Berbagai survei dari beragam lembaga survei telah menorehkan hitungan PDI Perjuangan akan memenangkan Pemilu tahun ini.

Partai ini harus meminta rakyat yang di belakang jendela, yang di belakang pintu, untuk keluar pada 17 April nanti, berbaris di bawah bendera perjuangan. Agar Megawati menangis seperti 33 tahun lalu di Demak. [Didit Sidarta]