Mengapa Budi Darma memilih menulis tokoh utama dengan fisik yang ganjil? Tak hanya fisiknya, mental dan pikirannya juga tidak konvensional.

Saya menduga dua penyebabnya. Sebagaimana Michael Keane yang meletakkan identitas dengan lukisan Big Eyes, Budi Darma juga membuat diferensiasi, ciri khas, dengan tokoh-tokoh ganjil.

Jika kita membaca kisah tokoh dengan fisik yang ganjil, seketika kita teringat karya Budi Darma. Itu menjadi brandingnya.

Tokoh besar dalam sastra dan penulisan secara umum membawa ciri khas sendiri. Pembeda. Keunikan. Branding.

Namun lebih jauh lagi, karakter ganjil itu memang bagian dari sebuah genre sastra yang disebut sastra absurdis.

Ini gerakan sastra yang berkembang di Perancis, lalu jerman, di tahun 1950an. Gerakan ini meluas ke Eropa-Amerika di era paska perang kedua.

Gerakan ini menjadi antitesis dan counter culture terhadap sisa hegemoni agama.

Sebelumnya mindset kolektif dikuasai oleh narasi meaning of life. Kisah kepahlawanan. Kejelasan perjuangan.

Hidup ini seolah begitu romantik. Penuh kisah hero. Tujuan hidup sangat jelas. Manusia perkasa.

Baca juga: Perjuangan Kaum Republikan Sulawesi untuk NKRI

Genre sastra absurdis justru melawan mindset itu. Sastra genre ini menunjukkan sisi absurd manusia.

Benar manusia inginkan hidup bermakna. Tapi ia tidak dalam kapasitas menemukan makna yang benar dalam hidupnya. Ia membangun sendiri makna itu.

Tapi makna apa pun yang ia ciptakan cepat berubah. Lalu hancur lagi. Hampa lagi.

Berbeda dengan tradisi sastra yang berorientasi heroisme, kisah kejayaan manusia, sastra absurd justru menunjuk sisi ganjil manusia.

Tak hanya mentalnya ganjil. Bahkan fisiknya juga ganjil.

Dua pemikir besar ini yang dianggap berpengaruh dengan menguatnya filsafat Absurd ini: Kierkegaard dan Nietzsche.

Bagi Nietzsche, semua nilai moral yang ada ini hanya hasil konstruksi hasil dari relasi kuasa. Yang mengkonstruksinya pihak yang kuat. Yang menang.

Tapi semua meaning of life itu hanyalah konstruksi yang gampang patah.

Kierkegaard mengutip mitologi Yunani: Sisyphus. Ia adalah raja yang dihukum dewa. Setiap kali ia harus mendorong dan menaikkan batu besar, dari lereng ke puncak gunung.

Setelah sampai puncak, batu kembali menggelinding ke bawah. Susah payah Sisyphus kembali mendorongnya ke atas.

Begitulah hidup manusia. Entah apa yang ingin dicapai. Setelah sampai di sana, hanya ada kekosongan belaka.

-000-

Budi Darma, sang pembawa sastra absurd ke Indonesia telah pergi. Tapi karyanya sudah menjadi warisan Indonesia. Karyanya dan paham sastra absurdisnya tak ikut pergi.

Selamat jalan Maestro.

21 Agustus 2020

Catatan:

1. Contoh cerpen Budi Darma: Kita Gendong Bergantian (2020).

https://ruangsastra.com/2020/11/29/kita-gendong-bergantian/ [AT]