Apa Sih Bedanya Klenteng dan Vihara?

Klenteng Hok Lay Kiong Kota Bekasi - Merdeka

PERBEDAAN  antara Klenteng dan Vihara yang paling mendasar adalah pengikutnya atau umatnya. Klenteng merupakan tempat beribadah bagi umat Konghucu atau Tionghoa perantauan. Sementara, Vihara merupakan tempat beribadah untuk umat Buddha.

Vihara

Vihara biasanya mengacu pada sebuah biara Buddha yang dihuni oleh biksu Buddha. Namun, istilah ini dapat memiliki arti yang berbeda. Misalnya, dalam teks-teks agama lainnya, seperti Hindu, Ajivika, dan Jain, vihara mengacu pada tempat tinggal sementara bagi para biarawan yang mengembara mencari perlindungan atau beristirahat selama musim hujan.

Selain itu, dalam bahasa Pali dan Sansekerta, vihara adalah tempat untuk rekreasi dan hiburan, sementara pada arsitektur India, vihara mengacu pada ruang pusat yang dilengkapi dengan sel-sel kecil yang berisi tempat tidur kecil yang diukir dari batu.

Vihara umumnya ditemukan di Thailand karena Buddhisme adalah agama yang dominan di negara itu. Selama pemerintahan kaisar India Ashoka pada abad ke-3 SM, “vihara yatras” merujuk kepada aktivitas perjalanan santai yang berbasis di sekitar kesenangan atau hobi, termasuk berburu. Namun, setelah Ashoka beralih ke agama Buddha, vihara yatra diganti dengan “dharmayatra” yang berfokus pada tujuan agama atau pilgram.

Vihara banyak yang berupa gua. Isinya biasanya terdiri dari aula besar dan serangkaian sel kecil yang berisi tempat tidur dan bantal yang diukir dari batu. Vihara juga biasanya berisi monumen dan simbol ibadah Buddha.

Klenteng

Klenteng adalah istilah untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur tionghoa, dan sebutan ini hanya dikenal di pulau Jawa. Di Sumatera disebut sebagai bio, sedang di Sumatera bagian timur masyarakat menyebutnya am kadang pekong atau juga bio. Di Kalimantan pada etnis Hakka mereka sering menyebutnya sebagai thai pakkung, pakkung miau, shinmiau. Namun seiring berjalannya waktu mereka juga sekarang menyebutnya sebagai klenteng.

Klenteng hanya ada di Indonesia, dan asal-usulnya berkaitan dengan sejarah umat Tionghoa di Indonesia, sekaligus juga berhubungan dengan agama Konghucu. Jadi berdasarkan kenyataannya Klenteng merupakan tempat ibadah agama Budha, Konghucu, dan juga agama Tao.

Di beberapa daerah, klenteng juga disebut dengan istilah tokong. Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara.

Ada beragam jenis klenteng di Indonesia antara lain: Klenteng Miao, tempat ibadah khusus untuk memberi penghormatan kepada leluhur. Klenteng Ci, secara khusus sebagai tempat untuk menyimpan abu sosok yang sudah meninggal tapi mereka termasuk tokoh-tokoh yang dihormati warga atau rumah perabuan untuk satu marga. Klenteng Li Tang, ialah klenteng yang secara khusus sebagai tempat penghormatan terhadap apapun, dapat digunakan masyarakat secara umum. Klenteng Gong, yang berarti Istana, klenteng untuk raja-raja. Klenteng Guan, yang berarti tempat mengobservasi langit. Klenteng Dong yang berarti tempat tinggal para pertapa. Klenteng Dian, yang berarti ruang aula statusnya lebih rendah dari Gong, digunakan untuk umum.

Klenteng sendiri bagi masyarakat Tionghoa tidak hanya berarti sebagai tempat ibadah saja tapi juga mempunyai peran besar dalam kehidupan komunitas Tionghoa, terutama di masa lalu.

Nasib Klenteng di Zaman Orde Baru

Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru.

Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama dari bahasa Sanskerta atau bahasa Pali yang mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan dan kepemilikan, sehingga terjadi kerancuan dalam membedakan klenteng dengan vihara. Setelah Orde Baru banyak vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng daripada vihara atau menamakan diri sebagai Tempat Ibadah Tridharma. [S21]