Koran Sulindo – Pemerintah berencana membentuk satuan tugas untuk mengawasi dan memantau peralihan penggunaan cantrang ke alat tangkap yang ramah lingkungan.

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiatusi, satgas bakal memberlakukan sanksi berupa penenggelaman kapal jika ada kapal-kapal baru yang menggunakan cantrang.

“Dengan ketentuan-ketentuan tidak keluar dari laut Jawa Pantura kemudian tidak menambah kapal, kemudian harus ukur ulang, semua harus terdaftar satu persatu,” kata Susi.

Susi mengizinkan penggunaan cantrang setelah ribuan nelayan dari sejumlah daerah seperti Madura, Lampung, Sulawesi, Pati dan Banten berunjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta baru-baru ini.

Susi yang semula berkeras melarang penggunaan cantrang karena dianggap merusak ekosistem mengijinkan penggunaan cantrang bagi nelayan hingga waktu yang tidak ditentukan.

Ia meminta agar berhenti membahas kontroversi cantrang. Pemerintah, kata Susi betul betul serius menjadikan laut yang menjadi masa depan Indonesia sebagai bangsa bahari.

Izin ini hanya berlaku bagi nelayan di pesisir utara Jawa. Susi menyebut, satgas yang akan dibentuk itu bakal mendatangi nelayan-nelayan di wilayah Pantura.

“Batang , Kota Tegal, Rembang, Pati, Juana,Lamongan itu semua sudah masuk dalam komitmen ini. Di luar wilayah itu tidak ada lagi cerita. Kami akan datangi satu per satu, akan kami arahkan, akan kami dampingi ke perbankan,” kata Susi menambahkan.

Menurut data saat ini terdapat 1.000 kapal yang masih menggunakan cantrang meski sejak tahun 2015 KKP telah membagikan 9000 unit alat tangkap baru bagi kapal berkapasitas dibawah 10 gross tonnage. “Program KKP ingin memberdayakan nelayan menuju keberlanjutan dan kesejahteraan,” kata Susi.

Cantrang termasuk sebagai salah satu alat tangkap yang dilarang dalam Peraturan Menteri Kelautan No. 2/2015 yang diberlakukan sejak 8 Januari 2015. Belied sempat tiga kali mengali penundaan karena penolakan dan protes keras nelayan. Penundaan pelarangan menggunakan cantrang berakhir tahun 2017 dan mulai berlaku per 1 Januari 2018. Tak hanya cantrang, KKP juga melarang penggunaan penangkap ikan model pukat hela dan tarik.

Nelayan menganggap cantrang berbeda dengan trawl yang memang merusak lingkungan. Protes bahkan berkali-kali disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Tarik ulur antara pemerintah dan nelayan itu tak urung membuat Jokowi gerah. Dalam suatu kesempatan ia mendesak agar para nelayan di Indonesia dibantu untuk menggunakan cara baru dalam menangkap ikan.

Ia menegaskan nelayan jangan terus diajak bekerja dengan cara-cara dan pola lama. Ketika Indonesia sibuk memperdebatkan alat tangkap nelayan berupa cantrang, negara lain sudah sibuk melakukan riset dan inovasi di bidang kemaritiman.

“Kita harus berani kita loncatkan. Sudah berapa lama kita urusan cantrang setiap tahun, urusan cantrang enggak ada habis-habisnya,” kata Jokowi. “Norwegia atau Taiwan saat ini sedang membicarakan offshore aquaculture. Ajari nelayan kita untuk mengetahui barang apa ini, nilai tambahnya bisa puluhan kali daripada yang kita lakukan sekarang ini.”

Dibanding regulasi lain yang dirilis KKP seperti moratorium perizinan usaha perikanan tangkap atau penenggelaman kapal pencuri ikan, larangan cantrang adalah belied yang paling menguras perhatian pemerintah.

Tentu saja karena sasarannya adalah nelayan secara besar hingga dan nelayan tradisional. Bagi Jokowi ini bisa memiliki implikasi politis.

“Saya akan melihat dulu kondisi lapangannya seperti apa. Akan tetapi, saya belum berbicara dengan Menteri Kelautan dan Perikanan. Kalau sudah berbicara dengan Menteri, nanti saya akan sampaikan kebijakan terkait cantrang itu,” kata Presiden.

Sebelumnya, Susi mengklaim pelarangan cantrang dilakukan semata-mata untuk melindungi mata pencaharian para nelayan.  “Pemerintah saat ini memperhatikan dan memastikan perlindungan kepada nelayan. Kita harus memastikan bahwa laut itu ada banyak ikannya terus menerus untuk masa depan, tidak hanya untuk sekarang,” kata Susi.[TGU]