Aksi pemasangan spanduk yang dilakukan petani plasma di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Juli 2022
Aksi pemasangan spanduk yang dilakukan petani plasma di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Juli 2022

PERJUANGAN petani plasma di Kabupaten Buol, Sulawesi tengah, menuntut hak yang tidak diberi oleh perusahaan sawit PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) berlanjut ke meja Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Setelah sebelumnya melakukan pelaporan, pada hari Selasa dan Rabu, 20-21 September 2022 sejumlah petani plasma koperasi Amanah, mantan pengurus koperasi, serta kepala desa Winangun memenuhi panggilan sebagai saksi oleh KPPU.

Para saksi diperiksa oleh perwakilan KPPU secara bergantian satu-persatu, mereka dimintai keterangan atas pelaporan dugaan pelanggaran kemitraan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 serta PP No. 17 Tahun 2013 yang dilakukan PT. Hardaya Inti Plantations (HIP).

Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim KPPU dari Jakarta ini, guna memeriksa para saksi yang sebelumnya telah diseleksi oleh lembaga ini, sebagai bentuk pelaksanaan tugas pengawasan dan penangan perkara kemitraan. Akan tetapi pada kesempatan ini, pengurus aktif dari koperasi Amanah tidak hadir memenuhi panggilan KPPU.

Pelaporan perkara kemitraan inti-plasma antar petani koptan Amanah dengan PT. HIP di kabupaten Buol ini adalah kelanjutan dari aksi pemasangan spanduk protes secara serentak pada Agustus lalu. Aksi tersebut mendapat pemberitaan yang cukup luas pada media-media lokal dan media nasional. Gayung bersambut, sampailah persoalan ini di gedung lembaga Negara, KPPU.

Beberapa pihak yang menjadi saksi mengaku selain memberikan keterangan atas praktek kemitraan dengan PT. HIP, mereka juga menyampaikan tuntutannya kepada PT. HIP agar terbuka dalam hal pengelolaan kebun dengan melakukan audit.

Para petani juga menuntut ganti rugi atas tanah mereka yang dikelola oleh PT. HIP selama 15 (lima belas) tahun belakangan, akan tetapi mereka belum mendapatkan bagi hasil yang sepadan dengan buah sawit yang dihasilkan oleh kebun plasmanya. Mereka menuntut agar kerjasama yang dirasa merugikan dan tidak adil selama belasan tahun ini. dihentikan saja.

Para petani plasma di Koperasi Amanah mengaku tidak sendiri dalam perjuangan menuntut hak-haknya kepada PT. HIP. Aksi-aksi perjuangan ditempuh pula oleh petani plasma yang tergabung dalam koperasi lain. Seperti Koperasi Plasa, yang saat ini dalam proses sidang kasus perdata di PN Buol, lalu ada Koperasi Awal Baru yang berulang kali melakukan pemalangan kebun dan mengirimi surat penghentian kerjasama pada perusahaan, bahkan ada kurang lebih 5 (lima) petani plasmanya yang saaat ini dipenjara atas laporan pihak perusahaan.

Berbagai bentuk upaya mereka tempuh, bukan dalam tempo singkat, tetapi sudah berlangsung selama belasan tahun, gagal berkali-kali tapi kemudian bangkit lagi.

Penanganan masalah kemitraan yang dilakukan oleh KPPU dianggap menjadi harapan baru bagi para petani plasma di Buol. Mereka mengaku akan menempuh berbagai model perjuangan lainnya, hingga tuntutan hak atas tanah mereka dipenuhi pihak perusahaan. Para petani plasma juga meminta pertanggung jawaban dari pihak pemerintah daerah terkait perkara kemitraan inti-plasma ini.

Beberapa saksi dari pihak petani mengaku percaya bahwa lembaga KPPU dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan independen, tanpa intervensi pihak pemilik modal.

Pada hari pertama pemeriksaan saksi-saksi, ditengarai ada 2 (dua) oknum yang mengaku sebagai anggota kepolisian meminta bertemu pihak KPPU yang sedang bertugas di Buol.

Hal tersebut diterangkan oleh salah satu saksi yang mengaku berpapasan dengan kedua oknum tersebut di loby hotel, tidak diketahui apa tujuan pasti keduanya untuk bertemu pihak KPPU. Namun demikian, yang dapat dipastikan adalah proses pemeriksaan para saksi yang hadir di lokasi berjalan lancar, tanpa gangguan.

Selama 15 (lima belas) tahun kemitraan inti-plasma, para petani mengaku tidak mendapatkan pembayaran bagi hasil yang layak, dan justru dibebani jumlah hutang hingga 147 juta / hektar, atau ratusan miliar di koperasi Amanah. Anehnya rincian sumber hutang tidak pernah dijelaskan secara transparan kepada pihak petani.

Para petani plasma ingin agar tanahnya dikembalikan pihak perusahaan, sehingga masa produktif yang tersisa 10 (sepuluh) tahun dari kebun plasmanya bisa mereka rasakan secara utuh. [PAG]