Ahok Lecehkan TNI, Perlakukan TNI seperti Tentara Bayaran

Sulindomedia – Banyak pihak sudah gerah dan mempertanyakan ikutnya Tentara Nasional Indonesia dalam penggusuran rakyat miskin oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurut Komandan Distrik Militer 0502 Jakarta Utara Letnan Kolonel (Kav) Soleh, keterlibatan tentara dalam penggusuran di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, atas permintaan dari pemerintah daerah dan kepolisian untuk mengamankan proses pembongkaran.

Namun, menurut aktivis hak asasi manusia yang juga politisi Partai Demokrat, Rachland Nashidik, dengan membuat TNI ikut menggusur, Gubernur DKI Jakarta Basuki TP alias Ahok memperlakukan TNI seperti tentara bayaran dalam menghadapi rakyat miskin. “Senior-senior TNI perlu bersuara,” tulis Rachland Nashidik di lini masa Twitter-nya, ‏@ranabaja, Kamis malam ini (21/4/2016).

Ia pun mengingatkan semua pihak, terutama Ahok, untuk tidak menarik mundur cita-cita reformasi dengan membuat operasi militer. “Salah satu capaian reformasi adalah kini TNI berada di bawah otoritas politik, yakni presiden, yang dipilih oleh pemilu demokratis,” katanya.

Diungkapkan Rachland, bukanlah mercenary (tentara bayaran). “Deployment (pengerahan) pasukan, baik untuk perang atau non-perang, adalah kebijakan negara, perintah presiden, bukan gubernur,” ujarnya. Berbahaya kalau daerah menggunakan TNI untuk tugas perbantuan, meski dengan membayari honorarium prajurit. Karena itu, kelakuan Ahok dan TNI harus disetop. “Kewenangan pengerahan pasukan, untuk perang dan non-perang, tak bisa didelegasikan oleh presiden kepada kepala daerah. Salah dan berbahaya!” ungkap Rachland. Apalagi, otonomi daerah dan desentralisasi tidak mencakup kekuatan pertahanan. Kepala daerah tidak boleh memiliki kewenangan mengerahkan TNI.

Menurut dia, absennya Undang-Undang Perbantuan TNI, rules of engagement, jangan dimanfaatkan oleh kepala daerah untuk politiknya. “TNI adalah aset nasional,” tulisnya.

Rachland pun mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera bertindak benar, dengan menyetop kesalahkaprahan yang berbahaya dari penggunaan TNI oleh kepala daerah. Ia juga berharap prajurit TNI bersetia sebagai tentara profesional. Tidak berpolitik. Jangan tergoda melayani kepentingan penguasa daerah. “Presiden, panglima tertinggi, perlu menjaga TNI profesional, tak berpolitik atau berbisnis. Bukan ke sana-kemari memakai seragam militer,” kata Rachland. [PUR]