Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Presiden Soekarno (foto: goodnewsfromindonesia.com)

Suluh Indonesia – Sehari setelah Soekarno mengumandangkan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwo IX dan Sri Paku Alam VIII mengirimkan telegram dari Yogyakarta. Mengucapan selamat, dan menyatakan dukungan terhadap Republik Indonesia.

Kemudian, pada 5 September 1945, dua bangsawan tinggi tersebut mengeluarkan maklumat resmi. Yang menyataan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alam bergabung ke bawah bendera merah putih.

Sikap tegas ini mereka lakukan sebagai reaksi atas kesinisan Belanda, yang menganggap bahwa pernyataan kemerdekaan kita kosong belaka. Bahwa Republik Indonesia adalah negara tanpa wilayah.

Pernyataan dari Yogyakarta tersebut menjadikankannya sebagai wilayah kedaulatan Republik Indonesia yang pertama. Sebuah pengorbanan yang luar biasa besar. Karena, statusnya sebagai sebuah negara turun menjadi provinsi.

Namun, sikap itu segera diikuti oleh kesultanan-kesultanan lain di Nusantara. Termasuk mereka yang merupakan negara atau kesultanan bentukan imperialis Belanda.

Pengorbanan Yogyakarta tak selesai sampai di situ. Ketika Indonesia harus mencetak mata uangnya sendiri, ORI (Oeang Republik Indonesia), Sri Sultan HB IX tanpa ragu menyerahkan emas batangan milik Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebagai penjamin mata uang di Bank Indonesia. Emas tersebut tak pernah diminta kembali.

Lalu, ketika tentara NICA yang membonceng tentara sekutu tiba Jakarta dan meningkatkan agresi, atas usul Sri Sultan HB IX perangkat pemerintahan dipindahkan ke Yogyakarta.

Atas usul beliau juga, selama pemerintahan mengungsi di sana, Yogyakarta menjadi ibukota negara Republik Indonesia. Biaya akomodasi, operasional, dan gaji pejabat sepenuhnya ditanggung oleh Keraton Yogyakarta.

Dengan segala pengorbanan dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan rakyat Yogyakarta yang luar biasa itu, daerah tersebut memang sangat layak untuk menjadi provinsi tersendiri. Dengan status daerah istimewa.

Presiden Soekarno sendiri yang menetapkan status tersebut. Ke dalam sebuah piagam penetapan, yang lalu yang diserahkan pada 6 September 1945.

Dalam format keistimewaan secara eksekutif, Gubernur DI Yogyakarta tidak dipilih melalui pemilihan umum. Melainkan, sultan sebagai raja otomatis merangkap gubernur. Pengangkatannya pun langsung dilakukan oleh presiden NKRI. [NiM]

Baca juga