Demonstrasi pengemudi transportasi online di Jakarta, 27 Maret 2018

Koran Sulindo – Ribuan pengemudi transportasi berbasis aplikasi Internet (atau taksi dan ojek online) melakukan unjuk rasa di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, pada 27 Maret 2018 lalu. Dalam demonstrasi tersebut, mereka menuntut pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang mengatur layanan transportasi online, termasuk di dalamnya juga soal kenaikan tarif.

“Kami mohon Bapak Ir. H. Joko Widodo bersedia mewujudkan payung hukum yang di dalamnya memuat sekurang-kurangnya tiga aspek mendasar,” demikian antara lain bunyi tuntutan mereka, yang mengatasnamakan Gerakan Aksi Roda Dua Indonesia (Garda Indonesia), yang kami dapat dari berbagai media sosial. Tiga aspek itu adalah pengakuan eksistensi legal sebagai bagian dari sistem transportasi; penetapan tarif standard sebesar Rp4.000 per kilometer, dan; perlindungan hukum dan keadilan bagi ojek online sebagai bagian dari tenaga kerja di Indonesia.

Menurut mereka, ketiadaan aturan legal membuat posisi mereka lemah di mata hukum ketika berhadapan dengan aplikator (Go-Jek, Grab, Uber). Juga merasa tak punya daya tawar terhadap pengaturan tarif dan bonus, selama ketetapan itu ditentukan sepihak oleh perusahaan.

Presiden Joko Widodo pun akhirnya menerima perwakilan mereka di Istana. Jokowi didampingi. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Ketua Staf Presiden Moeldoko.

Setelah pertemuan tersebut, Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) mengatakan, pemerintah akan memenuhi tiga tuntutan mereka, termasuk merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017. “Kami menang. Allahu Akbar,” kata Koordinator Aliando Yogyakarta Bayu.

Dijelaskan Bayu, nanti akan ada peraturan baru yang berpihak kepada pengemudia transportasi online. Aliando akan dilibatkan dalam tim perumusan tersebut. “Aturan itu akan berpihak kepada kami,” kata Bayu.

Pengemudi taksi online juga kini tidak perlu mendaftar ke koperasi, yang selama ini dianggap merugikan para pengemudi. Selain itu, perusahaan aplikator Go-Jek dan Grab akan menjadi perusahaan transportasi. “Semua tuntutan dikabulkan pemerintah,” tutur Bayu lagi.

Keesokan harinya, 28 Maret 2018, pemerintah menggelar rapat dengan para petinggi Go-Jek dan Grab di kantor Kepala Staf Presiden, Jakarta Pusat. Rapat dihadiri Menteri Budi Karya Sumadi, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Moeldoko. Hasilnya: pemerintah memberi saran ke Go-Jek dan Grab (yang baru saja mengakusisi Uber) menaikkan tarif ojek online minimal Rp 2 ribu per kilometer. Sungguhpun begitu, keputusan untuk besaran tarif-nya tetap diserahkan kepada perusahaan aplikator.

Rencananya, pihak Grab dan Go-Jek akan mengeluarkan keputusan pada Senin depan, 2 April 2018. Pihak pengemudi pun sudah mengultimatum, jika keputusan tersebut tidak memuaskan, demontrasi akan dilakukan kembali.

Pada hari ini, Sabtu (31/3), Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakiri memberikan keterangan pers. Isinya pemberitahuan bahwa pihaknya masih mengkaji aturan ketenagakerjaan dalam transportasi online. Namun, dikatakan Hanif, kementeriannya belum bisa membicarakan hasil akhir dari kajian itu karena masih melakukan koordinasi intensif dengan kementerian terkait. “Intinya, kita perlu solusi, apakah nantinya solusi itu berupa regulasi atau hanya kebijakan tertentu. Tapi, dari sisi ketenagakerjaan, kami akan memberi pertimbangan kepada Kemkominfo dan Kemenhub yang merupakan leading sector dari bisnis transportasi oline ini, “ tutur Hanif.

Menurut Hanif, transportasi memiliki sumbangsih ke lapangan pekerjaan di masyarakat. “Bisnis transportasi online adalah bisnis baru dan memberikan kontribusi lapangan pekerjaan di masyarakat sehingga ruang kondusif harus diciptakan,” tuturnya.

Untuk soal ketenagakerjaan di bisnis ini, lanjut Hanif, pihaknya akan berkaca pada peraturan di negara lain yang juga terdapat transportasi online. “Dari kelaziman pengaturan transportasi online di tingkat Internasional tersebut akan dicari formulasi yang tepat untuk diterapkan atau untuk mengatur transportasi online di Indonesia. Jangan sampai aturan itu malah membuat riweuh dan membuat iklim bisnis tak bagus. Itu tidak boleh,” ujar Hanif.

Namun, dia mengakui, regulasi transportasi online khusus sepeda motor memang tidaklah mudah. “Karena, dalam Undang-Undang Transportasi secara eksplisit disebut sepeda motor bukan masuk kategori sebagai transportasi publik. Belum lagi jika dikaitkan dengan kesehatan dan keselamatan kerja serta keselamatan berkendara, road safety,” katanya.

Yang pasti, dari sisi ketenagakerjaan, Menteri Hanif ingin ada skema hubungan kerja yang jelas agar ada kepastian bagi kedua pihak dan perhitungan pasti bagi pengemudi transportasi online. “Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, kami akan terus lakukan kajian dan bisa sesegera mungkin diselesaikan sambil melanjutkan koordinasi di tingkat kementerian,” tuturnya. [RAF]