RA. Kartini
RA. Kartini

Setiap tahun, pada tanggal 21 April, seluruh wanita di Indonesia merayakan sebuah momen bersejarah yang memicu semangat perjuangan dan kesetaraan gender. Hari itu adalah Hari Kartini, yang didedikasikan untuk menghormati perjuangan seorang wanita luar biasa: Raden Ajeng Kartini.

Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879, dari keluarga yang memiliki kedudukan tinggi. Namun, kehidupannya tidak selalu indah. Dalam buku “Sisi Lain Kartini,” terungkap bahwa ia harus menghadapi perjuangan dalam melawan tradisi yang membatasi perempuan pada zamannya.

Raden Ajeng Kartini lahir 21 April 1879 dari perkawinan antara RM Sosroningrat dengan Mas Ajeng Ngasirah. RM Sosroningrat melakukan pernikahan kembali dengan Raden Ajeng Woerjan pada 1875. Poligami yang dilakukan ayah kandungnya menciptakan gejolak batin tersendiri untuk Kartini yang membekas sangat dalam.

Singkatnya, Kartini lalu dinyatakan lulus dari sekolah dasar bangsa Eropa pada awal tahun 1892. Ia berharap ayahnya yang berpikiran maju akan memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan.

Dengan berlutut, Kartini meminta izin kepada ayahnya. Namun hanya penolakan yang didapatnya. Kartini sadar akan masa kebebasannya menikmati dunia akan segera berakhir.

Setelah lulus, Kartini harus menjalani adat Pingitan. Menjalani pingitan menjadi waktu yang dipenuhi siksaan dan kesedihan bagi Kartini. Tidak ada yang mendukung dan membela pemikirannya untuk kesejahteraan kaum perempuan.

Kartini mencoba untuk menerima keadaannya tersebut, akan tetapi karakternya yang selalu menentang ketidakadilan membuatnya terus berjuang.

Pada 2 Mei 1898 RM Sosroningrat lalu memutuskan untuk membebaskan anak-anaknya dari tradisi Pingitan setelah melihat penderitaan anak-anaknya. Kartini lalu menciptakan gagasan dan cita-cita untuk memperjuangkan hak wanita.

Hal ini menarik perhatian pemerintah Hindia Belanda. Pada 8 Agustus 1900, Kabupaten Jepara pun dikunjungi oleh Direktur Departemen Pendidikan, JH Abendanon dengan tujuan menjelaskan rencana pendirian sekolah untuk gadis-gadis bangsawan.

Pertengahan Juli 1903, datang surat lamaran kepada Kartini dari utusan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat. Ayah Kartini, RM Sosroningrat merasa bahagia menerima surat lamaran tersebut karena ada bangsawan kedudukan tinggi melamar anaknya. RM Sosroningrat menyerahkan surat lamaran tersebut kepada Kartini dan membebaskan anaknya untuk menentukan pilihannya.

Dengan berat hati Kartini menerima lamaran dari Raden Adipati Djojo Adiningrat. Kartini mengambil pilihan tersebut untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang anak, meskipun harus mengorbankan keinginannya untuk sekolah. Kartini menerima suratan takdir yang ia jalani dengan sabar dan tabah.

Pernikahan Kartini dilaksanakan pada 8 November 1903 di Jepara dengan cara sederhana dan dihadiri saudara-saudara dekat kedua mempelai. Pernikahan ini tidak disertai dengan upacara mencium kaki mempelai laki-laki oleh mempelai perempuan sesuai dengan permintaan Kartini.
Tiga hari setelah menikah, Kartini pindah ke Rembang untuk memulai kehidupan baru bersama suami dan anak-anaknya. Aktivitas keseharian Kartini mulai terhambat setelah mengandung anak pertama, kesehatannya menurun sampai beberapa kali menderita sakit.

Tanggal 13 September 1904 Kartini melahirkan seorang anak laki-laki dengan sehat dan selamat. Namun tanpa sebab yang jelas, kondisi Kartini melemah dan dokter tidak bisa memulihkan kesehatannya. Hingga akhirnya Kartini wafat pada usia yang sangat muda pada 17 September 1904.

Sejarah Penetapan 21 April sebagai Hari Kartini
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No 108 Tahun 1964 yang ditandatangani oleh presiden pertama Republik Indonesia Ir Sukarno pada 2 Mei 1964, tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini.

Keputusan itu ditetapkan karena pemerintah menganggap Kartini patut diberi penghargaan atas jasa-jasanya menentang penjajahan di Indonesia yang terdorong oleh rasa cinta tanah air dan bangsa.

Makna Perayaan Hari Kartini
Perayaan Hari Kartini memiliki makna mendalam mengenai perjuangan yang dilakukan RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita. Tujuan dari peringatan hari nasional ini adalah untuk menghormati perjuangan RA Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender, terutama dalam bidang pendidikan.

Hari Kartini juga menjadi pengingat untuk seluruh rakyat Indonesia agar terus memperjuangkan keadilan dan juga kesetaraan gender.[UN]