Koran Sulindo – Selain belum maksimal dalam melaksanakan program kontra radikalisme. Program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dianggap masih lemah.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Peneliti Lembaga Kajian Terorisme dan Konflik Sosial UI, Solahudin dalam diskusi bertema “Pemberantasan Terorisme”, di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/5).
“BNPT masih lemah dalam deradikalisasi dan kontra radikalisme,” kata dia.
Penyebabnya, BNPT tidak memiliki program penekanan kepada para napi terorisme yang tidak mau ikut program pembinaan, di lembaga pemasyarakatan.
Seharusnya, agar program deradikalisasi dapat berjalan sesuai harapan, maka penting bagi BNPT melakukan program ‘intervensi’.
Untuk itu, dirinya berharap masyarakat bisa membantu BNPT, dalam melaksanakan deradikalisasi dan kontra radikalisme. Sebab, kata dia, BNPT akan menghadapi tantangan para napi terorisme yang tidak ingin ikut program pembinaan.
Dia juga meminta agar BNPT difokuskan saja ke napi terorisme atau keluarga napi terorisme. “Karena kedepan dia (BNPT) akan menghadapi situasi, suka atau tidak suka terlibat orang yang radikal. Menurut saya, penting membantu BNPT,” kata dia.
Sementara itu, di tempat yang sama, bekas Kepala BNPT, Ansyaad Mbai meminta agar ulama atau mubaligh ikut terlibat dalam memberantas juga mencegah perkembangan terorisme di Indonesia.
Ulama atau mubaligh, diharap dapat melakukan counter terhadap cara-cara teroris memprovokator dan menggunakan mekanisme mencuci otak, dengan dalih agama.
“Seharusnya para ulama bisa bangkit bekerja sama dengan pemerintah dan Polri, TNI, serta intelijen untuk melawan mereka,” kata Mbai.
Dirinya menyampaikan, saat memimpin BNPT, dia sudah meminta ulama terlibat dalam ‘memotong’ aksi terorisme. Namun, kata dia, pelibatan ulama belum terorganisir dengan baik, hanya perorangan.
Selain itu, ia menyarankan negara tak hanya menyerahkan urusan pemberantasan terorisme kepada TNI-Polri saja, tetapi kepada seluruh elemen masyarakat.
“Mau operasi gabungan untuk melawan teroris sekarang baiknya semua unsur gabungan dari Kementerian Agama, dari ormas-ormas mainstream seperti NU, Muhammadiyah dan ormas lain dilibatkan. Kemudian para dai dan mubalig,” kata Mbai.
Sebelumnya, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius mengatakan program deradikalisasi terhadap napi teroris berhasil 100 persen. Program itu juga dilakukan terhadap mantan napi teroris.
“Kalau yang sudah deradikalisasi 100 persen. Yang kita kasih program deradikalisasi itu adalah orang-orang yang berstatus narapidana dan mantan narapidana beserta keluarganya,” kata Suhardi pekan lalu.
Ia menambahkan, sejak 2012, BNPT sudah menerapkan program deradikaliasi untuk sekitar 800 orang.
Dari jumlah itu, 325 orang mantan narapidana kasus terorisme dan sisanya adalah keluarga mereka. “Alhamdulilah bagus. Mereka ini termasuk yang mengecam kejadian-kejadian kemarin ini,” kata dia.
Namun demikian, Suhardi mengaku, masih terdapat 300 narapidana dan mantan narapidana kasus terorisme yang belum dimasukkan ke program deradikalisasi.
Mereka belum masuk program semata-mata karena atas teknis seperti terlebih dahulu keluar dari penjara sebelum program deradikalisasi dimulai.
Suhardi memastikan mantan narapidana terorisme yang belum mengikuti program deradikalisasi berada di dalam pantauan aparat kepolisian.
“300 orang yang belum program deradikalisasi, yang mengulangi perbuatannya kembali itu hanya tiga orang,” kata Suhardi.
Ketiga orang residivis kasus terorisme adalah pelaku di tindak pidana terorisme di Cicendoh, Thamrin dan Samarinda.
“Dan yang sudah ikut program deradikalisasi tadi, tidak satu pun yang mengulangi lagi perbuatannya,” lanjut dia.
Ia menambahkan, sedikitnya 128 mantan narapidana terorisme yang sudah ikut program deradikalisasi bahkan merelakan dirinya menjadi duta penyebaran paham-paham antiterorisme dan antiradikalimse.(TGU)