Presiden Joko Widodo ketika mengunjungi Korsel pada Mei 2016/setkab.go.id

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia tidak hanya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tapi merupakan kepulauan yang membentang di sepanjang khatulistiwa, sehingga benar-benar surga pulau tropis.

Mendiami surga pulau tropis ini, dengan orang-orang yang termasuk dalam salah satu yang paling bersahabat, paling ramah, paling baik hati di dunia, Presiden Jokowi meyakini Indonesia adalah “The True Taeyang-Ui Huye”, keturunan matahari sejati.

Jokowi lalu merayu pengusaha Korea Selatan untuk terus meningkatkan investasinya di tanah air, yang disebutnya sebagai negara yang sangat besar, sangat indah, dan dihuni oleh masyarakat yang ramah.

Perusahaan Korea, kata Jokowi, memiliki kontribusi yang besar dalam industri dasar kami. Dalam sektor baja, sektor petrokimia,  pabrik sepatu, dan pabrik garmen, yang mempekerjakan lebih dari 900.000 pekerja Indonesia. Korsel sekarang investor ketiga terbesar di tanah air.

“Untuk melanjutkan investasi-investasi tersebut, saya ingin mengajak Anda menuju tahap selanjutnya ke dalam indutri kreatif dan industri pariwisata,” kata Jokowi saat menjadi pembicara kunci, pada acara Indonesia Korean Business Summit 2017, di Ballroom Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa (14/3), seperti dikutip situs setkab.go.id.

Sebagai negara berkembang, tentu infrastuktur selalu menjadi persoalan. Namun Jokowi meyakinkan pemerintah sedang memperbaikinya sekarang, dengan cepat.

“Infrastruktur kami akan segera terhubung, pada setiap bagian dari negara kami yang sangat luas,” katanya.

Menurut Jokowi, Indonesia adalah tempat yang baik untuk ke arah pengalaman kreatif. Kebudayaan Indonesia yang kaya, tradisi yang beragam seperti dalam handycraft, membuktikan Indonesia mempunyai talent pool (bakat) untuk industri kreatif.

Selain itu, sebagai negara yang berada di rangking 4 untuk penggunaan Facebook, dan Jakarta adalah nomor satu untuk jumlah pengguna Twitter.

“Kami menyadari bahwa industri berubah, dan perekonomian juga berubah. Kami berniat untuk mengembangkan seiring dengan revolusi industri keempat. Dan kami menantikan untuk berpetualang dalam perjalanan ini bersama Anda semua,” kata Jokowi. “Ke depan kami berharap Korea dapat terus meningkatkan penanaman modalnya.”

Korean Business Summit 2017 itu dihadiri oleh sejumlah konglomerat (Chaebol), antara lain Sohn Kyung-Shik (Chairman CJ Group), Chung Jin Haeng (President of Hyundai Motor Group), Cho Yangho (Chariman Korean Air), dan JK Shin (President Samsung).

Dalam kesempatan itu juga ditandatangani Nota Kesepahaman promosi investasi antara BKPM dengan Korea Trade and Investment Agency (KOTRA).

Presiden Jokowi didampingi oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Kepala BKPM Thomas Lembong.

Blusukan ke Korsel

Pada Mei 2016 lalu, Jokowi mengunjungi “Munhwa Broadcasting Corporation” (MBC), Sangam-dong, Seoul, Korea Selatan dan CJ Group.

MBC merupakan perusahaan media dan penyiaran publik terkemuka di Korsel. MBC menjadi salah satu tolak ukur pengelolaan media televisi di Korsel. CJ Group adalah perusahaan konglomerasi yang bermula dari perusahaan makanan meluas hingga industri kreatif. Lembaga itu merupakan inkubator untuk mendorong kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk mendukung pendirian usaha kecil menengah dan wirausahawan masuk ke perekonomian global.

Saat itu Jokowi mengatakan Indonesia memiliki potensi yang besar di bidang industri kreatif. Ia tidak sabar melihat bagaimana hasil kerja sama dua negara tersebut.

“Semakin melihat, saya semakin tahu bahwa kita ini mempunyai potensi besar di bidang ini,” kata Jokowi, seperti rilis Tim Komunikasi Presiden.

Pada kunjungannya itu, Jokowi menyempatkan diri menonton konser K-Pop.

Industri Kreatif

Menurut data Departemen Perdagangan RI, industri kreatif pada 2006 menyumbang Rp 104,4 triliun, atau rata-rata 4,75% terhadap PDB nasional selama 2002-2006. Jumlah ini melebihi sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih. Tiga subsektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional adalah fashion (30%), kerajinan (23%) dan periklanan (18%).

Sektor ini mampu menyerap 4,5 juta tenaga kerja dengan tingkat pertumbuhan sebesar 17,6% pada 2006. Ini jauh melebihi tingkat pertumbuhan tenaga kerja nasional yang hanya sebesar 0,54%. Namun, ia baru memberikan kontribusi ekspor sebesar 7%, padahal di Korsel sudah di atas 30%.

Korsel selama dua dekade terakhir mengembangkan sektor industri kreatifnya secara konsisten–sebagai sektor utama untuk menunjang pertumbuhan ekonominya.

Fokus pengembangan mereka adalah industri konten yang meliputi penerbitan, kartun, musik, permainan elektronik dan interaktif, film, animasi, penyiaran, periklanan, karakter, pengetahuan dan informasi.

Pada 2010, total pendapatan industri konten Korsel mencapai Rp.720 triliun, tumbuh sebesar 14,5%. Sementara total nilai ekspornya adalah sebesar Rp.41,6 triliun, atau naik 28,9%. Pertumbuhan ini terjadi sejalan dengan kemampuan negara tersebut untuk menghasilkan konten yang berkualitas, penciptaan iklim dan sistem yang kondusif untuk pengembangan kreativitas, serta “Hallyu (Korean Wave)” yang melanda pasar dunia termasuk Indonesia. [DAS]