Berjuang dengan Tinta, Mendirikan Antara

Ilustrasi/wikimedia.org

Koran Sulindo – Sebagai wartawan Adam Malik juga meningggalkan jejak kuat di dunia jurnalistik. Ia merupakan sosok penting dibalik lahirnya Kantor Berita Antara. Saat tiba di Jakarta, Adam Malik bersemangat dan mulai mencari menunjukkan esistensi diri sebagai seorang pejuang muda yang aktif dalam organisasi pergerakan. Dalam kegiatan itu, ia bertemu AM Sipahoetar yang juga berasal dari Tapanuli.

Kerap kali berdemontrasi menentang penjajahan Belanda, membuat Adam Malik dan AM Sipahoetar keluar masuk penjara. Pihak penjajah merasa demikian terusik dengan perilaku keduanya bersama ratusan pemuda lainnya yang tak kunjung lelah menyuarakan kemerdekaan.

Berada di bui, tak lantas memberangus mimpi Adam Malik dan AM Sipahoetar akan kemerdekaan. Anugrah kemudian muncul, ketika Tuhan mempertemukan keduanya dengan Pandoe Kartawiguna yang juga menjadi tahanan Belanda di Penjara Salemba. Interaksi yang intens diantara mereka lantas memunculkan ide untuk berjuang dengan “tinta”. Profesi wartawan kemudian dipilih karena dipandang sangat efektif untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Para pejuang muda ini berpendapat bahwa produk berita dapat dijadikan alat perjuangan di tengah ketidakseimbangan informasi yang diterima masyarakat dan dunia internasional di masa penjajahan. Selain itu, Adam Malik, AM Sipahoetar, dan Pandoe Kartawigoena sudah bosan ditangkap dan dimasukkan ke penjara.

Setelah keluar dari penjara, ketiganya berupaya mewujudkan keinginan menjadi pewarta. Namun, hal itu tidak lantas terealisasi karena belum memiliki perusahaan pers yang sanggup mewadahi. Beruntung bagi keduanya bertemu dengan Soemanang, pemimpin sebuah harian daerah Penantara.

Kemudian, ketiga anak muda ini menemukan Sanusi Pane yang dikenal handal dalam menulis berita. Meskipun, tidak tercatat dalam sejarah, namun Sanusi Pane sangat berjasa dalam menjadikan Adam Malik dan rekan-rekan berprofesi sebagai wartawan. Menjalani keseharian secara bersama-sama, akhirnya memunculkan ide untuk mendirikan sebuah kantor berita, yakni sebuah kantor yang memproduksi berita untuk dijadikan propaganda kemerdekaan RI.

Adam Malik dan rekan-rekan, kemudian mendirikan sebuah kantor sederhana di Jalan Pinangsia Nomor 38, Jakarta, yang hanya sebuah meja, sebuah mesin ketik, dan beberapa kursi. Kawasan itu kemudian menjadi pusat jurnalistik karena sejumlah kantor berita internasional berdiri di sana. Berita pertama yang diterbitkan Kantor Berita Antara disiarkan pada 13 Deseamber 1937.

Pada tahun 1941, jabatan Direktur oleh Mr. Sumanang diserahkan kepada Sugondo Djojopuspito (mantan mahasiswa RH usia 36 th pada waktu itu, kawan Soemanang yang juga mantan mahasiswa RH, yang bekerja di Biro Statistik), sedangkan jabatan Redaktur tetap pada Adam Malik yang merangkap sebagai Wakil Direktur.

Di masa pendudukan Jepang, di tahun 1942, pindah ke Noord Postweg 53 Paser Baroe (sekarang Jl. Pos Utara No. 53 Pasar Baru) bersama dengan Kantor Berita Domei. Soegondo pindah bekerja di Kantor Shihabu, sedangkan Adam Malik dan AM Sipahutar tetap menjadi pegawai Domei.

Pada saat hari kemerdekaan yakni tanggal 17 Agustus 1945, seorang pekerja di Kantor Berita Domei, Marconi, melakukan langkah heroik yakni menyelundupkan berita proklamasi ke dunia internasional. Langkah berani Marconi itu berkat bujukan Adam Malik. Meskipun, Kantor Berita Domei dijaga ketat pada hari proklamasi, 17 Agustus 1945, tapi Marconi pandai mengambil kesempatan disaat para tentara Jepang melepaskan kelelahan di siang hari. Ia membawa alat mesin ketik sandi morse ke lantai 2 dan melakukan pengiriman berita di sana.

Hasilnya, hanya berselang dua jam setelah dibacakan Soekarno dan Mohammad Hatta, berita kemerdekaan Indonesia telah tersebar ke seluruh dunia melalui Kantor Berita Domei. [Moch. Muchsin]