Andi Abdullah Bau Massepe, seorang pejuang heroik asal Sulawesi Selatan, meninggalkan jejak besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lahir di Massepe pada tahun 1918, Massepe adalah putra dari Andi Mappanyukki, seorang pahlawan nasional Sulawesi Selatan, dan Besse Arung Bulo. Selain sebagai penerus tahta dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan, Kerajaan Bone dan Gowa, Massepe juga mewarisi lima kerajaan di sebelah barat Danau Sidenreng, termasuk Suppa, Allita, Sidenreng Rappang, dan Sawito.
Massepe mendapatkan pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat selama satu tahun pada 1924 dan melanjutkan ke Hollands Inslander School (HIS), lulus pada tahun 1932. Namun, panggilan perjuangan melibatkan Massepe dalam dunia politik dan militer, yang membawa namanya menjadi terkenal dalam pergerakan menuju kemerdekaan.
Peran dalam Organisasi Politik Sumber Daya Rakyat (Sudara)
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Massepe menjadi anggota Organisasi Politik Sumber Daya Rakyat (Sudara). September 1945 menjadi momen krusial ketika Massepe dan rekannya terlibat dalam menghadapi perjuangan merebut kemerdekaan di Pare-Pare. Dalam menghadapi situasi tersebut, Massepe dan teman-temannya mengubah Organisasi Sudara menjadi Badan Penunjang Republik Indonesia (BPRI), menunjukkan keterlibatannya dalam mengamankan kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan dan Strategi Militer
Andi Abdullah Bau Massepe tidak hanya dikenal dalam dunia politik, tetapi juga sebagai pemimpin perjuangan militer yang gigih. Rencana serangan yang akan dilayangkan oleh Andi Abdullah Bau Massepe adalah sebagai berikut:
1. Menyerang pos NICA pada 3 Februari 1946, tetapi gagal.
2. Pasukan Massepe bertemu dengan pasukan Belanda di Garessi Suppa. Akibatnya, pasukan Belanda berhasil dipukul mundur.
3. Menghadang Belanda dan terjadi pertempuran di La Majakka, pihak Belanda mengalami kerugian besar.
4. Pertempuran La Sekko yang menjadi pertempuran terhebat, karena pasukan Belanda melakukan penyerangan kepada penduduk Bau Massepe di Berpuru.
5. Mencapai keberhasilan dalam pertempuran Teppoe Kanango, karena dapat memukul mundur pasukan Belanda dan merebut beberapa senjata.
Namun, keberhasilan ini tidak berlangsung lama, dan Massepe akhirnya tertangkap pada 17 Oktober 1946.
Setelah 160 hari mendekam di penjara, Andi Abdullah Bau Massepe menghadapi nasib tragis. Pada 2 Februari 1947, ia tewas ditembak oleh pasukan Westerling. Namun, pengorbanan dan perjuangannya tidak sia-sia. Massepe diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2005.
Andi Abdullah Bau Massepe, meskipun telah tiada, meninggalkan warisan perjuangan yang tak terlupakan. Pahlawan ini menjadi simbol keberanian dan pengabdian dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, serta mendapat tempat istimewa di hati rakyat Indonesia. Dengan pemakamannya di Taman Makam Pahlawan Kota Pare-Pare, Massepe tetap menjadi inspirasi bagi generasi-generasi penerus untuk terus menjaga dan menghargai nilai-nilai kemerdekaan. [UN]