Koran Sulindo – Teuku Jusuf Muda Dalam, seorang politikus asal Sigli, Aceh, lahir pada 1 Desember 1914. Ia adalah sosok yang pernah mencapai puncak karier dalam pemerintahan Indonesia sebagai Menteri Urusan Bank Sentral dan Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1963.

Namun, kariernya yang tengah melejit tiba-tiba berakhir dengan tragis setelah tersandung berbagai kasus yang membawa dirinya pada hukuman mati.

Awal Karier dan Pendidikan

Perjalanan hidup Jusuf Muda Dalam dimulai ketika ia memutuskan untuk menempuh pendidikan di Belanda pada tahun 1936. Di sana, ia belajar di Ekonomische Hoge School dan terlibat dalam gerakan bawah tanah untuk menentang fasisme yang dipimpin oleh Hitler pada periode 1943-1944.

Selain menjadi mahasiswa, Jusuf juga aktif sebagai wartawan di harian De Waarheid, sebuah surat kabar milik Partai Komunis Belanda. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1947, ia kembali ke Indonesia dan bekerja di Kementerian Pertahanan di Yogyakarta.

Karier Politik dan Puncak Jabatan

Kiprah politik Jusuf dimulai ketika ia bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1951, di mana ia menjabat sebagai wakil PKI di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Namun, pada tahun 1954, ia memutuskan untuk pindah ke Partai Nasional Indonesia (PNI) karena merasa bahwa ideologi PKI tidak sesuai dengan dirinya. Karier politiknya di PNI berkembang pesat, dari menjadi anggota pengurus pusat hingga menjabat sebagai Presiden Direktur Bank Negara Indonesia (BNI).

Pada puncaknya, ia diangkat menjadi Menteri Urusan Bank Sentral sekaligus Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1963.

Selama menjabat sebagai menteri, Jusuf Muda Dalam berhasil mengintegrasi seluruh bank pemerintah ke dalam satu entitas besar bernama Bank Negara Indonesia (BNI), yang mempermudah pengelolaan keuangan negara.

Namun, di balik kesuksesan ini, Jusuf terlibat dalam berbagai kontroversi, termasuk isu korupsi dan perilaku pribadi yang merusak citranya di mata publik. Ia dilaporkan memiliki enam istri dan gemar memberikan mereka hadiah-hadiah mewah mulai dari mobil, perhiasan, sebidang tanah, sampai rumah .Skandal ini memperburuk reputasinya di tengah masyarakat Indonesia.

Tidak hanya itu, nama Jusuf juga masuk dalam daftar pejabat yang dianggap berhaluan kiri atau komunis oleh Letnan Jenderal Soeharto pada tahun 1966. Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat, membentuk Tim Penertiban Keuangan (Pekuneg) yang dipimpin oleh Mayor Jenderal R. Soerjo untuk menyelidiki penyelewengan uang negara.

Jusuf Muda Dalam didakwa menggelapkan dana negara sebesar Rp 97.334.844.515, yang diduga berasal dari skema deferred payment—kredit luar negeri jangka pendek untuk impor barang yang ternyata tidak memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia.

Penangkapan dan Hukuman Mati

Pada 18 April 1966, Jusuf Muda Dalam ditangkap oleh Tim Pemeriksa Pusat Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Sidang perkaranya dimulai pada 30 Agustus 1966 di Gedung Bappenas, di mana sebanyak 175 saksi dihadirkan untuk membuktikan dakwaan terhadap dirinya.

Pada akhirnya, Jusuf dinyatakan bersalah atas empat dakwaan besar: subversi, korupsi, penguasaan senjata api ilegal, dan pelanggaran hukum perkawinan. Ia dijatuhi hukuman mati yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada 9 September 1966.

Namun, sebelum eksekusi dilakukan, Jusuf Muda Dalam meninggal dunia di Rumah Sakit Cimahi pada 26 Agustus 1967 akibat penyakit tetanus. Karier yang gemilang dan penuh potensi tersebut berakhir dengan tragis, meninggalkan jejak sejarah yang penuh kontroversi di Indonesia. [UN]