Koran Sulindo – Peningkatan konsumsi atau daya beli masyarakat perlu didorong agar pertumbuhan ekonomi membaik pada kuartal III dan IV-2020. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal kedua hanya mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
“Jadi relatif Indonesia dengan pendekatan demand side, kontraksi pertumbuhan ekonomi (kuartal dua) itu tidak terlalu dalam,” kata ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance Didin S Damanhuri dalam diskusi daring, Selasa (7/9).
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor itu menyebut, kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2020 itu relatif tidak terlalu dalam dibandingkan Amerika Serikat, yang negatif 33 persen, Singapura negatif 14 persen dan sejumlah negara di Eropa Barat yang kontraksi sangat dalam.
Penyebabnya, lanjut Didin, karena ada amunisi dari APBN 2020 yang penekanannya kepada sisi permintaan untuk mendorong konsumsi atau daya beli masyarakat.
Di antaranya, kata Didin, melalui program kesehatan, bantuan sosial seperti bantuan langsung tunai, sembako, hingga program keluarga harapan. Selain itu pula, ada program bantuan yang ditujukan kepada pelaku usaha mikro kecil menengah.
Meski demikian, Didin mendorong agar penyerapan belanja pemerintah seperti melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional lebih digenjot.
“Adanya APBN 2020 yang relatif masih lebih tekanannya kepada demand side walaupun banyak juga daya serap kurang,” kata Didin.
Pemerintah menganggarkan Rp695,2 triliun dalam APBN 2020 untuk biaya penanganan Covid-19 dan PEN, Rp87,55 triliun di antaranya untuk anggaran kesehatan. [WIS]