Ahli di Sidang Nadiem: Penetapan Tersangka Nadiem Makarim Prematur

Ahli dari pihak Nadiem, DR. Chairul Huda, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). (foto: Sulindo/Iqyanut Taufik)

Jakarta – Saksi ahli, DR. Chairul Huda, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) yang dihadirkan pihak tersangka yang juga mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook, menilai penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung terlalu prematur. Hal ini disampaikan usai dirinya memberikan keteranga dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa (7/10).

Chairul Huda mengungkapkan, dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor), pembuktian adanya kerugian keuangan negara menjadi bagian utama untuk menentukan sah atau tidaknya penetapan tersangka. Ia menilai, sejauh ini Kejaksaan Agung belum menunjukkan adanya perhitungan dan penetapan kerugian negara yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang.

“Fokus pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-Undang Tipikor itu adalah pembuktian adanya kerugian keuangan negara. Persoalannya, apa yang dianggap sebagai kerugian negara itu harus didasarkan pada perhitungan oleh pihak yang punya kapasitas dan ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Dari fakta yang disampaikan kepada saya, tampaknya penetapan tersangka ini belum didasarkan pada bukti tersebut,” ujar Chairul Huda kepada wartawan.

Chairul Huda menegaskan, penetapan tersangka mestinya memenuhi syarat minimal dua alat bukti yang sah seperti yang diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. Namun menurut Chairul, alat bukti yang diajukan Jaksa, seperti keterangan lebih dari seratus saksi, itu belum cukup membuktikan adanya kerugian keuangan negara.

“Seratus lebih saksi itu nilainya tetap satu alat bukti. Sementara yang diperlukan adalah dua alat bukti, dan alat bukti itu harus berkaitan langsung dengan pembuktian adanya kerugian keuangan negara,” jelasnya.

Dosen Fakultas Hukum UMJ ini melihat peran penting dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Menurut Chairul, lembaga yang sah seperti BPK atau tim audit negara yang berwenang untuk menyatakan adanya kerugian keuangan negara secara sah.

“Saksi boleh banyak, alat bukti boleh lebih dari dua, tapi kalau tidak ada relevansinya dengan pembuktian kerugian negara, maka belum cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Kerugian negara harus dinyatakan oleh BPK atau instansi audit negara yang berwenang,” tegasnya.

Ia bahkan menyebut penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim sebagai langkah yang terlalu terburu-buru. “Kalau menurut saya, ini prematur. Menetapkan seseorang sebagai tersangka dan langsung melakukan penahanan tanpa melengkapi bukti kerugian negara itu terlalu cepat. Harusnya buktinya dilengkapi dulu supaya proses hukum bisa berjalan dengan benar,” ujarnya. [IQT]