Koran Sulindo – Media mainstream barat marah setelah rekaman televisi menunjukkan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson dibiarkan menunggu di samping sebuah kursi kosong sebelum Menteri Luar Negeri Lebanon Gebran Bassil menemuinya.
Insiden yang 15 Februari lalu itu terjadi menjelang pertemuan Tillerson dengan Presiden Lebanon Michael Aoun di Istana Kepresidenan. Seperti ditayangkan televisi, Tillerson menunggu beberap menit sebelum Bassil datang dan menyapanya.
Bassil juga tak menyambut Tillerson di pintu masuk istana rombongan tiba.
Namun, entah sengaja atau tidak beberapa kebetulan jelas terlihat mendeskritkan utusan AS itu seperti tak ada bendera AS di pajang di ruang pertemuan, kursi yang lebih kecil hingga air minum di meja pertemuan.
Kantor Kepresidenan Lebanon membantah tudingan media barat bahwa mereka sengaja membiarkan Tillerson menunggu. Menurut mereka, Tillerson datang lebih awal beberapa menit sebelumnya dan pertemuan dimulai tepat waktu.
Tillerson berada di Lebanon, dalam rangkaian kunjungan regional ke Timur Tengah dan dijadwalkan bertemu dengan Ketua Parlemen Nabih Berri dan Perdana Menteri Saad al-Hariri.
Aoun, ayah mertua Bassil adalah sekutu politik Hizbullah yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh AS.
“Bapak Presiden, terima kasih atas sambutan hangat dan diskusi yang terbuka, jujur, dan produktif,” tulis Tillerson di buku pengunjung istana Lebanon setelah perundingan. “Amerika Serikat berdiri dengan orang Lebanon untuk Lebanon yang bebas dan demokratis.”
Bagaimanapun, soal cara mempermalukan tamu orang-orang Lebanon mesti belajar jauh hingga ke negeri China. Di masa lalu, pemimpin China Mao Tse Tung sangat piawai dalam mempermainkan psikologi tamunya.
Bermula dari pengalaman buruk kunjungannya ke Soviet di era Stalin pada tahun 1949. Mengira akan diperlakukan layaknya sahabat, Mao justru menghabiskan beberapa minggu untuk mendinginkan tumitnya di luar kota Moskow dengan satu-satunya fasilitas hiburan adalah tenis meja yang rusak.
Ketika mereka akhirnya bertemu, Stalin memangkas bantuan Soviet ke China. Mao juga harus membayar hingga ‘rubel terakhir’ setiap senjata yang dipakai untuk membantu orang Korea Utara. Mao dibiarkan mendidih karena marah namun dia jelas ingin balas dendam.
Kesempatan itu akhirnya tiba delapan tahun kemudian, ketika Khrushchev berkunjung ke China untuk kedua kalinya. Di bandara, Khruschev tak mendapati karpet merah, penjaga kehormatan, dan pelukan. Khruschev makin jengkel ketika ia dan rombongannya ditempatkan di tempat hotel kuno tanpa AC yang membuat pemimpin Rusia itu terengah-engah karena tingginya kelembaban udara musim panas di Beijing.
Dalam pertemuan esok harinya, Mao langsung menolak usul Soviet untuk membentuk pertahanan bersama. Pada suatu kesempatan, Mao yang dengan santai tetap merokok bahkan melambaikan jarinya ke wajah Khrushchev. Mao juga tahu betul, Khrushchev adalah pembenci rokok nomor wahid.
Mao kemudian mengusulkan agar pembicaraan dilanjutkan keesokan harinya di kediaman pribadinya yang dikenal sebagai Zonghanhai.
Mao bagaimanapun telah mempelajari Khrushchev dengan serius dan tahu banyak tentang kebiasaan dan kelemahannya. Di atas segalanya, Mao tahu pemimpin Rusia itu tidak pernah belajar berenang.
Ketika akhirnya Khrushchev tiba di Zonghanhai, ia segera mendapati alamat buruk saat ajudan memberikan sepasang celana hijau berukuran besar dan Mao berkeras agar ia bergabung dengannya di luar rumahnya. Dan itu adalah kolam renang.
Sementara penerjemah mereka berlari-lari sepanjang pingiran kolam, Khrushchev jelas menunjukkan ketidaknyamanannya dengan berdiri di ujung kolam untuk anak-anak. Sampai akhirnya Mao dengan ‘sentuhan’ jahatnya mengajak bergabung ke air yang lebih dalam.
Praktis, Khrushchev hanya bergerak di sepanjang tepian kolam renang. Ketika kesabarannya habis, Khrushchev akhirnya merangkak ke luar kolam dan berkata enteng, “Sekarang saya di atas dan dia berenang di bawah.”[TGU]