Nama Setyo Novanto sendiri bukan kali ini saja muncul dalam kasus dugaan korupsi. Pada tahun 2015 lalu, misalnya, ia bahkan resmi mundur dari posisinya sebagai Ketua DPR karena kasus dugaan permintaan saham PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Pengunduran dirinya disampaikan melalui surat resmi dan dibacakan secara terbuka di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI.

Setya Novanto juga pernah disebut-sebuh namanya dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan lapangan tembak PON di Riau tahun 2012. Yang mengatakan itu adalah Nazaruddin. Setya Novanto, katanya, menggunakan pengaruhnya buat menekan Komisi Olahraga DPR agar memuluskan anggaran Pekan Olahraga Nasional dari APBN.

Penyelidik KPK bahkan menggeledah ruang kerja Setya Novanto pada 19 Maret 2013. Namun, ia cuma diperiksa sebatas saksi, dengan tersangka utama mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal. Setya Novanto membantah tuduhan suap ini.

Sebelum itu, Setya Novanto juga diduga terlibat dalam skandal impor limbah beracun dari Singapura ke Batam tahun  2004. Kasusnya sendiri mencuat kemudian, yakni ketika pada tahun 2006 ada lebih dari 1000 ton limbah beracun asal Singapura mendarat di Pulau Galang, Batam. Uji laboratorium Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) memaparkan, limbah yang disamarkan sebagai pupuk organik itu mengandung tiga jenis zat radioaktif, yaitu Thorium 228, Radium 226, dan Radium 228 dengan kadar 100 kali lipat di atas batas normal.

Akan halnya pihak pengimpornya adalah PT Asia Pasific Eco Lestari (APEL) milik Setya Novanto. Namun, Setya Novanto mengaku sudah mengundurkan diri dari perusahaan tersebut pada tahun 2003. Anehnya, dalam dokumen milik PT APEL yang bertanggal 29 Juni 2004, Setyo Novanto disebut sebagai pihak yang menandatangani nota kerja sama dengan perusahaan Singapura. Malah, dalam surat kontrak itu disebutkan, PT APEL akan mengimpor 400 ribu ton pupuk alias limbah ke Indonesa dari Singapura.

Lalu, nama Setyo Novanto juga disebut-sebut dalam kasus dugaan penyeludupan beras impor asal Vietnam tahun 2003. Namanya tidak muncul sendiri, tapi bersama teman separtainya, Idrus Marham. Ketia itu, perusahaan miliknya, PT Hexatama Finindo, memindahkan 60.000 ton beras yang dibeli dari Vietnam dari Bea Cukai tanpa membayar pajak dengan nilai semestinya. Banyak media ketika itu melaporkan, bea impor yang dibayarkan cuma untuk 900 ton beras. Terkait hal ini, Kejaksaan Agung pada tahun 2006 telah memeriksa Setya Novanto.Namun, kasus kemudian seolah hilang ditelan bumi.

Nama Setya Novanto juga muncul dalam kasus kongkalikong pengalihan hak piutang Bank Bali tahun 1999. Kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 900 miliar. Ketika itu, Bank Bali melakukan pengalihan dana sebesar lebih dari Rp 500 miliar kepada PT Era Giat Prima yang dimiliki Setya Novanto, Djoko S. Tjandra, dan Cahyadi Kumala.

Djoko Tjandra akhirnya menjadi tersangka utama. Namun, Setya Novanto lolos karena keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung. Jaksa Agung ketika itu adalah M.A.Rachman.

Akankah Setya Novanto dalam kasus e-KTP ini menghabiskan masa tuanya di sel penjara? [PUR]