koransulindo.com – Pada 1969, sebuah pesawat terbang jatuh di pegunungan di belakang Desa Antia, Pulau Evia, Yunani. Saat tim SAR pergi mencari pilot yang hilang, mereka mendengar “cuitan burung” yang saling sahut melintasi ngarai, dan merasa terpesona pada nada yang indah itu.
Setelah diteliti, “cuitan burung” yang menakjubkan itu adalah suara siulan para penggembala yang saling melemparkan rangkaian kata-kata. “Perbincangan” para gembala desa ini melintasi gunung dan lembah, terdengar jauh hingga berpuluh kilo meter jaraknya.
Hampir Musnah di Yunani
Terletak jauh di sudut tenggara Pulau Evia di Yunani, di atas jurang berkelok-kelok yang menjorok ke Laut Aegea, desa kecil Antia menempel ke lereng Gunung Ochi. Begitu terpencilnya desa ini, sehingga jika dilihat di Google Maps, tidak ada hotel atau restoran di dekatnya dalam radius 40 kilometer.
Namun, apabila kamu ke sini, di sepanjang jalan yang memusingkan dari kota Karystos, melalui lanskap mistis nisan megalitik “rumah naga” dan bongkahan batu raksasa Cyclopic, kamu akan mendengar siulan indah bergema di dinding-dinding gunung hingga sampai ke Antia.
Ini karena para penduduk Antia telah menggunakan bahasa bersiul selama ribuan tahun, untuk berkomunikasi melintasi lembah, meniru cuitan burung-burung.
Di Yunani, bahasa bersiul ini dikenal dengan Syfria. Berasal dari kata bahasa Yunani sfyrizo, yang artinya ‘bersiul’. Selama sekitar 2.500 tahun, para penduduk di desa pegunungan ini telah menggunakan bahasa menakjubkan yang hanya dipahami mereka sendiri.
Beberapa penduduk berspekulasi bahwa bahasa ini berasal dari para tentara Persia, yang mencari para pengungsi di pegunungan sekitar 2.500 tahun silam. Yang lainnya mengklaim bahwa bahasa itu dikembangkan selama masa Bizantium, sebagai cara rahasia untuk memberi peringatan bahaya dari serangan desa lawan dan para perompak.
Bahkan, ada yang meyakini bahwa di masa Athena kuno, mereka menempatkan para penyiul dari Antia di puncak-puncak gunung sebagai tentara penjaga, sehingga mereka dapat mengirimkan tanda-tanda apabila ada serangan mendadak terhadap kerajaan.
Sayangnya, bahasa bersiul Syfria mulai menghilang. Saat ini, kurang dari sepuluh orang yang dapat menggunakannya. Ini karena dalam beberapa dekade terakhir, pengguna bahasa yang sekaligus penduduk Antia telah menyusut dari 250 orang menjadi 37 jiwa. Dan, saat penyiul yang lebih tua kehilangan gigi mereka, banyak yang tidak dapat lagi merekam nada tajam Sfyria.
Terancam Hilang Karena Ponsel
Bahasa bersiul adalah metode komunikasi yang menggunakan siulan, untuk mensimulasikan dan mengartikulasikan kata-kata. Bahasa ini memungkinkan seorang penyiul memiliki potensi mengirim dan memahami sejumlah pesan melalui jarak yang jauh, persis seperti ponsel. Namun, yang satu ini tidak memerlukan menara untuk mentransmisikan sinyal, dan hanya memakai mulut, lidah, atau jemari untuk “bercakap-cakap” dalam bentuk siulan.
Bahasa bersiul berbeda dari kode terbatas yang terkadang digunakan oleh pelatih hewan, untuk mengirimkan perintah atau pesan sederhana. Secara umum, bahasa bersiul meniru nada dari bahasa tutur alami, juga aspek intonasi dan prosodi, sehingga pendengar yang terlatih dan berbicara dalam bahasa yang sama bisa memahami pesan yang tersandi.
Hal ini terjadi karena bahasa bersiul menggunakan nada siulan, dengan mengirimkan melodi nada dari bahasa setempat yang biasa digunakan untuk berbincang sehari-hari.
Bahasa bersiul sangat langka dibandingkan dengan bahasa suara, tetapi ditemukan hampir di berbagai kultur di seluruh dunia. Selain di Yunani, bahasa bersiul juga ditemukan di Turki, Prancis, pegunungan Atlas di Afrika Utara, dataran tinggi Laos utara, atau basin Amazon di Brasil.
Praktik unik bahasa ini berkembang akibat faktor alam seperti pegunungan yang curam, padang pasir atau rumput yang luas, dan topografi wilayah yang terjal, yang mengharuskan penduduk setempat menemukan cara alternatif untuk berkomunikasi jarak jauh.
Dibandingkan dengan suara manusia yang dapat terdengar hingga jarak 500 meter dalam kondisi normal, suara yang dihasilkan bahasa bersiul ini dapat menjangkau hingga mencapai 30 kilometer dalam kondisi cuaca yang baik.
Praktisi bahasa ini sebagian besar adalah para petani, peternak, dan pemburu, yang menghabiskan sebagian besar hidup mereka di luar ruangan. Mereka menganggap praktik ini sebagai cerminan utama identitas budaya mereka, yang memperkuat komunikasi interpersonal dan solidaritas antar warga.
Meskipun masyarakat menyadari pentingnya praktik ini, perkembangan teknologi dan perubahan sosial ekonomi telah menyebabkan penurunan jumlah penyiul dan wilayah di mana bahasa bersiul ini digunakan. Salah satu ancaman utama terhadap praktik ini adalah penggunaan ponsel, yang menyebabkan turunnya minat generasi muda pada budaya ini.
Terlepas dari ancaman tersebut, banyak komunitas yang secara aktif mempromosikan praktik linguistik ini baik secara nasional maupun internasional, untuk memastikan keberlanjutannya, dan bahasa bersiul masih dilestarikan dari generasi ke generasi dalam keluarga dan masyarakat dalam lingkungan kecil. [Ahmad Gabriel]
(Bersambung ke bagian 2, 24 September 2021, pukul 22.00 di sini)
Baca juga: