Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sepakati memorandum of understanding (MOU) bidang maritim, di antaranya mengenai latihan gabungan laut, penanganan illegal fishing dan pemulihan terumbu karang. Selain kesepakatan kerja sama maritim, ditandatangani dua MoU lain mengenai Program Korps Perdamaian (Peace Corps Program) dan kerja sama di bidang pendidikan.
Penandatanganan MoU itu dilakukan pada 14 Desember 2021 oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.
Dalam siaran persnya Blinken mengatakan ketiga MoU tersebut mencerminkan penguatan kerja sama bilateral kedua negara dan sebagai tindak lanjut dari pembicaraan antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden RI Joko Widodo di Glasgow, bulan lalu.
“Kami memiliki komitmen kuat terhadap kemitraan strategis dengan Indonesia, dan komitmen yang kuat terhadap keterlibatan kami di seluruh kawasan Indo-Pasifik,” kata Blinken.
MoU itu akan berlaku hingga 2026 dan mencakup kerja sama keamanan maritim, sumber daya kelautan, konservasi dan pengelolaan perikanan, serta keselamatan dan navigasi maritim.
“Di wilayah ini begitu banyak kejadian di wilayah laut, terutama masalah perdagangan lintas laut serta krisis iklim yang mengancam lautan, jalur laut, pantai dan kehidupan laut. Kerja sama dalam bidang maritim sangat penting,” ujarnya.
Kecam langkah agresif Cina
Sebelumnya dalam pidato di kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Blinken juga menyampaikan mengenai isu maritim kawasan dan pandangan AS mengenai isu Laut Cina Selatan.
“Ada begitu banyak kekhawatiran, dari Asia timur laut hingga Asia Tenggara, dan dari Sungai Mekong hingga Kepulauan Pasifik, tentang tindakan agresif Beijing, mengklaim laut lepas sebagai miliknya” klaim Blinken.
Selain menyebut tindakan agresif Cina Blinken juga menyebut bahwa Cina mendistorsi pasar terbuka melalui subsidi kepada perusahaan milik negara, melarang ekspor atau mencabut kesepakatan bagi negara-negara yang tidak sepakat dengannya dan terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan ilegal.
Blinken juga menegaskan politik AS di Laut Cina Selatan (LCS) yang menjadi lalu lintas ekonomi senilai 3 triliun dolar AS, negaranya bersama para sekutu akan memastikan LCS tetap terbuka dan dapat diakses.
“Itulah sebabnya kami bertekad untuk memastikan kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan, di mana tindakan agresif Beijing di sana mengancam pergerakan perdagangan senilai lebih dari $3 triliun setiap tahun,” tegas Blinken. [PAR]