Dampak Corona Lebih Kompleks daripada Krisis Ekonomi 2008

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/kemenkeu.go.id

Koran Sulindo – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan dampak wabah Virus Corona ke perekonomian dunia lebih kompleks daripada krisis ekonomi pada 2008. Wabah Virus Corona jenis baru yang dinamai Covid-19 ini menimbulkan tekanan langsung terhadap individu masyarakat, bukan melalui sektor keuangan karena bangkrutnya bank investasi Lehman Brothers di Amerika Serikat pada 2008.

“Lebih rumit ini (Corona). Karena ini menyangkut manusia, merasa dia harus memberikan ketenangan dulu apa yang disebut dengan ancaman atau risiko terhadap mereka. Karena ini menyangkut diri langsung pada ancaman mereka, keselamatan, kesehatan, sampai pada kemungkinan terancam meninggal dunia, itu yang jauh dampaknya lebih langsung,” kata Sri Mulyani, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Tekanan langsung terhadap individu itu membuat kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat lainnya terhambat, seperti sekolah yang diliburkan hingga pabrik ditutup. Lebih lanjut hal ini menimbulkan tertundanya kegiatan masyarakat, termasuk produksi.

Sewaktu tekanan ekonomi global di 2008, dampak yang terjadi dalam jangka pendek adalah dampak akibat transmisi di industri keuangan. Memang pada 2008, krisis akibat bangkrutnya Lehman Brothers menimbulkan dampak rambatan seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawai dan penutupan korporasi.

“Tapi kalau ini (Corona) langsung ke orang yang sakit, jadi naturenya lebih dalam karena masyarakat tiba-tiba menjadi ‘setengah lumpuh’-lah,” katanya.

Ketika tekanan pada 2008 terjadi, efek rambatan dalam jangka pendek hanya menyentuh lembaga jasa keuangan. Sementara, dampak yang timbul karena Virus Corona adalah dampak riil yang menghambat kegiatan masyarakat, termasuk roda perekonomian.

“Sekarang mungkin langsung mengena pada sektor riilnya. Karena menyangkut masalah orang yang tidak berani melakukan mobilitas, tidak melalukan kegiatan, itu pengaruhi sektor riil, investasi, manufaktur,” ujarnya.

Saat ini pemerintah Indonesia fokus mengeluarkan kebijakan untuk membendung dampak Virus Corona ke sektor riil ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun pasokan.

“Hal itu entah melalui berbagai relaksasi dan juga dari sisi permintaan supaya masyarakat, yang pertama, jangan merasa ketakutan yang membuat mereka tidak melakukan kegiatan apa-apa. Tapi risiko penyakit ini kan harus dibobot bener. Jadi kita juga dalam rekomendasinya tergantung dari persebaran itu,” kata Menkeu.

Merumuskan Kembali Kebijakan Fiskal

Sebelumnya, Menkeu mengatakan instrumen fiskal akan memainkan peran memitigasi atau mencegah dampak negatifnya baik di sektor produksi maupun konsumsi. Risiko yang sudah terdeteksi saat ini antara lain terhambatnya proses produksi di sektor elektronik dan otomotif dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) karena adanya karantina dan pelarangan penerbangan.

“Langkah yang telah kami keluarkan kemarin lebih untuk merespons dropnya turisme hingga 2 juta turis dari Cina tapi sekarang kalau kita lihat merembet pada sektor produksi maka kita perlu formulasikan. Beberapa opsi kebijkan sudah kami kaji dan pasti kita umumkan segera,” kata Menkeu, seusai rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko) PMK Muhadjir Effendy, Rabu (4/3/2020).

Presiden menginstruksikan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya disrupsi dari sisi produksi atau sisi supply. Kemenkeu akan melakukan rileksasi di sektor perdagangan arus impor barang serta mendiagnosa industri manufaktur yang terdampak.

Kemenkeu terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika secara global bank sentral dunia telah menurunkan suku bunga, BI pun melakukan hal yang sama. Sedangkan dari sisi OJK, rileksasi kolektabilitas dilakukan dengan tidak langsung menghukum bank yang mengalami kenaikan Non Performing Loan (NPL).

“Sekarang kita terus membaca dan meneliti serta mendengar feedback dari dunia usaha. Jadi, kita betul-betul memperkirakan akan seperti apa situasi 2-3 bulan ke depan menjelang puasa dan Lebaran. Kita memiliki fokus dampak negatif corona dan persiapan lebaran agar seminimal mungkin,” kata Sri.

Insentif

Pemerintah terus mencermati dampak Virus Corona ke ekonomi domestik. Selain insentif ke pariwisata, pemerintah juga menyiapkan insentif ke industri manufaktur dii dalam paket stimulus tahap dua.

“Pemerintah sangat terbuka dalam hal ini. Makanya respons pertama fokusnya pertama yang langsung berhubungan dengan pariwisata, seperti hotel, restoran, maskapai. Tapi sekarang kita lihat lebih luas kepada sektor manufaktur. Jadi ini bentuk pemihakan, bantuan, insentif harus dimodifikasi berdasarkan kebutuhan. Kami sedang hitung dan rancang ini, kalau sudah matang kita akan laporkan dan akan dibahas di kabinet,” kata Menkeu.

Kemenkeu sedang mengkaji efektivitas dan waktu pemberlakuan insentif pariwisata yang akan disesuaikan dengan perkembangan wabah Virus Corona baru atau COVID-19 di Indonesia.

“Enggak (ditunda) kita lihat efektivitas saja. Kalau waktu kan lihat kebutuhan itu,” kata Sri Mulyani, di Kantor OJK, Jakarta, Kamis (4/3/2020).

Insentif pariwisata tersebut bersifat fleksibel sehingga nantinya ada beberapa insentif yang ditunda jika tidak efektif dan sesuai dengan situasi wabah Virus Corona di Indonesia.

Insentif berupa penghilangan pajak hotel dan restoran di 10 destinasi wisata akan tetap dilakukan, yang persiapannya sedang dalam pembahasan bersama Kementerian Dalam Negeri serta pemerintah daerah.

Sedangkan pemberian diskon tiket pesawat juga tetap dilakukan, namun masih dibahas kembali bersama kementerian terkait sekaligus pihak maskapai untuk melihat waktu yang tepat dalam pemberlakuannya.

“Untuk tarif diskon lainnya juga kita lihat sesuai persiapan. Kita bicara untuk masalah diskon dengan Kemenhub, Kemenpar, dan airlines jadi tetap dilakukan,” kata Menkeu. [RED]