Ani Idrus bersama Mohammad Said saat diundang pemerintah dalam penyerahan helikopter buatan Amerika Serikat di Bandung pada 1957. Sumber: Waspada, 10 Januari 2016
Ani Idrus bersama Mohammad Said saat diundang pemerintah dalam penyerahan helikopter buatan Amerika Serikat di Bandung pada 1957. Sumber: Waspada, 10 Januari 2016

SERAUT wajah dari sesosok wanita menghiasi laman google Indonesia pada Senin 25 November 2019. Wanita itu adalah Ani Idrus, seorang tokoh di bidang pers yang berasal dari Sumatera Barat. Ia dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada 25 November 1918.

Pendidikannya dimulai di sebuah SD di Sawahlunto. Kemudian ia melanjutkan sekolah di madrasah dan mengaji di surau. Tahun 1928 ia pindah ke Medan, melanjutkan sekolah di madrasah di Jalan Antara Ujung, Medan. Kemudian Ani melanjutkan sekolah di Methodist English School, Meisjeskop School, Schakel School.

Saat itulah ia mulai memberi perhatian lebih pada kegiatan menulis dan menjadi pangkal Ani akhirnya berlanjut tanpa henti menekuni dunia pers.

Ani juga sempat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara di Medan pada 1962-1965. Tak berhenti disana, Ani kemudian menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) di universitas yang sama pada 1975. 

Ani Idrus dan Jurnalisme

Ani memulai profesi sebagai jurnalis di majalah Panji Pustaka pada 1930, lalu bekerja di Sinar Deli Medan. Pada 1938, dia menerbitkan majalah politik ”Seruan Kita” dengan Mohamad Said dan Harian Waspada pada 1947. Dua tahun kemudian, diterbitkanlah majalah “ Dunia Wanita”.

Ia menjabat Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Umum Nasional ‘Waspada’, Majalah ‘Dunia Wanita’ dan edisi Koran Masuk Desa (KMD, dan Koran Masuk Sekolah) sejak tahun 1969 sampai 1999. Pada tahun 1988 ia menerima anugerah ‘Satya Penegak Pers Pancasila dari Menteri Penerangan R.I. (H. Harmoko), di Jakarta, yang hanya diberikan pada 12 tokoh pers nasional. Selain itu, tahun 1990, ia juga menerima penghargaan dari Menteri Penerangan R.I. sebagai wartawan yang masih aktif mengabdikan diri di atas 70 tahun di Ujung Pandang.

Pada tahun 1990 ia menyampaikan makalah pada seminar Peranan Surat Kabar Sebagai Pers Pembangunan di Daerah yang diselenggarakan oleh FISIPOL UISU dan diikuti mahasiswa/i dari berbagai perguruan tinggi, dengan pembanding malah Bapak H. Yoesoef Sou’yb.

Sebagai wartawan senior, ia juga ikut mendirikan dan membina organisasi PWI. Tahun 1951 turut mendirikan organisasi P.W.I. Medan, dan menjadi pengurus. Tahun 1953-1963, berturut-turut menjabat sebagai Ketua PWI Kring Medan. Tahun 1959 mendirikan ‘Yayasan Balai Wartawan’ Cabang Medan, dan dipilih sebagai Ketua, selanjutnya mendirikan ‘Yayasan Akademi Pers Indonesia’ (A.P.I.) dan menjabat sebagai Wakil Ketua.

Tahun 1959 ia mendapat penghargaan dari PWI Cabang Sumut/Medan, karena telah berkecimpung dalam dunia pers selama kurang lebih 25 tahun. Ani mengambil alih kepemimpinan di Harian Waspada Medan tahun 1969 setelah H. Moh. Said mengundurkan diri.

Pada 1979 ia menerima piagam Pembina Penataran Tingkat Nasional dari BP7 Jakarta. Kemudian, tahun 1984, bersamaan dengan hari Pers Nasional menjadi anggota KPB (Kantor Perwakilan Bersama) di Jakarta dari tujuh Surat kabar terbesar di daerah.

Ani Idrus banyak melakukan perjalanan Jurnalistik ke Luar Negeri. Tahun 1953 ia mengunjungi Jepang sebagai wartawan Waspada bersama rombongan misi dagang ‘Fact Finding‘ Pemerintah R.I. yang diketuai oleh Dr. Sudarsono untuk merundingkan pembayaran Pampasan Perang.

Tahun 1955 mengunjungi Belanda, Belgia, Prancis, Italia meliputi perundingan Tunku Abdul Rahman dengan Ching Peng, pimpinan Komunis Malaya, di Baling Malaysia. Tahun 1956 mengunjungi Amerika Serikat, Mesir, Turki, Jepang, Hongkong, dan Thailand. Kemudian, tahun 1961 dan 1962 mengunjungi Inggris dan Jerman Barat serta Paris. Lalu tahun 1963 mengikuti rombongan Menteri Luar Negeri Subandrio ke Manila, Filipina dan mengikuti perjalanan Presiden R.I. ke Irian Jaya dalam rangka penyerahan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia. Selanjutnya, tahun 1976 mengikuti rombongan Adam Malik menghadiri KTT Non-Blok di Srilanka.

1960-1967 ia menjadi anggota DPRGR Tingkat-I Provinsi Sumatera Utara dari Golongan Wanita. Tahun 1961 menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal ‘Front Nasional Sumatera Utara’ yang dibentuk Pemerintah R.I. Tahun 1967-1970 menjadi anggota DPRGR Tingkat-I Sumatera Utara untuk Golongan Karya (Wartawan). Selanjutnya, 1984 diangkat sebagai Penasihat ‘Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia’.

Idealisme Ani Idrus 

Alasan Ani Idrus mengabdi adalah ingin meningkatkan pendidikan di seluruh negeri, terutama untuk wanita Indonesia, karena itulah selain menggumuli dunia jurnalistik dan politik, ia juga berkecimpung dalam dunia pendidikan. 

Niatnya yang tinggi pada sistem pendidikan ditandai dengan pembukaan delapan sekolah, pendirian Yayasan Pendidikan Ani Idrus (YPAI), serta layanannya sebagai Ketua Sekolah Sepak Bola Waspada.

Tahun 1953 ia mendirikan ‘Taman Indria’ berlokasi di Jl. S.M. Raja 84, Medan khusus untuk Balai Penitipan Anak, Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.

Pada tahun itu juga sempat mendirikan Bank Pasar Wanita selama dua tahun berkantor di Pusat Pasar 125, Medan. Tahun 1960 mendirikan ‘Yayasan Pendidikan Democratic’ di Medan dengan tujuan mengembangkan dunia pendidikan dengan mendirikan: Democratic English School di Jl. S.M. Raja, Medan (kemudian dibubarkan karena adanya larangan sekolah berbahasa asing).

Atas karya dan jasanya, Ani Idrus dikenang sebagai seorang wartawati yang tidak kenal lelah memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia, terutama perempuan dan anak-anak

Ani meninggal di Medan, Sumatera Utara pada 9 Januari 1999 di usia 80 tahun, ketika ia menjabat Pemimpin Umum sekaligus Pemimpin Redaksi Harian Waspada dan Majalah Dunia Wanita di Medan. Ani dimakamkan di Pemakaman Umum Jalan Thamrin, Medan. [S21]