Ilustrasi/Xinhua

Koran Sulindo – Penyebab tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, akhirnya terungkap, setelah sekitar semingguan tidak jelas.

Tim penanganan kejadian tumpahan minyak di Perairan Teluk Balikpapan, dan Penajam Pasir Utara, per 4 April 2018 lalu, menyatakan tumpahan itu berasal dari pipa bawah laut terminal Lawe-lawe ke fasilitas refineery PT Pertamina. Pipa itu putus dan terseret hingga sekitar 120 meter dari titik semula.

Minyak mentah bocor dan mengotori area diperkirakan seluas 7.000 hektar, dengan panjang pantai terdampak di sisi Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Pasir Utara mencapai sekitar 60 kilometer.

Kejadian ini juga menewaskan 5 orang, seorang luka berat, dan merusak mangrove serta biota laut.

Laporan itu juga menyebut masyarakat mengeluhkan mual dan pusing karena bau minyak menyengat.

Dari fakta lapangan ditemukan ekosistem terdampak berupa mangrove sekitar 34 hektar di Kelurahan Kariangau, 6.000 mangrove di Kampung Atas Air Margasari, 2.000 bibit mangrove warga Kampung Atas Air Margasari.

Beberapa ikat pesut dan kepiting terdampar mati di Pantai Banua Patra.

Hingga sehari setelah laporan itu keluar, lapisan minyak masih ada baik di di perairan, tiang dan kolong rumah pasang surut penduduk di Kelurahan Margasari, Kelurahan Kampung Baru Hulu, Kelurahan Kampung Baru Hilir, dan Kelurahan Kariangau RT 01 dan RT 02, Kecamatan Balikpapan Barat.

Pertamina

Sebelumnya, Pertamina Region Manager Communication and CSR Kalimantan, Yudi Nugraha, mengatakan kebakaran dan tumpahan minyak yang terjadi di Teluk Balikpapan bukan berasal dari Pertamina. Dugaan sumber dan penyebab kebakaran masih tahap investigasi dan Pertamina menurunkan penyelam.

Hasil uji laboratorium yang dilakukan Pertamina terhadap sampel ceceran minyak dari dua lokasi berbeda, menunjukkan fuel oil atau bahan bakar kapal. Jenis ini tidak diproduksi di Kilang Balikpapan.

“Kami sudah uji sampel dan itu tidak diproduksi Pertamina. Meski demikian, untuk menjamin keamanan masyarakat, Pertamina tetap mensiagakan tim tanggap darurat,” kata Yudi, seperti dikutip mongabay.co.id.

Kemen LHK

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sejak Sabtu (31/3/18), sudah turun menginvestigasi tumpahan minyak di Teluk Balikpapan ini. Sampel tumpahan minyak sudah diambil dari lima lokasi dan diidentifikasi tim forensik kepolisian.

Tim gabungan dari aparat keamanan, Pertamina, pemda, instansi lingkungan hidup, Badan Penanggulangan Bencana Daerah bersama KLHK pun terus berupaya menangani dengan membersihkan ceceran minyak di tepi pantai dan perkampungan masyarakat.

Mereka menggunakan kapal penarik (tugboat) untuk melokalisasi cemaran minyak di tengah laut, dan vacum truck untuk menyedot minyak. Sedangkan, wilayah perkampungan, mereka bersihkan dengan oil spill dispersant (OSD) dan cara manual.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, juga terus memantau penanganan tumpahan minyak di Balikpapan. Tiga direktur jenderal, Dirjen Penegakan Hukum, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, dan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem diutus turun langsung menangani dampak tumpahan terhadap keragamanhayati.

“KLHK mengawasi pemegang izin atau swasta agar bertanggung jawab mengatasi pencemaran dan menghitung ganti rugi yang timbul. Kami sudah minta tim dan Pertamina memprioritaskan pembersihan tumpahan minyak di wilayah pemukiman penduduk mengingat bau yang menyengat dan risiko lain,” kata Siti Nurbaya, seperti dikutip mongabay.co.id.

Untuk menghitung luasan lokasi tercemar, KLHK yang terdiri dari staf Dirjen PPKL, Gakkum, Pusat Pengendalian Pembagunan Ekoregion Kalimantan, BKSDA Kaltim seksi wilayah III dan Dinas LH Kota Balikpapan, Selasa (3/4/18) membagi dalam lima tim kerja.

Tim pertama, pengukuran panjang pesisir pantai terdampak di Kabupaten Penajam Paser Utara, dan empat tim lain mengukur di Kota Balikpapan. Targetnya, menghitung luasan dampak tumpahan minyak.

Tim Gakum sudah mengirimkan ahli terkait kerusakan lingkungan dan tim drone dengan fixed wing untuk melihat area terdampak dari udara.

Siti juga meminta data satelit dari LAPAN terkait lokasi itu.

Penegakan Hukum akan mengikuti proses ini untuk melihat pelanggaran dan unsur-unsur pelanggaran serta sanksi.

”Sedang dikumpulkan pulbaket, ini akan diselesaikan dengan instrumen apa, tentu ada penyelesaian sengketa, mekanisme melalui pengadilan, yang harus dipastikan proses ganti rugi dan biaya pemulihan,” kata Dirjen Gakkum, Rasio Ridho Sani, di Manggala Wanabhakti, Jakarta, seperti dikutip mongabay.co.id.

KLHK bisa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak atau strict liability dalam penanganan kasus tumpahan minyak di Balikpapan.

Pesut mati/mongabay.co.id

Namun hal terpenting adalah mencegah dampak minyak agar penyebaran tak makin meluas. Kini tumpahan minyak itu sudah menyebar ke pemukiman masyarakat, mangrove dan wilayah itu menjadi habitat mamalia, seperti dugong, pesut, lumba-lumba hidung botol, dan lumba-lumba tanpa sirip belakang.

Api di Teluk

Awalnya adalah insiden kebakaran di perairan Teluk Balikpapan, Sabtu (31/3/2018) lalu. Sebanyak 5 orang nelayan meninggal terperangkap di dekat kejadian. Sebanyak 20 warga negara asing (WNA) asal China diselamatkan dari kapal kargo MV Ever Judger yang sedang memuat batubara di Balikpapan Coal Terminal (BCT). Nasib MV Judger, bagian buritannya dilalap api. Beruntung, kapal bermuatan 70.808 ton batubara itu bisa diselamatkan.

Di lokasi kebakaran saat itu terdapat 6 kapal tanker, tongkang batubara berbendera Panama berisi 20 ABK bernama Ever Judger, dan kapal nelayan yang lalu lalang.

“Penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan,” kata Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Ade Yaya Suryana, Sabtu (31/3/2018).

Teluk Balikpapan menghitam dan menebarkan bau bahan bakar menyengat. Kondisinya mirip lautan minyak.

“Sejak pukul 03.00 dini hari, saya mencium bau minyak. Betul-betul menyengat, ibarat mendekatkan hidung ke bensin. Tapi ini, lebih tajam. Saya terbangun dan keliling rumah, memeriksa apakah ada kebakaran atau ledakan bensin,” kata Muhajirin, warga Kampung Baru, Balikpapan, seperti dikutip mongabay.co.id

Bau menyengat juga menyebar di tempat lain. Warga Jenebora, Penajam Paser Utara (PPU), Rusmadin, mencium aroma minyak menusuk hidung.

“Saya nelayan, waktu saya lihat kondisi Penajam baik-baik saja. Saya menduga pasti ada masalah di laut. Saat pagi, semua media sosial heboh dengan aroma minyak itu,” kata Rusmadin.

Sekitar pukul 11.00 Wita,  31 Maret 2018 itu, terlihat kepulan asap dari tengah laut Teluk Balikpapan. Petugas SAR Basarnas Balikpapan, diterjunkan untuk melakukan pemadaman dan evakuasi nelayan. Pertamina RU V (Persero) juga menurunkan satuan pemadam api.

Warga yang bermukim di sekitar Teluk Balikpapan panik. Mereka takut kebakaran itu membesar dan meluas, mengenai objek vital nasional yaitu kilang minyak Pertamina. Tepat pukul 12.00 Wita, api berhasil dipadamkan namun masih meninggalkan asap hitam pekat dan bau tidak sedap. [DAS]