Fosil rahang Paranthropus capensis (kiri) dan perbandingan gigi dan akar gigi Paranthropus capensis dengan Paranthropus robustus (kanan). Paranthropus capensis adalah spesies baru yang sebelumnya belum diketahui dari Afrika Selatan. (Sumber: Taxonomic revision of the SK 15 mandible based on bone and tooth structural organization/C. Zanolli, J.-J. Hublin, O. Kullmer dkk.)
Fosil rahang Paranthropus capensis (kiri) dan perbandingan gigi dan akar gigi Paranthropus capensis dengan Paranthropus robustus (kanan). Paranthropus capensis adalah spesies baru yang sebelumnya belum diketahui dari Afrika Selatan. (Sumber: Taxonomic revision of the SK 15 mandible based on bone and tooth structural organization/C. Zanolli, J.-J. Hublin, O. Kullmer dkk.)

Studi terbaru mengungkapkan sebuah fosil manusia purba yang baru ditemukan adalah milik Paranthropus capensis, spesies yang sebelumnya belum diketahui dari Afrika Selatan.

Fosil ini diberi kode SK 15, pertama kali ditemukan pada bulan April 1949 di Swartkrans, sebuah gua dekat Johannesburg, Afrika Selatan. Fosil ini berumur sekitar 1,4 juta tahun (Pleistosen Awal) dan dijuluki “manusia pemecah kacang” karena rahang dan gerahamnya yang besar.

Berdasarkan jurnal ilmiah yang diterbitkan di ScienceDirect, SK 15 awalnya dikaitkan dengan Telanthropus capensis. Kemudian sejak tahun 1960-an, para ilmuwan menyebut fosil ini milik Homo erectus atau Homo ergaster.

Tetapi setelah dianalisis lebih lanjut mengunakan Mikrotomografi sinar-X, fosil SK 15 ternyata sangat tebal dibandingkan dengan rahang spesies Homo lainnya.

Selain itu, geraham SK 15 cukup panjang dan berbentuk persegi panjang, sedangkan geraham Homo lebih membulat. Akar gigi geraham SK 15 juga lebih kecil dibandingkan dengan Homo erectus.

Ini secara jelas menunjukkan bahwa SK 15 berada di luar variasi Homo erectus atau Homo ergaster, dan paling sesuai dengan morfologi genus Paranthropus.

Sebelum penemuan SK 15, tiga spesies Paranthropus telah ditemukan, yaitu Paranthropus aethiopicus, Paranthropus boisei, dan Paranthropus robustus. Namun, SK 15 tidak memiliki beberapa ciri morfologi gigi yang biasanya ditemukan pada ketiga spesies tersebut.

Contohnya, SK 15 memiliki gigi yang lebih kecil dan rahang yang kurang kuat, sementara Paranthropus robustus yang memiliki rahang dan gigi besar. Morfologi SK 15 juga disebut lebih anggun.

Clément Zanolli, ahli paleoantropologi di Universitas Bordeaux, mengatakan bahwa karena ukurannya lebih kecil, SK 15 mungkin memiliki pola makan yang lebih bervariasi dan berpotensi memanfaatkan sumber makanan yang berbeda. Dan dari sudut pandang biologis, keberadaan karies pada gigi SK 15 ditafsirkan sebagai bukti konsumsi gula seperti pada spesies awal Homo.

Dengan demikian, Zanolli dan rekan-rekannya secara tentatif menghubungkan SK 15 dengan Paranthropus capensis, yaitu spesies Paranthropus yang lebih anggun. Selanjutnya, mereka berniat membahas implikasinya terhadap keberadaan spesies Paranthropus lain di Afrika bagian selatan selama Pleistosen Awal.

SK 15 adalah salah satu rahang hominin yang paling terawat dan paling lengkap dalam catatan paleoantropologi Afrika.

Afrika Selatan, khususnya, menjadi rumah bagi keanekaragaman hominin yang besar selama Pliosen Akhir hingga Pleistosen Awal. Fosil-fosil yang telah ditemukan di wilayah ini mencakup tiga spesies Australopithecus (Australopithecus prometheus, Australopithecus africanus, dan Australopithecus sediba), dua spesies Paranthropus (Paranthropus robustus dan Paranthropus boisei), dan dua spesies Homo awal (Homo habilis dan Homo erectus). [BP]