Kembali ke kebijakan anti-Israel tadi, yang makin besar sejak November 1953, ketika Indonesia menghentikan pemberian visa masuk bagi warga negara Israel. Awalnya hanya untuk orang-orang dengan paspor diplomatik, tapi kemudian berlaku untuk semua warga negara Israel.

Berlanjut terus, Presiden RI Soekarno menolak keikutsertaan Israel dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang digelar di Bandung pada April 1955. Pejuang Palestina, Yasser Arafat, malah diundang khusus.

Dalam pidato pembukaan di KAA, Soekarno menyebut kolonialisme belum mati, hanya berubah bentuknya. Neokolonialisme itu ada di berbagai penjuru bumi, seperti Vietnam, Palestina, Aljazair, dan seterusnya.

“Imperialisme yang pada hakikatnya internasional hanya dapat dikalahkan dan ditundukkan dengan penggabungan tenaga antiimperialisme yang internasional juga,” kata Bung Karno.

Pada 1957, seperti ditulis di depan, kesebelasan Indonesia menolak bertanding melawan negeri yang dibentuk di atas tanah Palestina itu, dengan mengorbankan mimpi berlaga di Piala Dunia.

Asian Games

Pada 1962, keikutsertaan Israel dalam Asian Games 1962 di Jakarta juga ditolak Bung Karno. Pemerintah tak memberikan visa kepada kontingen Israel, dengan alasan resmi karena tak mempunyai hubungan diplomatik. Alasan sebenarnya adalah politik antiimperialisme Bung Karno. Apalagi saat itu negara-negara Arab sedang memerangi Israel yang ditopang Barat itu.

“Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel,” kata Bung Karno dalam pidato 1962.

Komite Olimpiade Internasional (IOC) menskors keanggotaan Indonesia, tapi Bung Karno justru memerintahkan Komite Olimpiade Indonesia keluar dari IOC pada Februari 1963. “Sebagai jawabannya Sukarno membentuk Ganefo yang diadakan tahun 1963, yang menjadi pertanda kebesaran bangsa ini dan pertanda ketidaktergantungan pada kekuatan-kekuatan dunia yang ada,” kata John D. Legge dalam buku Sukarno: Biografi Politik (Sinar Harapan; 2001).

Semasa pemerintahan Soekarno Indonesia aktif mendukung perjuangan kemerdekaan di berbagai penjuru dunia dengan bantuan dana dan lobi-lobi politik. Indonesia antara lain aktif di Organisasi Indonesia untuk Setikawanan Rakyat Asia-Afrika (OISRAA) yang berdiri pada 1960. Indonesia juga bergabung dalam Organisasi Solidaritas Rakyat Asia-Afrika (AAPSO).

Hingga dilengserkan Jenderal Soeharto pada 1966, Bung Karno tetap memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Dalam perayaan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1966 di Istana Negara Jakarta, Presiden Soekarno kembali menyebut kemerdekaan Palestina harus terus diperjuangkan.

“Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa antiimperialisme, tetapi juga konsekuen terus berjuang menentang imperialisme. Itulah pula sebabnya kita tidak mau mengakui Israel!” kata Bung Karno.

“Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.” Suara bangsa Indonesia melalui Bung Karno itu akan terus berkumandang. [DAS]

* Tulisan ini pertama dimuat Desember 2017