Dewi Dja dan kawan-kawan (foto: Pinterest.com)

koransulindo.com – Disekitar tahun 1940an hingga 1950an, nama Dewi Dja perempuan asal Yogyakarta ini cukup dikenal di Hollywood, Amerika Serikat, karena ia membintangi sekaligus jadi koreografer beberapa film disana.

Film Hollywood yang melibatkan Dja di antaranya adalah Moon and Sixpence (1942), Beyond the Forest (1949), Cargo to Capetown (1950), Road to Bali (1950), dan Three Came Home (1952). Filmnya yang paling menonjol adalah The Picture of Doriant Gray (1945) di film ini Dja muncul sebagai pusat perhatian saat tengah membawakan sebuah tarian sakral.

Dewi Dja yang lahir pada 1 Agustus 1914 mempunyai beragam versi mengenai tempat kelahirannya. Penulis biografi Ramadhan KH menyebut Dja lahir di Sentul, Yogyakarta. Sementara dalam wawancara lainnya, Dja menyebut Jember sebagai tempatnya lahir.

Selama hidupnya, Dja dikenal dengan berbagai nama. Diketahui nama aslinya adalah Misria, tetapi karena saat kecil sakit-sakitan lalu diganti menjadi Soetidjah. Sementara kawan-kawan sesama pemain sandiwara memanggilnya Erni, orang-orang terdekat memanggilnya Idjah atau Djah.

Dewi Dja
Dewi Dja (foto: pinterest)

Di Rogojampi, Banyuwangi, Dja bertemu dengan A. Piedro, pendiri kelompok sandiwara The Malay Opera Dardanella. Hasil analisa Fandy Hutari, penulis sejumlah buku sejarah bisnis hiburan di Indonesia, nama asli Piedro diduga adalah Willy Klimanov, seorang keturunan Rusia dan keluarga Piedro ini pelarian dari Rusia setelah Revolusi Bolshevik tahun 1917.

Piedro tumbuh dan besar di lingkungan pemain sirkus Rusia. Ibunya, Ivera Klimanov adalah seorang pemain balet. Hingga suatu hari hati Piedro terpikat oleh Dja, yang tengah melantunkan lagu Kopi Susu di atas panggung. Lewat perantara Camat Rogojampi, Piedro pun melamar Dja.

Sejak hari itu, Dja menjadi bagian dari keluarga besar Dardanella. Di kelompok sandiwara itu ada Piedro yang orang Rusia, De Kock bersaudara yang asli Ambon, Fifi Young yang keturunan Tionghoa-Prancis, juga Tan Tjeng Bok, seniman serba bisa keturunan Betawi-Tionghoa kelahiran Jembatan Lima, Batavia.

Sebelum menggelar pertunjukan mancanegara pertamanya di Singapura pada 1931, Dardanella sempat menggelar pertunjukan keliling ke beberapa wilayah Indonesia. Hingga pada suatu waktu di tahun 1930, Dardanella tiba di Solo dan menggelar pertunjukan di Taman Sriwedari. Saat itulah Miss Dja mengganti nama panggungnya menjadi Dewi Dja.

Sejak 1935, untuk menandai debutnya di ranah internasional, Dardanella berubah nama menjadi Bali and Java Cultural Dancers. Kelompok ini dengan percaya diri mementaskan tarian tradisional dan gamelan untuk mengatasi jurang bahasa. Namun sayang, tak semua anggota Dardanella setuju dengan keputusan ini. Beberapa anggota kemudian memilih keluar rombongan dan kembali ke tanah air.

Meski anggotanya yang bertahan tinggal 30 orang, Piedro dan Dja bersikeras melanjutkan tur dunianya. Mereka sempat menggelar pertunjukan di beberapa kota besar di Cina dan kemudian ke India pada 1937. Di sana, pertunjukan tari Dewi Dja yang digelar sepanjang tahun mendapat sambutan hangat dari para maharaja dan tokoh-tokoh nasionalis India seperti Mahatma Gandhi dan Jawaharlal Nehru.

Invasi Jerman terhadap Polandia pada 1 September 1939 dengan segera menghentikan rencana Dja dan rombongannya menggelar pertunjukan keliling Eropa. Demi menghindari Perang Dunia II yang sudah di depan mata, Bali and Java Cultural Dancers bertolak ke New York dengan menumpang kapal Rotterdam pada bulan berikutnya.

Di New York, Dewi Dja bersama rombongannya kembali mendulang sukses. Majalah Time edisi 6 November 1939 memberitakan spektakulernya pertunjukan Dja dan rombongannya di Guild Theater, Manhattan. Mereka disebut sebagai pelopor yang memperkenalkan musik dan tari Bali kepada masyarakat Amerika Serikat.

Dewi Dja kemudian menjadi perempuan Indonesia pertama yang mengambil kewarganegaraan Amerika Serikat. Hal tersebut terpaksa dilakukan karena muncul tuduhan palsu yang membuatnya tidak bisa bekerja. Dengan alasan tersangkut urusan politik, tempat tinggalnya digerebek FBI dan dia dicecar habis-habisan soal negara asalnya.

Di Amerika Dewi Dja juga berteman akrab dengan sejumlah bintang Hollywood seperti Greta Garbo, Carry Cooper, Bob Hope, Dorothy Lamour, sampai Bing Crosby. Karier Dewi Dja yang tengah berada di atas kemudian menjadi alasannya untuk urung kembali jadi warga negara Indonesia.

Meski sudah lama tinggal di negeri orang dan jadi warga Amerika, Dja tak pernah lupa pada tanah airnya, Indonesia. Ketika delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sutan Sjahrir melawat ke Amerika Serikat pada pertengahan 1947, untuk mencari dukungan atas kemerdekaan Indonesia, Dja dengan sungguh-sungguh menyambut dan membantu berkampanye memperkenalkan Indonesia.

Sewaktu Presiden Soekarno bersama putranya Guntur Soekarno Putra melawat ke Amerika. Dja sempat menjemputnya. Oleh sebab itu saat  Dja mendapat kesempatan pulang ke Indonesia ia diterima oleh Presiden Sukarno di Istana Negara. Bahkan Sukarno sempat menganjurkan supaya Dja melepaskan kewarganegaraan Amerikanya dan pulang ke Indonesia pada 1959, namun yang menjadi hambatan bagi Dja adalah pekerjaannya. Meskipun begitu bagi hati Dja, tanah airnya tetaplah Indonesia. Hal tersebut dibuktikannya dengan berjuang terus memperkenalkan budaya tanah airnya dengan menari dan memperkenalkan makanan khas Indonesia.

Setelah bercerai dengan Piedro, Dewi Dja sempat menikah lagi dengan pria Indian Acee Blue Eagle. Lalu bercerai lagi pada 1952. Tidak begitu lama seorang pria asal Gresik, Ali Assan meminangnya. Dengan Ali Hassan inilah, Dewi Dja memiliki seorang putri, yaitu Ratna Assan.

Devi Dja meninggal di Los Angeles pada tanggal 19 januari 1989 dan dimakamkan di Hollywood Hills, Los Angeles, Amerika Serikat. [NoE]

Baca juga: