Koran Sulindo – Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong industri perbankan menurunkan suku bunga kredit.
“Kami sudah menurunkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate, ini agar berikan kemudahan bagi dunia usaha dan masyarakat bagaimana mudahkan pembiayaan. Kami meminta juga bersama OJK dorong perbankan turunkan suku bunga kredit sehingga bisa dorong perekonomian lebih lanjut,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, setelah Rapat Terbatas dengan Presiden Joko Widodo melalui telekonferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/3/2020).
Menurut Perry, BI juga terus berupaya untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, baik melalui intervensi di pasar spot, intervensi Domestik NDF dan juga pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas oleh investor asing.
“Kami terus melakukan ini, di tengah-tengah investor global memang menarik dananya dari seluruh negara, (dan) membelikan dolar AS, termasuk dari Indonesia. Kami akan terus berada di pasar, menjaga pasar, dan memastikan fungsi mekanisme pasar melalui tiga intervensi yaitu spot, domestik NDF, dan melalui pembelian SBN dari pasar sekunder,” katanya.
Hingga saat ini BI telah membeli SBN dari pasar sekunder sebesar Rp 163 triliun. Pembelian SBN yang dilepas oleh investor asing ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah maupun imbal hasil di SBN.
“Dengan Pak Wimboh Ketua OJK kami juga terus koordinasi bagaimana melakukan stabilisasi di pasar saham, sehingga semua menumbuhkan stabilitas di pasar keuangan,” katanya.
BI juga mendorong agar dunia usaha, termasuk para eksportir, turut membantu menjaga nilai tukar rupiah, dengan tidak menahan dolar AS. Eksportir dapat melepas dolar AS ke pasar sehingga memberikan pasokan di pasar valuta asing (valas).
“Oleh karena itu dalam konteks ini Presiden memberikan arahan supaya seluruh potensi suplai yang ada di dalam negeri dimobilisasi termasuk para eksportir yang selama ini menahan dolarnya, agar juga memberikan suplai kepada pasar valas,” kata Perry.
OJK
Sementara itu OJK mulai menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian dengan penerbitan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional.
“Kebijakan itu sebagai Kebijakan ‘Countercyclical’ dampak penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19),” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Heru Kristiyana, di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (20/3/2020), melalui rilis media.
Dengan terbitnya POJK tersebut maka pemberian stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 31 Maret 2020 hingga 31 Maret 2021.
Perbankan diharapkan proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran COVID-19 dan segera menerapkan POJK stimulus dimaksud.
POJK mengenai stimulus perekonomian ini dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun akibat wabah virus corona, sehingga bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan.
Selanjutnya, melalui kebijakan stimulus ini pula, pihak perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas, sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debiturnya.
Menurut Heru, POJK ini juga diharapkan menjadi “countercyclical” dampak penyebaran virus corona, sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard).
Relaksasi pengaturan ini berlaku untuk debitur Non-UMKM dan UMKM, dan akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan. Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur. [RED]