Gugatan mengenai pengaturan usia pensiun TNI melalui Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya kandas. Sidang MK telah memutuskan permohonan itu di tolak seluruhnya karena tidak beralasan menurut hukum.
Ketua majelis hakim MK, Anwar Usman dalam amar putusannya menyatakan menolak seluruh permohonan para pemohon.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Anwar Usman saat membacakan amar putusan dikutip dari risalah sidang MK, Selasa (29/3).
Sebelumnya, dua pensiunan TNI Euis Kurniasih dan Musono, serta sejumlah masyarakat sipil menggugat batas usia pensiun prajurit TNI. Aturan itu termaktub dalam Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a UU TNI.
Berdasarkan pasal tersebut, batas masa pensiun golongan bintara dan tamtama adalah 53 tahun. Sementara, golongan perwira maksimal 58 tahun.
Para penggugat meminta MK mengubah ketentuan agar usia pensiun anggota TNI sama dengan usia pensiun anggota Polri, yakni 60 tahun.
Sebagaimana Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) menyebut batas usia pensiun anggota Polri adalah 58 tahun. Perpanjangan masa bakti diberikan kepada anggota Polri yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian.
“Anggota Polri yang mempunyai keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas Polri, dapat dipertahankan sampai dengan usia 60 tahun, sedangkan Prajurit TNI bagi Bintara dan Tamtama harus pensiun pada usia 53 tahun dan Perwira harus pensiun pada usia 58 tahun dan tidak dapat dipertahankan atau diperpanjang,” kata kuasa hukum pemohon Kurniawan dilansir situs MK pada Kamis (6/1).
Para pemohon berpendapat seharusnya perpanjangan usia pensiun yang diberikan kepada anggota Polri juga didapatkan oleh anggota TNI. Mereka berkata prajurit TNI telah memenuhi unsur keahlian khusus dan kebutuhan.
Mereka memberi contoh keberadaan pasukan khusus Komando Operasi Khusus TNI (Koopssus TNI) yang dibentuk dengan keahlian khusus. Kemudian, mereka juga berpendapat para perwira yang telah menduduki jabatan juga dimaknai memiliki keahlian khusus di bidang tertentu.
Beda pendapat
Ada berbagai perbedaan pendapat mengenai perpanjangan usia pensiun TNI, pihak pemerintah, Panglima TNI dan DPR cenderung setuju dengan usulan perpanjangan usia pensiun, sedang dari organisasi non pemerintah dan pengamat militer memberikan pendapat berbeda.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), pada tahun 2020 pernah melemparkan kritik mengenai rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan usia pensiun prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi 58 tahun.
“Ini mempengaruhi beban anggaran negara untuk mendanai operasional anggota TNI yang seharusnya sudah mencapai usia pensiun,” kata Staf Divisi Pembelaan HAM KontraS, Falis Agatriatma kepada Tempo, Sabtu, 25 Januari 2020.
Perpanjangan usia pensiun menurut Falis menunjukkan pelemahan kualitas internal TNI, dengan makin banyaknya usia uzur untuk siap berperang, dan pelemahan penyebaran militansi ke Indonesia yang biasanya dimotori tentara-tentara di luar barak.
Sementara itu, ada pendapat bahwa perpanjangan usia pensiun TNI perlu dikaji lebih mendalam secara akademis tidak dikait-kaitkan dengan kepentingan politik.
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) Soleman Pontoh berpendapat, tidak bisa usia pensiun militer disamakan dengan polisi, tugas keduanya juga berbeda. Karena polisi ranah tugasnya adalah sipil, sementara militer adalah pertahanan yang harus naik dan turun gunung menghadapi musuh.
Jika usia pensiun diperpanjang, juga ada dampak negatif, para perwira, kata dia, akan sulit melanjutkan karier di luar dunia militer, baik di perusahaan, partai politik, maupun LSM, karena sudah terlalu tua. Oleh karena itu perpanjangan usia pensiun hendaknya tidak dikaitkan dengan kepentingan politik tapi kajian akademis.
Sementara pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menegaskan, perpanjangan usia pensiun akan menunjukan kesan ada problem regenerasi di tubuh TNI. Padahal saat ini saja masih banyak perwira TNI yang masih mampu menjalankan tugas dan diusia aktif.
Dalam pertimbangannya pada amar putusan, Mahkamah Konstitusi menilai TNI dan Polri memiliki peran yang berbeda tetapi pada dasarnya kedua lembaga tersebut memiliki kedudukan yang setara dan strategis pada setiap negara. Sehingga, keduanya harus selalu bersinergi dalam mewujudkan sistem pertahanan keamanan negara. [PTM]