Koran Sulindo – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi. Laporan itu dilayangkan oleh Indonesia Corruption Watch.
Tiga orang perwakilan ICW membawa satu bundel berkas bersampul biru bertulis dugaan penerimaan gratifikasi oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK RI.
Ketiga perwakilan ICW tersebut diwakili Kurnia Ramadhana dan Wana Alamsyah selaku peneliti ICW.
Saat dugaan korupsi apa yang dilaporkan, para peneliti ICW mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan keterangan setelah mereka memasukkan laporan ke Bareskrim Polri.
“Nanti saja setelah laporan, ya,” kata Kurnia Ramadhana. Sebelumnya, ICW mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengirimkan surat permohonan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perihal permintaan penarikan atau pemberhentian Ketua KPK Komjen Firli Bahuri sebagai anggota Polri, Selasa (25/5).
Ada beberapa laporan atau kejadian terkait dengan Firli yang disampaikan dalam surat permohonan itu, yakni pertama pada tahun 2020, ada kasus pengembalian paksa Kompol Rossa Purbobekti.
Laporan yang kedua ada kasus pelanggaran etik yang bersangkutan saat mengendarai helikopter mewah.
Ketiga, lanjut Kurnia, yang paling fatal terkait dengan tes wawasan kebangsaan yang mengakibatkan 75 pegawai KPK dinonaktifkan.
Berdasarkan hasil laporan, Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah menyebutkan, di dalam sidang etik Dewan Pengawas KPK, Firli Bahuri menyampaikan harga sewa helikopter yang digunakannya dari Palembang ke Baturaja sebesar Rp7 juta belum termasuk pajak.
Jika dihitung dalam jangka waktu empat jam penyewaan yang dilakukan Firli ada sekitar Rp30,8 juta yang dibayarkan kepada PT Air Pasific Utama sebagai penyedia heli.
Dalam korespondensi yang dilakukan ICW terhadap perusahaan penyedia jasa penyewaan heli lainnya, diperoleh informasi harga sewa per jam helikopter sekitar 3.750 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp39,1 juta. Sehingga jika ditotal ada Rp172,3 juta yang harus dibayarkan oleh Firli terkait penyewaan heli tersebut.
“Jadi ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp141,5 juta yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon yang diterima oleh Firli Bahuri,” kata Alamsyah.
Selain itu, ICW juga melakukan penelusuran lebih jauh terkait dengan dugaan konflik kepentingan atau pun terkait dengan penyedia yang menyewakan helikopter yang digunakan oleh Firli Bahuri.
Hasil investigasi ICW bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT APU merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasusnya Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta.
Dalam konteks tersebut, ICW menganggap dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001.
Atas dasar itulah, ICW mengadukan laporan dugaan penerimaan gratifikasi oleh Ketua KPK Firli Bahuri ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri.
“Kedatangan kami diterima oleh Dirtipidkor Mabes Polri dan mereka akan melakukan identifikasi dan proses lebih lanjut terkait dengan kasus yang kami sampaikan,” ujar Alamsyah.
Dalam aduan tersebut, ICW menyertakan barang bukti berupa korespondensi antara ICW dengan salah satu penyedia jasa sewa helikopter dan akta perusahaan PT APU.
“Kami mengidentifikasi berdasarkan akta perusahaan yang dimiliki oleh PT Air Pasific Utama, yang tadi kami sampaikan bahwa ada salah satu nama RHS salah satu komisaris pada saat persidangan terkait dengan Bupati Neneng ini dipanggil sebagai saksi,” kata Alamsyah.
Terkait aduan ICW tersebut, belum ada tanggapan resmi yang dikeluarkan oleh Mabes Polri.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri pernah menjalani sidang kode etik terkait bergaya hidup mewah dengan menyewa helikopter untuk perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja pada Juni 2020. [Wis]