Koran Sulindo – Bank Indonesia akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan tambahan pada Rabu (30/5/2018). RDG di luar jadwal ini dinyatakan untuk membahas kondisi ekonomi dan moneter terkini serta prospek ke depan.
Hari ini, BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertemu memperkuat koordinasi dan implementasi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kelanjutan pembangunan.
Dalam pernyataan seusai pertemuan, kondisi perekonomian Indonesia secara umum dinilai cukup baik dan kuat. Tekanan pada stabilitas khususnya nilai tukar Rupiah lebih berasal dari meningkatnya keketatan likuiditas dan risiko global karena perubahan kebijakan di AS.
Penguatan koordinasi kebijakan diarahkan untuk memprioritaskan stabilitas jangka pendek dengan tetap mendorong pada pertumbuhan jangka menengah.
Selain Gubernur BI Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, pertemuan juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution; Menteri Keuangan, Sri Mulyani; dan Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah.
“Kita akan menghadapi pertemuan FOMC [Federal Open Market Committee] mendatang. Ini alasan kami akan menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu nanti, “kata Perry, di Jakarta, Senin (28/5/2018), seperti dikutip thejakartapost.com.
Setelah pertemuan FOMC pada 12 dan 13 Juni 2018 itu, Bank Federal AS diduga akan menaikkan suku bunga acuan antara bank, setelah menikkannya pada Maret lalu.
Pada Pertengahan Mei lalu, BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) ke titik 4,5 persen, dan kemungkinan akan menaikkan lagi untuk menstabilisasikan nilai rupiah yang terus turujn karena pengutan dolar AS sebulan terakhir. Gubernur BI saat itu, Agus Martowardojo, mengatakan keputusan terkait suku bunga acuan juga diikuti dengan langkah bank sentral untuk menaikkan 25 basis poin suku bungan deposit facility sebesar 3,75 persen dan lending facility sebesar 5,25 persen.
Setelah RDG tambahan Rabu nanti, BI diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuan (7 days reverse repo rate).
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan langkah BI itu dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve.
The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga hingga empat kali pada 2018, yang bisa mendongkrak dolar AS. Apalagi imbal hasil surat berharga AS juga trennya terus menguat.
“Kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga acuan. Ini sebagai antisipasi langkah the Federal Reserve yang akan menaikkan suku bunga dan kenaikan treasury AS,” kata Josua, di Jakarta, Senin (28/5/2018), seperti dikutip liputan6.com.
Menurut Josua, jika BI baru mengantisipasi langkah the Federal Reserve pada pertemuan BI 27-28 Juni 2018 nanti, dikhawatirkan pergerakan dolar AS susah dikendalikan.
“Jadi sebelumnya mengantisipasi dengan menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin,” katanya.
Kenaikan suku bunga acuan memang langsung berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun penaikkan suku bunga itu harus dilakukan agar menciptakan kestabilan di pasar keuangan dan menciptakan kepercayaan pelaku usaha dan investor.
“Dampaknya memang rupiah akan stabil karena pergerakan rupiah tak sesuai fundamental. Meskipun begitu memang ada konsekuensi, yaitu menaikkan ruang suku bunga kredit dan deposito,” kata Josua. [DAS]