MASALAH kesehatan berupa gangguan ginjal akut (acute kidney injury) pada anak kian meningkat di Indonesia. Tercatat ada 192 kasus terjadi sejak bulan Januari hingga Oktober 2022 dengan sebaran mencapai 20 propinsi. Dilaporkan akibat gangguan kesehatan ini sebanyak 37 pasien telah meninggal dunia.
Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan data kasus tersebut merupakan data kumulatif sejak Januari 2022. Rinciannya, 2 kasus di Januari, 2 kasus di bulan Maret, 6 kasus pada bulan Mei, 3 kasus pada Juni, 9 kasus di bulan Juli, 37 kasus di bulan Agustus, dan 81 kasus di bulan September.
Berdasarkan sebarannya, kasus gangguan ginjal akut (acute kidney injury atau AKI) paling banyak tersebar di DKI Jakarta dengan total mencapai 50 kasus. Diikuti Jawa Barat sebanyak 24 kasus, Jawa Timur 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kasus, dan Bali 17 kasus. Sedangkan provinsi lainnya berkisar antara 1-2 kasus.
Meski telah memakan banyak korban akan tetapi penyebab munculnya kasus masih belum diketahui. Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Syahril Mansyur, mengatakan hasil pemeriksaan laboratorium Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) “tidak ditemukan bakteri atau virus yang spesifik”.
Kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan. Sebagian besar penderita berusia satu hingga lima tahun.
Gejala pada pasien
Sementara itu Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI dr. Eka Laksmi Hidayat menjelaskan beberapa gejala awal yang ditemukan pada pasien. Semua pasien anak yang dia tangani disebut mengalami penurunan frekuensi buang air kecil atau sama sekali tidak buang air kecil.
Sebelum diketahui mengalami AKI (acute kidney injury), pasien anak mengalami gejala infeksi seperti batuk, pilek, diare, atau muntah.
“Dia hanya beberapa hari timbul batuk, pilek, diare, atau muntah, dan demam, kemudian dalam 3-5 hari, mendadak tidak ada urinnya. Jadi, tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali buang air kecilnya. Jadi, anak-anak ini hampir semuanya datang dengan keluhan dengan tidak buang air kecil atau buang air kecilnya sangat sedikit.” kata dr. Eka.
Pasien anak juga dikatakan tidak mengalami sakit perut karena tidak ditemukan sumbatan dalam aliran buang air kecilnya.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, para dokter tidak menemukan jenis infeksi yang konsisten pada semua anak, sehingga mereka tidak bisa menyebutkan penyakit itu mengarah pada infeksi tertentu.
dr. Eka menjelaskan bahwa anak-anak yang menderita AKI itu tidak hanya mengalami gangguan pada ginjal, melainkan juga pada organ-organ lainnya.
“Ketika kami melakukan pemeriksaan secara mendetail, di laboratorium, dan kami mengamati gejala klinisnya, dalam perjalanannya di rumah sakit mereka ini sebetulnya mengalami apa yang kami sebut dengan peradangan di banyak organ. Jadi, ada tanda-tanda peradagangan di hatinya juga, kemudian ada juga gangguan dalam sistem darahnya, jadi ada penggumpalan darah yang berlebihan,” ujarnya
Selama perawatan di rumah sakit, dr. Eka menambahkan, anak-anak itu juga mengalami penurunan kesadaran.
Pemerintah himbau masyarakat tidak panik
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Brian Sri Prahastuti, meminta masyarakat agar tetap tenang dan tak panik terkait temuan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak yang semakin banyak.
Ia mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan tim dokter RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) telah membentuk tim untuk menyelidiki kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Kemenkes juga sudah menerbitkan tata laksana dan manajemen klinis gangguan ginjal akut progresif Atipikal sebagai kerangka acuan bagi fasilitas kesehatan jika menemukan anak dengan kasus tersebut di wilayahnya.
“Kami minta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik. Karena pemerintah sudah bekerja untuk menyelidiki kasus ini (gangguan ginjal akut pada anak),” kata Brian, dikutip dari siaran pers KSP, Minggu (16/10).
Menurut Brian, peningkatan jumlah kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak tidak boleh disepelekan. Ia pun mengingatkan para orang tua untuk waspada jika anak-anaknya menunjukkan beberapa gejala awal dari kasus tersebut. Yakni, batuk, pilek, diare, muntah, dan jumlah urine sedikit, atau tidak ada produksi urine sama sekali.
Selain itu, Brian juga menekankan pentingnya langkah preventif untuk memberikan jumlah cairan yang cukup untuk anak-anak. “Jika anak-anak mengalami keluhan di atas, kami mengimbau para orang tua untuk tidak melakukan self-diagnose. Sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter di fasilitas kesehatan terdekat,” kata Brian. [DES]