Ilustrasi/Xinhua

Koran Sulindo – Tak ada yang merayakan 200 tahun hari kelahiran Karl Marx hari-hari ini semegah Republik Rakyat Cina.

Pada 4 Mei kemarin, Presiden Xi Jinping berpidato di Gedung Besar (Great Hall) di Beijing, berisi semacam obituari mengenang penulis buku (bersama Friedrich Engels) ‘Communist Manifesto’ pada 1848 itu, dan memujanya sebagai, ”Pemikir Terbesar dalam Sejarah Manusia”, dan menunjukkan kepercayaan teguh China pada kebenaran ilmiah Marxisme.

Di dalam gedung itu sebuah potret raksasa Marx terpampang di dinding belakang tempat para pemimpin PKC duduk. Terlihat di antara mereka Li Keqiang, Li Zhanshu, Wang Yang, Zhao Leji, Han Zheng, dan Wang Qishan. Wang Huning tak terlihat.

Sebanyak 3.000 kamerad hadir di acara itu.

Di dinding seberangnya, sebuah spanduk besar terpapampang. Bertuliskan, “Maju bersama di sekitar Komite Sentral Partai dengan Kamerad Xi Jinping sebagai inti, bangkit dan mengembangkan Marxisme dan menyongsong keberhasilan besar sosialisme dengan karakter China menuju era baru.”

“Marxisme tetap selalu menjadi pemandu bagi China dan Partai Komunis. Marxisme adalah senjata paling kuat untuk memahami dunia, menegakkan hukum, mencari kebenaran, dan mengubah dunia,” kata Jinping, seperti dikutip xinhua.net.

Hari ini, 5 Mei, sebuah patung raksasa terbuat dari perunggu diresmikan, Minggu lalu Jinping memerintahkan koleganya mempelajari terus manuskrip Manifesto Komunisme Marx.

Patung Marx/EPA

Lalu awal minggu lalu, Sekjen Komite Sentral Partai Komunis China sekaligus Ketua Komisi Sentral Militer itu, mengunjungi Universitas Peking yang menghelat forum bagi peneliti pemikiran filsuf politik asal Jerman itu, dari seluruh dunia. Di acara itu Jinping berterimakasih atas peran Marx mempromosikan teori sayap kiri (left wing).

Hari-hari ini seluruh media massa milik pemerintah penuh tulisan pujian pada Marx dan stasiun televisi pemerintah menyiarkan 5 episode film pendidikan bertajuk, “Marx memang Benar”.

Keputusan Partai Komunis China bertahan dengan teori politik Karl Marx masih sepenuhnya benar,” kata Jinping, di Beijing, Sabtu (5/5/2018), seperti dikutip reuters.com.

Era Baru

Sejak berkuasa pada 2012, Xi kini dinilai sebagai pemimpin China paling kuat sejak Mao Zedong.

Namun di China terkini, negara terbesar yang masih mengidentifikasi diri sebagai negara sosialis, Jinping nampaknya berbicara dengan retorika tersembunyi.

Cina terkini menunjukkan diri sebagai masyarakat kapitalis modern; dengan konsumsi berlebihan dan jurang lebar ketimpangan antara elit dengan kaum miskin.

Kontradiksi antara retorika partai dan kenyataan sosial itu membuat kesimpulan Partai Komunis China tak lagi mengindahkan Marxisme masuk akal. Dan China tak lagi menganut komunisme.

Sejak 1970-an, China sudah tak mengindahkan pandangan perjuangan kelas Marx dan kemungkinan revolusi kaum buruh. China melakukan beberapa tahap reformasi berorientasi pasar dan kini menjadi kekuatan ekonomi nomor 2 di dunia, kalau bukan yang paling wahid.

China kini adalah panggung termegah bagi masyarakat kapitalis, dengan properti begitu mahal, dengan produksi berlimpah hingga menjual murah kelebihannya ke negara-negara lain.

Ironisnya, China termasuk parah dalam membela hak-hak kaum buruh. Mogok buruh berlangsung begitu sering terutama dengan tuntutan upah yang terlalu murah. Belum lagi kondisi kerja yang tak layak, juga kondisi tempat sehari-hari kaum buruh.

Peubahan propaganda China tentang Marx hari-hari ini bisa dibaca secara terbalik.

“Jika rakyat China benar-benar mempelajari konsep Marxisme, maka makin jelas apa yang dilakukan China tak ada hubungannya dengan Marxisme,” kata Sean Kenji Starrs, pengajar di City University of Hong Kong, seperti dikutip South China Morning Post.

Perayaan Marx di China ini bukan soal Marxisme, tapi soal model politik sendiri China. Sejak berkuasa 6 tahun lalu, Jinping berulang-ulang meminta rakyat percaya teguh pada jalan yang dipilih China, dikenal sebagai “Empat Percaya” dalam arah, teori, sistem, dan kebudayaan; dan bersamaan dengan itu memperketat kontrol Partai Komunis ke rakyat.

Retorika model China terus dibangkitkan sejak resesi global 2008 lalu.

Paling baru, Jinping menawarkan sistem politik “sosialisme dengan karakter China” itu bisa menjadi model bagi dunia. Dalam forum Davos belum lama ini, media pemerintah menyatakan dunia harus memilih visi Jinping dengan kebijakan Donald Trump.

Di antara itu Marx hanya menjadi bendera pembeda. [DAS]