Dari Mana Manusia Indonesia Berasal?

Ilustrasi: Suku Mentawai di Sumatera/New York Times

Koran Sulindo – Dalam masyarakat Indonesia sering ada dikotomi antara pribumi dan pendatang. Pribumi berarti penghuni asli. Pendatang bukan penghuni asli. Dalam sejarah Indonesia modern, dikotomi ini sering menciptakan ketegangan antarkelompok dan rasisme dalam masyarakat.

Padahal, menurut penelitian genom manusia, semua orang Indonesia adalah pendatang. Genetika manusia Indonesia adalah hasil pencampuran genetika nenek moyang keturunan manusia modern (Homo sapiens) yang berkelana dari Afrika dan datang secara bergelombang dalam kurun waktu puluhan ribu tahun dengan rute yang berbeda-beda sampai ke wilayah nusantara.

Saya mempelajari keragaman genetika manusia Indonesia. Penelitian saya, bekerja sama dengan ilmuwan dari ranah antropologi, arkeologi, budaya, bahasa dan teknik informatika, berupaya merekonstruksi sejarah hunian kepulauan nusantara. Singkatnya, saya mencoba mencari tahu siapa sesungguhnya leluhur kita dari penelusuran genetik.

Menelusuri Migrasi lewat Genetika

Ada tiga penanda genetik yang dapat digunakan untuk mempelajari migrasi manusia.

Pertama, kromosom Y, yaitu struktur protein dan asam nukleat dalam sel sperma. Kromosom Y menurunkan DNA dari ayah ke anak-anaknya.

Kedua, materi genetik dalam mitokondria, disebut juga DNA mitrokondria, yang diturunkan ibu ke seluruh anak-anaknya. Mitokondria adalah struktur di dalam sel yang mengubah asupan makanan menjadi energi yang dapat digunakan oleh tubuh.

Para peneliti genom manusia mengelompokkan manusia yang memiliki kesamaan baik dalam kromosom Y atau DNA mitokondria ke dalam populasi-populasi genetik dan menyebutnya haplogroup yang merupakan motif spesifik di kedua DNA tersebut.

Penanda genetik ketiga adalah DNA autosom yang diturunkan secara parental dari kedua orang tua.

Saya dan rekan-rekan peneliti di Lembaga Eijkman mengumpulkan dan menganalisis kurang lebih 6.000 sampel DNA dari beberapa lokasi di Indonesia untuk melihat haplogroup dari manusia Indonesia. Lebih dari 3700 individu dari 35 etnis diuji DNA mitokondria-nya, hampir 3000 juga diuji untuk kromosom Y.

Ragam Populasi Genetik Manusia Indonesia

Dengan menggunakan DNA mitokondria, kami menemukan di Indonesia bagian barat ada haplogroup M, F, Y2, dan B. Haplogrup ini sebagian besar penutur bahasa Austronesia, yang dituturkan di Asia Tenggara, Madagaskar, dan Kepulauan di Pasifik.

Sementara di Indonesia bagian timur kami temukan kelompok haplogroup Q dan P. Dua kelompok haplogrup terakhir unik dimiliki oleh orang-orang Papua dan Nusa Tenggara saja. Haplogroup Q dan P merupakan penutur bahasa non-Austronesia.

Yang menarik adalah Mentawai dan Nias, haplogrup-nya mengelompok sendiri dengan suku asli Formosa, penutur bahasa Austronesia yang mengembara ke arah selatan sekitar 5.000 tahun yang lalu.

Datang bergelombang

Dengan menggabungkan penelitian genetika dengan pengetahuan arkeologi dan linguistik, kita bisa mengetahui bahwa nenek moyang kita datang secara bergelombang.

Sejarah pengembaraan nenek moyang kita dimulai 72.000 tahun yang lalu, ketika sekelompok Homo sapiens atau manusia modern dari benua Afrika berpindah ke bagian selatan semenanjung Arab menuju India.

Gelombang pertama keturunan kelompok ini sampai di daerah yang sekarang menjadi Kepulauan Nusantara sekitar 50.000 tahun yang lalu. Pada waktu itu Paparan Sunda atau Sundaland, yang sekarang adalah Kalimantan, Sumatra, Semenanjung Malaya, dan Jawa masih bersatu. Keturunan kelompok ini terus mengembara hingga Australia.

Indikasi bahwa kepulauan kita telah dihuni manusia modern pada saat itu dapat dilihat dari penemuan arkeologi. Di Sarawak, wilayah Malaysia di Pulau Kalimantan, ditemukan rangka yang berumur sekitar 34.000 hingga 46.000 tahun.

Dan di tembok gua-gua di Maros, Sulawesi Selatan, ada gambar-gambar pra-sejarah di tembok gua di Maros, yang berumur sekitar 40.000 tahun.

Migrasi yang kedua datang dari Asia Daratan, wilayah yang sekarang menjadi Vietnam sekitar 30.000 tahun yang lalu. Migrasi ketiga adalah kedatangan penutur berbahasa Astronesia dari Formosa sekitar 5.000-6.000 tahun yang lalu.

Terakhir adalah penyebaran agama Hindu serta berdirinya kerajaan India, antara abad ketiga sampai ketiga belas. Kejadian ini menghasilkan berbagai haplogrup yang berasal dari Asia selatan dan kini bisa ditemukan dalam frekuensi rendah di Bali, Jawa, Borneo, dan Sumatra. Selain itu juga terjadi penyebaran agama Islam dari Arabia dan ditemukannya haplogrup O-M7 yang merupakan marka Tiongkok.

Mengapa Menelusuri Asal Usul Leluhur Penting?

Sebelum penelitian yang kami lakukan ini tidak ada data mengenai genetika manusia Indonesia dalam penelitian mengenai genom manusia di dunia. Para peneliti dunia memiliki data pengembaraan manusia sampai di Asia daratan saja dari kajian genetik, tetapi kemudian meloncat ke Australia karena sama sekali tidak ada data dari Indonesia yang mendukung.

Dengan mengumpulkan dan menganalisis data genetika manusia Indonesia kita bisa mengisi kekosongan data pengembaraan manusia antara daratan Asia dengan Pasifik.

Genetika manusia Indonesia adalah percampuran dari berbagai kelompok manusia. Penelitian kami menunjukkan adanya pembauran. Data genetik yang kami temukan menunjukkan bahwa Kepulauan Nusantara pernah menjadi pusat peradaban.

Banyak orang menanyakan kegunaan penelitian keanekaragaman manusia Indonesia ini. Penelitian telah memberikan informasi mendasar tentang mutasi terkait penyakit yang spesifik etnis seperti pada penyakit genetika darah talasemia. Talasemia merupakan penyakit genetika utama di Indonesia.

Dengan memiliki data mutasi tersebut maka diagnosis yang dibuat dapat ditargetkan pada mutasi terbanyak yang ada pada etnis tertentu. Hal ini jelas akan memudahkan penanganan penyakit, meringankan pasien dan meningkatkan pelayanan.

Penelitian genetika yang memperlihatkan struktur populasi Indonesia, ternyata sesuai juga dengan hasil penelitian soal patogen manusia seperti Hepatitis B dan C serta dengue. Jadi penelitian genetika membantu dalam menangani penyakit secara tepat.

Mengenai DNA autosom? Ini akan memberikan gambaran faktor prediksi terhadap terjadinya penyakit tertentu. Bukankah mencegah penyakit lebih baik daripada mengobati setelah jatuh sakit. [Herawati Sudoyo, Deputy for Fundamental Research of Eijkman Institute., Eijkman Institute for Molecular Biology].

Tulisan ini disalin dari The Conversation Indonesia, dari tulisan berjudul sama, di bawah lisensi Creative Commons.