Pada tahun 1908, Budi Utomo didirikan, kemudian pada tahun 1911 menyusul Nationale Indische Party, satu organisasi politik yang pertama berdasarkan nasionalisme dan bertujuan “lepas dari belenggu Belanda”, yang artinya Indonesia Merdeka. Namun, saying, partai itu tidak lama usianya. Para pemimpin utamanya, seperti Douwes Dekker (Setia Budhi), Tjipto Mangunkusumo, Ki Hadjar Dewantoro, dijatuhi hukuman pembuangan. Tapi, benih nasionalisme yang telah mereka sebarkan jatuh di tanah yang subur.
Pada tahun 1912 berdirilah Syarekat Dagang Islam, yang kemudian berubah watak menjadi partai politik dan berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam.
Kemudian pada tahun 1917 pecah revolusi sosialis di Rusia. Peristiwa ini menjadikan lebih memperbesar keinginan bangsa-bangsa yang dijajah untuk merdeka.
Cita-cita sosialisme bertemu dengan cita-cita keadilan sosial yang diajarkan Islam dengan semangat gotong royong yang berakar pada masyarakat desa kita.
Di dalam Patai Sarekat Islam hidup dan dijiwai tiga aliran; Islam, nasionalisme, dan sosialisme, yang bercampur kemudian berpisah.
Sewaktu menjadi pelajar HBS di Surabaya dan tinggal seatap dan selantai dengan Haji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin utama dari partai tersebut, Bung Karno dalam usia naik menuju Windu ketiga menghirup sintesa dari ketiga aliran itu dan berkenalan pula dengan tokoh-tokohnya.
Ibunya adalah kuturunan kasta Brahmana yang menyelenggarakan upacara kebaktian kepada sang Hyang Widi, Zat Tunggal Maha-pengatur Alam Semesta. Ayahnya adalah seorang Islam, ahli kebathinan Jawa, dan tokoh penggerakan teosofi.
Begitu pula dengan kerabat dekat ayahnya, yang umumnya juga ahli kebatinan.
Karena itu, semangat religi, semangat keagamaan dan kebatinan, Bung Karno sejak bayi dihirup bersama air susu ibunya.
Unsur utama dari mistik apa pun di dunia ini ialah keyakinan akan kesatuan kosmos, kesatuan alam semesta sebagai manifestasi dari Mahapenecipta. Perlu ditekankan di sini, katakebatinan atau mistik dipakai dalam arti yang sesungguhnya, yaitu daya upaya mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan daam arti perdukunan atau klenik, yang mendiskreditkan mistik atau kebatinan yang sesungguhnya.
Bung Karno nanti juga akan mengenal apa itu sufi, aliran mistik Islam, yang antara lain mempelajari buku karangan Haji Agus Salim dan Inayat Khan.
Bung Karno sejak kecil sampai akhir hidupnya tetap menyukai cerita wayang. Bagi dia, permainan wayang bukanlah sekadar hiburan, melainkan mengandung ajaran moral.
Lakon atau cerita wayang di Indonesia (Jawa) adalah saduran dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Kedua epos ini, lepas dari isi historisnya, bukanlah cerita biasa. Di negeri asalnya, India, kedua buku tersebut digolongkan dalam kitab keagamaan.
Keduanya menggemakan ajaran: senantiasa bersikap satria, berani, jujur, menerima nasib apa pun juga bentuknya, dengan perasaan seimbang. Kalau tegak dan jaya tidak takabur; kalau buruk dan malang tidak putus asa, tidak meratapi atau menyesali nasib, hanya semata-mata melakukan dharma (yaitu kebenaran, kewajiban, dan hak) tanpa mengharapkan untung dan tanpa khawatir rugi bagi diri sendiri.
Memerangi adharma (lawan dari kebenaran, kezaliman, yang batil), tetap dalam perjuangan itu, selalu sadar akan kesatuan alam semesta. Sebab, semua pembeladharma dan pembela adharma adalah alat; dan di dalam tangan Tuhanlah yang menuntaskan lakon yang bernama sejarah manusia dan dunia.
Antusiasme antara bangsa yanag menjajah dengan bangsa yang dijajah didengarnya dengan telinganya sendiri.
Bangsa yang menjajah, mereka yang berkuasa, kaya, mewah, angkuh; sedangkan bangsa yang dijajah adalah bangsa Indonesia, yang dikuasai, diperintah, miskin, melarat, bersemangat budak, rakyat takut kepada tuan-tuan bangsa asing itu.