Ilustrasi: Dirut Bulog Budi Waseso/infopublik.id

Koran Sulindo – Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan gudang penyimpanan beras impor bukan hanya diurusi Bulog saja, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan termasuk Kementerian Perdagangan. Menurut Buwas Kantor Kementerian Perdagangan harus siap menjadi gudang penyimpanan beras impor.

“Itu di gudang Menteri Perdagangan. Udah komitmen kan, kantornya siap dijadikan gudang ya sudah,” kata Buwas, di Kantor Perum Bulog Jakarta, Rabu (19/9/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Bulog berkomitmen Indonesia tidak memerlukan impor beras karena saat ini stok cadangan beras di gudang Bulog sudah mencapai 2,4 juta ton. Jumlah tersebut belum termasuk beras impor yang akan masuk pada Oktober sebesar 400 ribu ton sehingga total stoknya menjadi 2,8 juta ton, atau 2,7 juta ton jika dikurangi dengan kebutuhan Beras Sejahtera (Rastra) 100 ribu ton.

“Jangan urusan gudang, urusan Bulog, harusnya saya dibantu dong. Pak Buwas butuh gudang, ini sekian banyak, ini data-datanya. Itu dong, kalau urusan bayar itu urusan saya,” katanya.

Menurut Buwas, gudang-gudang yang dikelola Bulog sudah penuh kapasitasnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan penyimpanan beras impor dan gudang sepenuhnya merupakan tanggung jawab Bulog, karena persetujuan impor telah dilakukan atas keputusan Rakortas yang melibatkan Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perdagangan, dan Bulog.

“Itu urusan Bulog. Bagian dari Pemerintah, kan persetujuan impor dari Menko, Mendag, Mentan, Bulog, menetapkan izin. Yang ditugaskan impor siapa? Bulog, ya sudah,” kata Mendag.

Beras Impor tak Disukai Masyarakat

Sebelumnya, Buwas mengatakan beras impor sebanyak 1,4 juta ton yang sudah masuk, ternyata tidak sesuai dengan tipe beras yang disukai masyarakat Indonesia, sehingga beras tersebut belum didistribusikan.

Bulog melakukan operasi pasar (OP) dan Beras Sejahtera (Rastra) memakai beras hasil serapan dalam negeri.

“OP dan Rastra serta bencana alam selama kita punya dalam negeri, kenapa pakai luar negeri. Saya evaluasi hasil impor yang lalu, ternyata jenis rasa atau ‘taste’-nya tidak sesuai dengan Indonesia,” kata Buwas.

Dari hasil evaluasinya, beras impor ternyata memiliki jenis beras yang keras atau pera, berbeda dengan kualitas beras pulen yang rasanya lebih disukai masyarakat Indonesia.

Jika beras impor tersebut didistribusikan sebagai beras OP atau Rastra, tentu masyarakat akan mengeluhkan dan persepsi Bulog yang menjual beras berkualitas rendah akan terus diingat rakyat.

“Kalau lihat Bulog ingatnya itu beras raskin, padahal sudah berubah. Kualitasnya bahkan dengan impor, kita lebih baik,” kata Buwas.

Hingga akhir Desember 2018 Bulog akan terus melakukan serap gabah petani sebanyak 4.000-5.000 ton per hari pada musim kering, sementara pada masa panen raya bisa 10.000-15.000 ton serapan per hari.

Sejauh ini, Bulog telah menyerap beras dalam negeri sebanyak 1,4 juta ton atau 52,2 persen dari target sebesar 2,72 ton pada akhir 2018.

Stok cadangan beras Bulog sampai akhir tahun bisa mencapai 3 juta ton dengan perhitungan serap gabah 4.000 ton per hari. Dengan tambahan serap gabah masa panen pada Januari-Juni 2019, Buwas memperkirakan Indonesia tidak perlu impor beras sampai Juli 2019. [DAS]