Batalkan Kesepakatan, Grab Tolak Menaikkan Tarif

Ilustrasi/transonlinewatch.com

Koran Sulindo – Perusahaan transportasi berbasis aplikasi Internet (taksi dan ojek online) Grab Indonesia menolak menaikkan tarif.

“Kami tidak bisa memenuhi permintaan tersebut,” kata Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, di Jakarta, Jumat (6/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Grab saat ini mengenakan tarif Rp1.600 per kilometer, sedangkan Gojek Rp1.600 per kilometer. Porsi pendapatan untuk pengemudi dan perusahaan adalah 80 persen dan 20 persen, namun 80 persen itu tidak menutupi biaya perawatan motor.

Pada masa-masa awal beroperasi, tarif Gojek sebesar Rp4.000 per km.

Padahal dalam rapat yang dipimpin Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, Rabu (4/4/2018) lalu Gojek dan Grab sepakat menaikkan tarif.

“Kedua aplikator bersepakat untuk melakukan perbaikan tarif dan pendapatan pengemudi. Hal inilah yang nantinya akan mereka diskusikan dengan pengemudi masing- masing,” kata Budi, di Jakarta, Kamis (5/4/2018), melalui rilis media.

Grab menilai kenaikan tarif tidak selamanya berbanding lurus dengan pertambahan pendapatan. Dikhawatirkan tarif yang tinggi berpotensi menurunkan pendapatan para mitra pengemudi.

Menurut Grab, jika tarif naik hingga mirip dengan taksi online, pendapatan mitra ojek online bisa jadi turun karena sepi pesanan.

“Potensi tidak ada yang memesan karena orang cenderung memilih menggunakan mobil. Ini membahayakan,” kata Ridzki.

Kementerian Perhubungan setelah unjuk rasa pengemudi ojek online akhir Maret lalu menyerahkan penetapan tarif kepada aplikator.

Usul Pemerintah

Pemerintah mengusulkan tarif ojek online Rp2.000 per kilometer sudah termasuk keuntungan dan biaya jasa, karena berdasarkan perhitungan yang dilakukan Kemenhub, harga tarif pokok yang pantas kisaran Rp1.400-Rp1.500.

“Kemenhub memiliki perhitungan harga tarif pokok ojek online, dengan keuntungan dan jasanya sehingga tarifnya menjadi Rp2.000. Namun Rp2.000 itu harus bersih, jangan dipotong menjadi Rp1.600, karena ini yang menjadi modal untuk secara internal mereka menghitung,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, di Jakarta, 29 Maret 2018 lalu, melalui rilis media.

Sehari sebelumnya, Menhub melakukan rapat Pembahasan Taksi Online dan Ojek Online bersama Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, Menteri Kominfo Rudiantara, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dan perwakilan Grab dan Gojek, di Kantor Staf Presiden.

Hasil pertemuan menyebutkan untuk besaran tarif ojek online, penentuan tarifnya adalah hak perusahaan untuk menentukan. Pemerintah tidak boleh menekan dan mengintervensi, karena perusahaan juga memiliki perhitungan tersendiri untuk mengeluarkan seberapa besar tarif per kilometernya.

Kemenhub juga mengaku tengah menyiapkan instrumen untuk mengintervensi tarif ojek daring yang diprotes para pengemudinya karena dianggap terlalu rendah.

“Kita ada banyak instrumen yang bisa mengintervensi,” kata Budi, di Jakarta, 28 Maret 2018.

Selama ini intervensi Kemenhub hanya persuasif kepada perusahaan aplikasi karena memang sepeda motor tidak masuk kategori angkutan umum sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

“Selama ini hanya persuasif, tapi apabila mereka tidak mau melakukan kegiatan menaikkan atau menunjukkan sikap melawan, kita juga tegas,” kata Budi.

Unjuk Rasa

Sebelumnya, pada 27 Maret 2018, ribuan pengemudi ojek beraplikasi dalam jaringan (daring) Internet atau online unjuk rasa di seberang Istana Presiden.

Presiden Joko Widodo yang menemui perwakilan para pengunjukrasa meminta ada patokan harga bagi para pengemudi, sebagai solusi perang tarif yang dikeluhkan para pengemudi.

“Menurut saya memang harus ada patokan harga bawah, harga atas. Mungkin ke situ, tapi belum. Besok akan diputuskan setelah pertemuan dilakukan,” kata Presiden Jokowi, di Istana Negara, Jakarta. [DAS]