Andries Cornelis Dirk de Graeff menyambut kedatangan seorang pejabat tinggi yang diutus pemerintah Belanda untuk memeriksa Hindia-Belanda. ( Het Nationaal Archief)

Andries Cornelis Dirk (A.C.D.) de Graeff adalah salah satu Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang terkenal dengan kebijakan politiknya yang lebih humanis dan toleran. Menjabat dari tahun 1926 hingga 1931, De Graeff lahir pada tanggal 7 Agustus 1872 di ‘s-Gravenhage (Den Haag), Belanda.

Ia bergelar Jonkheer dari wangsa de Graeff, salah satu keluarga bangsawan Belanda terkemuka pada abad ke-17. Ayahnya, Dirk de Graeff van Polsbroek, pernah menjabat sebagai konsul Belanda di Jepang pada periode 1861-1868, sementara ibunya, Bonne Elisabeth Royer, dinikahi ayahnya setelah menetap di Den Haag dua tahun selepas kembalinya dari Jepang (De Graaff, 2005: 1).

De Graeff menempuh pendidikan Ilmu Hukum di Leiden University dan lulus pada tahun 1895. Pada tahun yang sama, ia pindah ke Hindia Belanda dan bekerja sebagai sekretaris umum di bawah Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg (1909-1916).

Pada tahun 1914, ia menjadi anggota Dewan Hindia Belanda (Raad van Nederlandsch-Indië) dan tiga tahun kemudian menjabat sebagai wakil presiden dari organisasi tersebut.

Karir diplomatiknya berlanjut dengan penempatan di Tokyo dan Amerika sebelum akhirnya diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1926, menggantikan Dirk Fock (Leupen e.a. (red.), 1986: 2).

Sebagai Gubernur Jenderal, De Graeff dikenal dengan kebijakan politik etis yang bertujuan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kolonial. Pendekatannya yang lebih toleran terhadap kaum nasionalis non-komunis menjadi ciri khas pemerintahannya.

Pada saat pelantikannya pada tanggal 7 September 1926, ia berpidato di Volksraad dengan menghormati kaum nasionalis dan mengajak mereka untuk bergabung dalam Volksraad, sebuah strategi untuk mencegah radikalisasi di kalangan nasionalis.

Saat itu, De Graeff harus menghadapi pemberontakan komunis di Banten dan Sumatra Barat, sehingga dia harus bertindak tegas terhadap para pemberontak sambil merangkul oposisi untuk menstabilkan kondisi tanah jajahan (Schmutzer, 1977: 97-101).

Namun, sikapnya yang lunak terhadap kaum nasionalis memicu kontroversi dan kritik dari masyarakat serta pers Eropa di Hindia Belanda. Tekanan tersebut membuatnya terpaksa melakukan intervensi, khususnya terhadap Partai Nasional Indonesia (PNI), yang dipandangnya meskipun nasionalis namun cenderung revolusioner (Schmutzer, 1977: 108).

Meski demikian, De Graeff tetap berusaha mempertahankan idealismenya. Pada tahun 1929, ketika Sukarno dan rekan-rekannya dari PNI ditangkap dan divonis empat tahun penjara, De Graeff memanfaatkan akhir masa jabatannya untuk mengurangi hukuman tersebut sebelum pengunduran dirinya pada tahun 1931 (Leupen e.a. (red.), 1986: 2).

Setelah mundur sebagai Gubernur Jenderal, De Graeff kembali ke Belanda. Ia sempat “istirahat” dari pemerintahan selama dua tahun sebelum diangkat sebagai Menteri Luar Negeri Belanda dalam Kabinet Colijn II dan III pada tahun 1933 hingga 1937. De Graeff meninggal dunia di Den Haag pada tahun 1957 dalam usia 87 tahun (De Graaff, 2005: 4).

A.C.D. de Graeff adalah figur penting dalam sejarah Hindia Belanda yang berusaha mengimplementasikan kebijakan yang lebih manusiawi dan toleran di tengah berbagai tekanan politik dan sosial.

Meskipun langkah-langkahnya sering kali kontroversial, upayanya untuk mendekatkan pemerintah kolonial dengan masyarakat lokal merupakan salah satu aspek yang membuatnya dikenang dalam sejarah. [UN]