Dewan Pers Memberi Jurus untuk Tangkal Hoax

Yosep Adi Prasetyo. Foto: Yudha

Koran Sulindo – Media sosial yang sering memunculkan informasi tidak benar atau hoax. Media arus utama (mainstream) pun suka menggunakan informasi tersebut untuk dijadikan berita. Padahal, dalam pandangan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, hoax menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Cara kita mengatasi hoax adalah, pertama, mengembalikan marwah jurnalisme. Kepada siapa? Kepada teman-teman wartawanlah. Kembali kepada kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Nomor 40,” kata Yosep setelah acara diskusi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (5/4).

Ia mengingatkan,  wartawan agar berhati-hati menggunakan sumber media sosial, jangan langsung diberitakan tanpa proses verifikasi. “Jangan diberitakan, anggap saja informasi. Potongan-potongan informasi itu harus bisa dikaji dengan proses yang pertama: verifikasi kepada sumber-sumber yang diberitakan,” tuturnya.

Contohnya, lanjut Yosep, apa yang terjadi saat peristiwa Bom Thamrin pada Januari 2016 lalu. Ada stasiun televisi lewat running text dan juga kemudian ada media cetak yang memberitakan adanya teroris yang berhasil lolos menggunakan sepeda motor trail lari dari arah Bundaran Semanggi menuju kawasan Palmerah. “Kami beri teguran. Kami juga bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia karena ada media penyiaran. Jadi, jangan sampai wartawan hanya gunakan media sosial sebagai bahan informasi,” ujar Yosep..

Dalam kesempatan itu, Yosep juga meminta kepada media arus utama untuk kembali kepada fungsinya sebagai pelayan publik. Jangan sampai media massa melayani kepentingan pemilik yang merupakan orang partai partai.

“Media-media mainstream itu harus kembali kepada fungsinya untuk melayani publik. Newsroom itu tempat sakral untuk teman-teman wartawan . Tolong jaga newsroom ini supaya betul-betul tetap independen. Jaga netralitas,” ujarnya.

Tentunya, pihak media juga bisa memberi imbauan yang sama kepada Dewan Pers, agar tetap menjadi penjaga pelayan publik, bukan menjadi penjaga penguasa seperti Departemen Penerangan di zaman Orde Baru. Namanya juga Dewan Pers, bukan Dewan Penguasa, Iya, toh? [YMA/PUR]