Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyikapi serius persoalan yang menghinggapi PT Sepatu Bata TBK sehingga harus menutup pabrik di Purwakarta. Atas kejadian itu Kemenperin berencana memanggil pihak manajemen Bata.
“Kami akan panggil industri alas kaki Bata dalam waktu dekat,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, Senin (6/5).
Pihaknya menyebut akan memanggil manajamen Bata guna meminta penjelasan terkait penutupan pabrik di Purwakarta, Jawa Barat.
Kemenperin juga memberikan catatan kepada industri agar mereka dapat bertahan. Pertama, perlunya suntikan investasi yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat modal usaha.
Kedua, adalah dari sisi teknologi industri yang harus dikembangkan sesuai perkembangan saat ini. Kemudian yang ketiga adalah faktor sumber daya manusia (SDM), yang mana tenaga kerja perusahaan harus memiliki kompetensi.
“Kenapa Bata menutup pabriknya? Bata yang sudah ada di sini (Indonesia) sejak zaman Hindia Belanda itu memang membutuhkan tiga hal,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Eko S. A. Cahyanto, Selasa, (7/5).
“Minimal tiga hal ini yang akan bisa melahirkan industri dan produk-produk yang paling update, inovatif dan efisien. Sehingga, dia bisa memenangkan pasar. Ini yang memang harus dilakukan oleh industri,” lanjut Eko.
Kemenperin sendiri telah memiliki unit Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri guna memfasilitasi industri dalam pengembangan teknologi.
“Jadi, secara natural memang tadi industri itu harus updating teknologi, kualitas produk dan modelnya. Sehingga, bisa memenangkan pasar. Itu tugas kami memfasilitasi dan terus-menerus menjaga itu,” ujarnya.
Sebelumnya perusahaan sepatu legendaris Bata terpaksa menutup pabriknya yang berada di Purwakarta akibat kerugian yang diderita perusahaan beberapa tahun kebelakang. Perusahaan yang berdiri sejak tahun 1931 itu mengalami kerugian karena penurunan penjualan sejak 2020 lalu.
Corporate Secretary Sepatu Bata Hatta Tutuko mengatakan perusahaan menutup operasional karena merugi di tengah menurunnya permintaan.
“Dengan adanya keputusan ini, maka Perseroan tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta,” kata Hatta.
Bata telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi covid-19. Di lain sisi, perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat juga menjadi tantangan sehingga pabrik di Purwakarta harus ditutup.
Perusahaan menyebut kinerja penjualan perseroan anjlok 49 persen dari Rp931,27 miliar pada 2019 menjadi Rp459,58 miliar pada 2020. Imbasnya, kerugian perusahaan yang 2019 hanya Rp23,44 miliar melonjak jadi Rp177,76 miliar pada sepanjang 2020. [PAR]