Cambridge Analytica, Perusahaan yang Curi Data Pengguna Facebook, Bangkrut

Ilustrasi/Getty Image

Koran Sulindo – Cambridge Analytica (CA), perusahaan yang dituduh mencuri data data pengguna Facebook Inc, dan induk perusahaannya SCL Elections Ltd, menutup seluruh kantornya di Amerika Serikat. Perusahaan juga sedang mengajukan kepailitan ke pengadilan.

CA tutup efektif mulai Rabu dan para karyawan telah diperintahkan untuk mengembalikan komputer mereka.

“Kepungan liputan media secara tidak langsung telah mengusir semua konsumen dan pemasok perusahaan ini. Perusahaan memutuskan sudah tidak layak lagi meneruskan bisnis ini,” tulis siaran pers media perusahaan itu, di AS, Rabu (3/5/2018) waktu setempat, sepeti dikutip Reuters.

CA juga sedang menghadapi segunung gugatan hukum menyangkut laporan bahwa perusahaan ini telah memanen data pribadi pengguna Facebook sejak 2014.

Tudingan pencurian 87 juta data, sebanyak lebih juta akun orang Indonesia, pengguna media sosial terbesar di dunia itu oleh Cambridge Analytica yang disewa tim sukses Presiden Donald Trump pada Pemilu 2016, telah menjatuhkan harga saham Facebook, dan mengundang rangkaian penyelidikan resmi di berbagai negara.

CA adalah anak perusahaan SCL Group, sedangkan SCL sendiri merupakan kontraktor pemerintah dan militer yang melayani segala hal dari riset keamanan pangan sampai kontranarkotika dan kampanye politik.

SCL menyatakan masuk ke Indonesia sebelum Pemerintah Presoiden Soeharto jatuh pada 1998.

SCL didirikan 25 tahun lalu, sedangkan CA didirikan sekitar 2013 yang awalnya fokus ke Pemilu AS.  CA disuntik dana 15 juta dolar AS oleh miliarder yang juga donator Partai Republik Robert Mercer dan seseorang yang ditunjuk oleh Steve Bannon yang kemudian menjadi penasihat Donald Trump.

CA bergerak dalam bidang penyediaan riset konsumen dengan menyasar iklan dan jasa berkaitan data lainnya, baik untuk pelanggan politik maupun perusahaan.

Setelah Trump memenangkan Pemilu AS 2016, CEO Cambridge Analytica Alexander Nix kebanjiran pelanggan. Perusahaan ini mengklaim bisa mengembangbiakkan profil psikologis pelanggan dan pemilih dengan formula khusus yang jauh lebih ampuh ketimbang perusahaan iklan biasa.

Kasus ini terkuak ketika bekas pegawai Cambridge Analytica, Christopher Wylie, membocorkan bahwa perusahaan Kanada itu, bersama induk perusahaannya SCL Group, dan AggregateIQ, bekerja resmi untuk mendukung kampanye Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).

Mantan CEO Cambridge Analytica Alexander Nix, seperti dikutip the Independent, menyangkal keterlibatan itu.

Facebook

Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, Facebook menyalahkan Cambridge Analytica dan peneliti Aleksander Kogan atas pencurian data itu. Facebook lalu menutup akses CA ke data-data Facebook.

Sementara itu Facebook Inc menyatakan mengeluarkan karyawannya karena yang bersangkutan sesumbar memiliki akses ke data pribadi pengguna.

Seorang perempuan pengguna Twitter mencuitkan, disertai tangkapan layar, percakapannya dengan seorang teknisi Facebook di aplikasi Tinder, bahwa orang tersebut diduga “menggunakan hak istimewa-nya untuk menguntit perempuan di dunia maya.”

Dalam potongan percakapan tersebut, orang yang mengaku sebagai karyawan Facebook itu menyatakan dirinya “penguntit profesional”.

Pimpinan Keamanan Facebook, Alex Stamos, dalam keterangan tertulis menyatakan mereka segera mengadakan penyelidikan dan memecat orang tersebut.

Facebook menyatakan mengunci akses ke data sensitif, mereka juga memiliki sistem untuk mendeteksi dan mencegah penyalahgunaan.

“Karyawan yang menyalahgunakan pengawasan ini akan dipecat, titik,” kata Stamos, seperti dikutip Reuters. [DAS]