Ilustrasi, resesi ekonomi.
Ilustrasi, resesi ekonomi.

PENINGKATAN EKONOMI yang terjadi setelah Indonesia melewati masa pandemi Covid-19 tampaknya mulai menuju titik stagnan bahkan cenderung menurun. Beberapa tanda penurunan itu adalah Angka Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia dan kurs rupiah.

Lembaga pemeringkat S&P Global mencatat, Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2023 berada di level 51,5. Angka ini turun 0,8 poin jika dibandingkan dengan capaian September 2023 yang berada pada level 52,3.

Penurunan angka PMI ini sebagai gambaran umum menurunnya permintaan, terutama permintaan dari pasar ekspor. Dampak langsung yang dirasakan adalah penurunan produksi.

Faktor lain yang turut menekan produksi adalah penurunan daya beli masyarakat menengah kebawah. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sejak bulan September 2023, khususnya untuk kelompok penghasilan di bawah Rp 3 juta juga menunjukkan terjadinya penurunan daya beli masyarakat.

Kenaikan harga bahan pokok menyebabkan masyarakat lebih berhati-hati dalam konsumsinya. Kondisi tersebut berdampak pada kinerja industri manufaktur bulan Oktober 2023.

“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Oktober 2023 mencapai 50,70, tetap ekspansi meskipun melambat 1,81 poin dibandingkan September 2023,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, Selasa (31/10).

Penurunan nilai IKI ini dikarenakan tiga hal utama. Pertama, penurunan daya beli global. Adanya tren perlambatan pertumbuhan global khususnya pada negara mitra dagang utama Indonesia terutama China dan Eropa menyebabkan penurunan drastis terhadap permintaan produk manufaktur Indonesia.

Penyebab kedua adalah melemahnya nilai tukar mata uang rupiah. Semakin melemah rupiah, maka ini akan mengakibatkan biaya input untuk produk dengan bahan baku impor semakin tinggi yang berdampak pada kenaikan biaya produksi. Jika dilihat data impor bahan baku/penolong pada bulan September, terdapat penurunan 4,86% dibanding bulan sebelumnya atau month to month (MtM), serta impor barang modal turun 12,27% MtM.

Faktor ketiga bersifat eksternal seperti banjirnya produk impor, peredaran barang ilegal, dan kenaikan harga energi pada Oktober lalu.

Sentimen negatif

Ekonomi Indonesia pada akhir tahun 2023 ini dibayangi berbagai isu yang menjadi sentimen negatif, diantaranya pelemahan nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga dan kenaikan harga.

Kenaikan harga sebagai pendorong utama inflasi memiliki peran determinan karena mempengaruhi daya beli masyarakat. Pasar dalam negeri akan terpengaruh data dari domestik, mulai dari inflasi Indonesia yang naik akibat peningkatan harga beras, cabai, dan bensin. Kemudian, PMI Manufaktur Indonesia melambat pada bulan oktober 2023.

Penurunan daya beli akan menekan produksi terutama sektor manufaktur yang memegang porsi besar dalam perekonomian Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia sebesar 18,25% pada kuartal II-2023. Namun kontribusi manufaktur aka terpengaruh jika daya beli menurun dan pasar melemah.

“Kontribusi manufaktur terhadap PDB akan terus tertekan, lalu lapangan pekerjaan di sektor manufaktur juga akan semakin mengecil,” kata Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiono tidak menampik bahwa sudah ada pengurangan tenaga kerja di sektor manufaktur, khususnya di industri tekstil. Sementara, untuk di insutri plastik belum terlihat ada pengurangan tenaga kerja, melainkan hanya mengurangi volume produksi.

PHK secara sporadis (musiman) sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Penyebanya juga bermacam-macam, mulai dari mengecilnya pasar ekspor manufaktur Indonesia, serta kalah bersaing di pasar domestik akibat penetrasi barang impor murah dari China.

Saat ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan daya beli masyarakat dan melindungi industri dalam negeri. Beberapa langkah pemerintah adalah menurunkan harga bahan bakar minyak per 1 November 2023. Selaintu laju impor juga terus ditekan melalui berbagai pengetatan. Namun langkah ini perlu lebih komprehensif dan menyeluruh agar perekonomian rakyat dapat bertahan dalam situasi sulit. [DES]